34

1.1K 145 15
                                    

Sojung benci terjebak dalam suasana canggung seperti ini. Sojung berharap Seokjin bisa menjadi pemecah kesunyian diantara mereka agar gadis itu tidak menyesal telah memutuskan untuk ikut duduk di kursi yang menghadap ke taman dengan hanya dibatasi satu meja kecil di antara kursi mereka.

Soobin masih belum mau pulang, dia bahkan mengunci pintu kamar Sojung dari dalam agar Sojung tidak menyeretnya keluar menemui sang ayah. Anak itu benar-benar membuat pusing kepala sampai-sampai Seokjin sempat meminta maaf berkali-kali lantaran tingkah putranya.

"Bagaimana projek majalahmu?" akhirnya Seokjin membuka suara, meski kedengarannya masih agak canggung.

"Lancar, khususnya rubrik bagianku. Koki dan karyawanmu sangat baik dan ramah, aku bisa mengambil banyak informasi dari mereka tanpa merasa canggung atau kesulitan."

Seokjin mengut-mangut, setelah itu mereka kehabisan topik.

Sekali lagi, Sojung benci keadaan ini.

"Eum, soal Soobin... aku tidak masalah mengantarnya pulang lagi, atau bahkan membiarkan dia menginap. Kau pasti lelah jika harus menunggunya." Sojung tersenyum canggung sambil memperhatikan reaksi Seokjin. Lelaki itu menatap Sojung lamat tanpa ekspresi, tanpa terlihat ada niatan dia akan bicara.

"Oh," Sojung seperti baru menyadari sesuatu, "aku tidak bermaksud mengusirmu. Aku hanya –-"

"Bagaimana jika kukatakan bahwa aku hanya menjadikan Soobin alasan untuk tetap di sini bersamamu?"

"Apa?" Sojung tidak langsung paham dengan perkataan Seokjin yang tiba-tiba.

"Aku tahu pasti bahwa kau akan mengantarkan Soobin pulang tanpa merasa direpotkan. Sejujurnya aku terus ke sini hanya agar aku bisa menemuimu, walau hanya sebentar."

"K–-kenapa?" Sojung menatap senyum Seokjin dengan jantung yang berdebar kencang.

"Kau pasti tahu alasannya. Haruskah aku katakan lagi secara jelas?"

Sojung terdiam. "Karena aku merindukanmu. Setiap hari, setiap saat. Ketika ada kesempatan, aku harus memanfaatkannya sebaik mungkin selagi bisa. Karena nanti, jika kau sudah menikah, aku tidak akan lagi sanggup menemuimu."

"Ha?" Sojung mengerjapkan matanya, meminta penjelasan lagi maksud dari perkataan Seokjin. Lelaki itu tertawa kecil melihat ekspresi bingung Sojung. Pasti pembicaraannya terlalu acak sehingga Sojung sulit untuk memahaminya.

Seokjin mendesah pelan sembari mengulurkan tangannya perlahan, meletakkan telapak tangannya di atas punggung tangan Sojung. Tindakannya itu sempat membuat Sojung kaget namun tak lantas membuat gadis itu menarik tangannya yang disusupi jemari Seokjin.

"Suatu saat nanti, mungkin sebulan lagi, seminggu lagi atau bahkan besok kau pasti akan menikah dan menjadi istri orang lain. Jika itu terjadi, aku tidak akan bisa menemuimu lagi kecuali dengan perasaan cinta yang sulit untuk kuhilangkan. Aku takut nanti malah semakin mencintaimu sementara aku tahu tidak ada lagi peluang tersisa untukku. Aku pasti akan menjadi pria kurang ajar karena mencintai istri orang lain," Seokjin tertawa miris. "Aku ingin menemuimu dan menatapmu selagi bisa. Tolong jangan usir aku jika aku ke sini untuk menemuimu. Tidak akan lama, hanya sampai kau menikah."

Sojung mengulum bibirnya, kedua tangannya mengepal menahan emosi sedih yang menyeruak. Ada perasaan tidak rela ketika Seokjin mengatakan tidak akan lagi menemuinya. Perasaannya lantas menjadi sedikit kesal saat mata yang mulai berair itu melihat Seokjin yang justru tersenyum tipis ke arahnya.

Sojung benci melihat senyum itu.

Lelaki itu hanya pura-pura tegar.

Keheningan diantara keduanya tidak berlangsung lama. Sojung segera menarik tangannya dari genggaman Seokjin saat sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Dengan canggung gadis itu meninggalkan Seokjin untuk membukakan pintu gerbang untuk Daehyun.

Pemilik mobil itu adalah Daehyun.

Saat Daehyun keluar dan langsung memeluk Sojung, bahkan mencium sekilas bibir gadis itu tanpa merasa malu atau canggung, Seokjin melihatnya dengan jelas. Rasanya lelaki itu baru saja melihat sesuatu yang tidak seharusnya dilihat.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Sojung gugup. Entah kenapa dia merasa tidak tenang, seperti khawatir jika Daehyun akan merasa curiga pada Seokjin dan Sojung yang sedang diam-diam selingkuh, padahal mereka bahkan tak punya ikatan apapun. Disamping perasaan itu, Sojung juga merasa bersalah karena Seokjin harus melihat Daehyun menciumnya.

"Serius kau bertanya itu pada calon suamimu?" Daehyun pura-pura kaget, tapi Sojung telanjur menganggapnya serius. Gadis itu gelagapan karena telah salah memilih pertanyaan.

Daehyun tertawa dan mengacak rambut Sojung, "ekspresimu itu sangat menggemaskan. Aku ke sini tentu saja ingin menemuimu. Pekerjaanku seolah tak pernah habis, tapi aku tidak ingin hal itu membuatku mengabaikanmu, itu sebabnya aku ke sini malam-malam."

"Ekhm." Dehaman Seokjin menginterupsi percakapan sepasang kekasih itu. Ternyata Seokjin berdiri tak jauh dari posisi mereka.

"Oh, halo tuan Kim," sapa Daehyun ramah. Tangan lelaki itu menarik pinggang Sojung agar lebih dekat padanya, seolah ingin menunjukkan pada Seokjin bahwa Sojung adalah miliknya. "Kau ke sini untuk menjemput Soobin?" ini adalah kali kedua Daehyun bertemu dengan Seokjin di sini, dan dia tentu sudah tahu kebiasaan baru anak pemilik rumah sewa Sojung yang sering berkujung ke rumah tunangannya itu. Jadi, saat melihat keberadaan Seokjin di sini, itulah hal yang pertama kali ia pikirkan.

Seokjin tersenyum tipis dan mengangguk. "Tapi sepertinya dia belum mau pulang. Aku harus membuat Sojung repot lagi –-"

"Oh, tentu saja tidak. Aku dan Sojung akan menjaganya, dan kami tidak keberatan. Justru aku senang," potong Daehyun.

Seokjin tersenyum lagi. "Kalau begitu aku akan pulang sekarang," pamit Seokjin dan dibalas anggukan samar oleh Sojung. Seokjin sekali lagi menatap ke arah Sojung, kali ini sedikit lebih lama dan dalam. Daehyun tentu menyadari hal itu, maka hal kedua yang ia pikirkan saat melihat keberadaan Seokjin di sini adalah karena Seokjin sengaja ingin mendekati kekasihnya.

Seperginya Seokjin, Daehyun melepas rangkulannya dari pinggang Sojung dan berpindah menggenggam tangan gadisnya. Sambil menatap punggung Seokjin yang menjauh, Daehyun menggumam, "sepertinya tuan Kim itu menyukaimu."

Sojung sudah terlalu banyak merasa kaget hari ini, sekarang pun perkataan Daehyun membuatnya membelalakkan matanya dengan perasaan was-was. Sojung mendongakkan kepalanya, melihat ekspresi yang Daehyun tunjukkan saat ini. Dia terlihat sedikit kesal.

"Kenapa kau berpikir begitu?" tanya Sojung hati-hati.

"Insting?" jawab Daehyun tak yakin. "Tatapannya berbeda. Tidak kah kau merasakannya?"

Sojung menggeleng cepat, nafasnya otomatis tertahan beberapa detik karena gugup.

"Ah, Sojungku memang tidak peka." Daehyun mencubit kedua pipi Sojung gemas. "Kau bahkan mengabaikan semua perhatian pria yang menyukaimu saat di bangku perkuliahan. Tapi berkat ketidakpekaanmu juga, aku tidak khawatir kau dekat dengan siapapun."

Sojung bukannya tidak peka, dia tahu siapa saja yang berusaha menarik perhatiannya karena menyukai gadis itu. Sojung hanya tidak mau peduli karena waktu itu hatinya beku dan hanya menyisakan satu ruang untuk seseorang, itu pun sudah terisi sejak dia SMA. Tapi jika Daehyun berpikir Sojung tidak peka dan dia tidak khawatir, maka itu bagus.

"Di sini dingin, tidakkah kau mau masuk?" putus Sojung akhirnya. Daehyun mengangguk dan merangkul Sojung untuk masuk ke dalam rumah.

⚪⚫
🙃 🙁

Indralaya, 20 Juni 2019

Iva

Y (SOWJIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang