Siang itu, saat Hera sedang menunggu Dhika keluar dari kelas, dirinya mendapat pesan dari Dani. Dalam pesan yang ada di layar ponselnya sekarang, Dani meminta dirinya untuk datang ke daerah Kemang. Beliau ingin membicarakan sesuatu dengan Hera.
Melihat putranya yang kini beranjak empat baru saja keluar dari kelasnya, Hera keluar dari mobil. Hera senang sekali memiliki momen mengantar dan menjemput Dhika. Dhika yang selalu bertanya kembali mengenai suatu hal yang ia pelajari di kelas, Hera respon dengan antusias. Jadi Dhika sudah bisa berbicara dengan lancar.
"Dhika, kalo kita ketemu Opa Dani dulu gapapa?" tanya Hera sambil memasangkan sabuk pengaman di baby seat milik Dhika.
"Kemana, Bunda? Ga ada Evan, kan?" tanya Dhika mengenai sepupunya yang sangat ia hindari karena kejahilannya.
"Kayaknya ga ada, sih. Soalnya Opa ga bilang kalo ada Om Kafka." jelas Hera.
"Oke, Bunda. Ayo kita ketemu Opa!" seru Dhika semangat.
Dhika adalah anak yang penurut. Ia paling takut jika membuat Hera kecewa. Dhika sebisa mungkin mematuhi kedua orang tua yang ia sayangi itu. Hera bersyukur bukan main karena di usia Dhika yang masih kecil, Dhika sangat mengerti mengenai kasih sayang dan nilai-nilai moral lainnya.
Hera terheran-heran ketika sampai di sebuah kedai yang dimaksud Dani. Walaupun Dani sudah bercucu, otak bisnisnya masih terus berjalan. Hera yakin, kedai yang baru saja ia masuki adalah salah satu usaha baru milik pamannya itu.
Begitu melihat sosok Dani, Hera langsung menghampiri pamannya itu, "Assalamu'alaikum, Om."
Dhika melepas gandengannya dari Hera, kemudian menyalami tangan kakeknya itu, "Assalamu'alaikum, Opa."
"Wa'alaikumsalam. Dhika baru pulang sekolah, ya?" tanya Dani.
"Iya, Opa." Dhika tumbuh menjadi anak laki-laki yang sopa, Hera sangat bersyukur.
"Oiya, Om. Kenapa Om minta Hera ke sini?" tanya Hera ikut duduk berhadapan dengan Dani, Dhika berkeliling menyapa beberapa orang yang sebagia besar sudah ia kenal.
"Ini usaha baru punya Om. Coffee shop kecil-kecilan gitu. Kamu mau ga ngurusin bagian manajemennya? Kafka nanti bantu-bantu kamu." jelas Dani.
Hera sudah maklum dengan Dani yang suka memberi kejutan, "Om serius?"
Dani mengangguk, "Lagian Dhika, kan, udah lumayan besar. Kamu juga pengen kerja yang g nguras banyak waktu, kan?" tanya Dani.
Hera menimbang-nimbang, "Gimana, ya, Om..."
"Pemasok bahan baku dan karyawannya udah siap, kok. Kamu tinggal lanjutin apa yang udah Om dan Kafka kerjakan. Coffee shop ini buka minggu depan. Mau, ya?" bujuk Dani lagi.
Hera mengangguk pelan, "Ya udah, deh, Om. Tapi Hera bilang dulu sama Mas Bian, ya. Kalo Mas Bian ga ngizinin, Hera ga bisa, Om."
"Justru Bian yang nyaranin kamu buat kerja di sini. Dia rada kasian sama kamu yang keliatan insecure kalo di rumah." balas Dani semangat.
Akhirnya update lagi. Ada yg nungguin ga sih?
Love, Sha.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Historia Corta[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...