08

10.3K 676 1
                                    

Rapat hari ini menghasilkan keputusan bahwa salah satu program milik Mbak Dina diberhentikan secara terpaksa. Beberapa perusahaan yang menawarkan kerjasama juga sudah diterima Sabian. Setidaknya sampai perusahaan ini kembali stabil.

Mbak Dina juga akan meninggalkan perusahaan dalam waktu dekat. Ia sedikit sulit membagi waktu antara bekerja dan mengurus rumah tangga. Walaupun sedikit berdebat dengan Sabian, akhirnya Mbak Dina mengerti.

"Loh, kalian ga balik ke ruangan kalian?" tanya Hera yang baru kembali dari toilet menemukan Tiara, Viya, dan Daffa masih berada di depan ruang meeting.

"Itu, Bapak masih di dalem, Mbak." balas Tiara karena Daffa masih diam melihat sahabatnya di dalam ruangan yang berbatas kaca itu.

"Gue duluan, ya." pamit Viya.

Hera melihat ke ruangan itu. Sabian duduk dengan wajah menunduk di sana. Tangannya menahan kepalanya.

"Lo susul, deh, Ra. Dia jarang gagal, lo semangatin." saran Daffa menepuk bahu Hera sebelum ia pergi.

Setelah meminta Tiara untuk kembali ke mejanya, Hera mengetuk sebentar pintu kaca itu. Sabian masih menunduk saat Hera sudah berada di sampingnya.

Hera mengusap pundak suaminya, "Gapapa, Bi. Semua bakal baik-baik aja."

Sabian memeluk perut Hera yang tak lagi ramping itu. Ia mencari kenyamanan di sana. Hera sedikit terkejut dengan itu. Perlahan, Hera mengusap puncak kepala Sabian.

"Gapapa, Bi. Kadang kita harus ambil cara yang paling kita ga mau. Aku salut, kamu udah nyelamatin ratusan karyawan di sini." ucap Hera dengan senyumnya.

"Ayah kamu juga pernah ngambil langkah ini sebelumnya." lanjut Hera saat Sabian berdiri.

Sabian mengecup pipi kiri Hera sebentar, "Makasih, Ra."

"Astagfirullah, ini kantor, Bi!" Hera menutupi rasa malunya dengan menengok ke arah pembatas kaca ruangan ini.

Sabian terkekeh melihat tingkah laku istrinya.

"Ayo kita makan siang." Sabian meraih telapak tangan Hera untuk ia genggam.

Karena Hera tidak masak hari ini, mereka berdua memutuskan makan siang di luar kantor. Sabian menggenggam tangan Hera sampai di lobby kantor. Tentu itu adalah pemandangan yang sangat jarang dilihat oleh karyawan lantai empat itu.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang