49

5.8K 289 7
                                    

Sekolah Dhika menghubungi Hera. Wali kelas Dhika, Bu Siska memberi kabar bahwa Dhika terlibat perkelahian di sekolah. Dengan segera, perempuan berhijab itu pergi ke sekolah Dhika yang berada di daerah Jakarta Utara itu.

Sampai di sekolah Dhika, Hera langsung mendatangi ruang BK. Saat ia memasuk ruangan, sudah ada Dhika, Bu Siska, Bu Natya, dan pasangan ibu-anak yang menjadi rival Dhika berkelahi. Bu Siska langsung mepersilahkan Hera untuk duduk di sebelah Dhika.

"Maaf, bisa dijelaskan Dhika kenapa, Bu?" tanya Hera pelan.

"Dhika mendorong Rifaz sampai punggungnya memar, Bu. Alasannya karena Rifaz mengatakan hal yang menyinggung Dhika." jelas Bu Natya yang mendapatkan penjelasan dari kedua belah pihak.

"Tapi emang bener, kan, bokap lo bakal di penjara?" celetuk Rifaz.

Dhika hendak beranjak dari duduknya, tapi Hera tahan.

"Pantes aja anaknya begini." tambah Ibu Rifaz.

Hera tersenyum kecil, "Ayahnya Dhika memang sedang dalam pemeriksaan dengan kepolisian. Ayahnya masih berstatus saksi dan bukan berstatus tersangka ataupun terdakwa. Ibu bisa bedakan, kan?"

"Lalu, apa salah Dhika jika ia tersinggung karena masalah orang tuanya dibawa-bawa ke sekolah? Dhika sayang sama orang tuanya. Dan kalau Ibu memang mendidik anak Ibu dengan baik, dia tidak berlaku tidak etis seperti ini di sekolah." lanjut Hera.

Hera menatap putranya yang masih menunduk di sampingnya, "Dhika tau, kan, kalau kekerasan itu tidak dibenarkan? Kalau masih bisa dibicarakan, lebih baik dibicarakan. Tidak perlu melukai fisik orang lain."

"Iya, Bunda. Maaf." ucap Dhika.

"Kamu minta maaf ke Rifaz juga, dong." balas Hera.

"Faz, gue minta maaf." Dhika mengulurkan lengannya.

Rifaz tertegun dan membalas uluran tangan Dhika, "Gue juga minta maaf."

"Berarti masalahnya sudah selesai, kan, Ibu-Ibu?" tanya Bu Siska.

"Kalau saya sudah, Bu." Rifaz menjawab.

Bu Natya tersenyum, "Sesuai dengan kebijakan sekolah, karena Dhika dan Rifaz berkelahi di sekolah, mereka harus belajar di rumah selama dua hari. Tidak masalah, kan, Ibu-Ibu?"

Hera menggeleng, "Tidak masalah, Bu."

Ibu Rifaz sudah memerah wajahnya karena malu, "Kalau begitu saya dan anak saya permisi." ia menarik lengan putranya keluar dari ruang BK.

"Ayah Dhika memang sedang ada masalah. Maaf, ya, Bu. Jadi ngerepotin. Makasih udah nelepon saya." ucap Hera setelah kepergian pasangan ibu dan anak itu.

"Iya gapapa, Bu. Ibu juga yang sabar, ya. Semua pasti ada jalannya." Bu Natya menanggapi.

"Saya harap masalah ini tidak mengganggu prestasi belajar Dhika, ya, Bu. Nilai Dhika sangat baik sampai sekarang." tambah Bu Siska.

"Saya usahakan, Bu." balas Hera dengan senyum, "Kalau begitu saya sama Dhika duluan." ucapnya sopan.

Hera menunggu Dhika di mobil saat putranya itu mengambil tas ke kelasnya. Dhika sudah berani memberontak rupanya. Dan Dhika sudah tidak bisa Hera kontrol. Ia sedikit lega karwna hal-hal yang Hera ajarkan pada Dhika sejak kecil, masih menjadi pegangan putranya itu.

Dhika masuk ke dalam mobil dan duduk di samping bundanya, "Bunda, makasih banyak. Maaf Dhika bikin malu Bunda."

Hera merentangkan tangannya untuk memeluk Dhika, "Gapapa, Sayang."

Enjoy!

Love, Sha.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang