33

6.1K 323 6
                                    

Keenam sahabat Hera kini duduk sesuka meraka di ruang tengah kediamannya. Mereka menunggu Hera membuka bingkisan yang mereka bawa. Tapi Nadia dan Ratu malah sibuk dengan Radhit yang sedang terlelap di dalam tempat tidur goyangnya.

"Harus gue buka sekarang, nih?" tanya Hera.

"Iya!" seru Fanya bersemangat.

Hera membuka bungkusan berwarna cokelat itu. Sebuah foto album bersampul putih dengan foto dirinya dan Sabian. Hera membuka foto album itu.

"What is this?" tanya Hera mengerutkan dahi.

"Hadiah wedding anniversary lo, Ra." Zara kini angkat bicara.

Hera membalikkan halaman demi halaman. Mulai dari foto kencan pertamanya dengan Sabian, hingga foto terakhir ada foto keluarga kecilnya. Entahlah teman-temannya ini mendapatkan foto-foto itu dari mana.

Mata Hera sudah berkaca-kaca, "Kalian..."

"Thank you, ya, Ra. Masih masih inget kita-kita walaupun udah berkeluarga sama Bian." Livia memeluk Hera pertama.

"Kalian juga. Kalian-" Hera sesegukan sendiri sebelum bisa melanjutkan kalimatnya.

"Ra, jangan nangis, dong. Gue jadi pengen ikut nangis, nih." Tarra kini sudah mengusap wajahnya yang basah dengan air mata.

Nadia tidak berkata apapun karena dia lebih sesegukan lagi dari Hera.

"Ra, kita dapet reservasi Allure buat lo sama Bian. Bian udah ngasih perlengkapannya." Ratu mengangkat paper bag berisi dress yang Sabian titipkan padanya.

"Nanti Dhika sama Radhit gimana?" tanya Hera khawatir.

"Kita bakal di sini sampe lo selesai makan malam sama Bian Dhika sama Radhit bisa main sama anak-anak kita juga nanti." jelas Tarra.

"You don't have to do this so far. Radhit biar gue bawa aja." Hera masih khawatir melepaskan Radhit yang belum genap lima bulan.

"Lo selalu punya cara ngajakin yang lain buat bikin kejutan. Kali ini lo juga harus ngerasain hal yang lo kasih ke kita, Ra." jelas Tarra, mengingat Hera yang pernah mengajak yang lainnya untuk memberinya semangat saat dirinya sedang terpuruk.

"Pokoknya habis maghrib lo harus udah siap. Kita bakal bantu lo." Nadia yang sudah tenang kini bersuara.

"Kalo gitu, kalian makan siang masakan gue, ya?" bujuk Hera.

"Asyik! Akhirnya gue bisa makan masakan Hera lagi." seru Zara yang selalu suka dengan masakan Hera.

Inilah yang membuat pertemanan mereka bertahan lama. Selalu meluangkan waktu untuk satu sama lain. Dan, kehadiran mereka secara nyata adalah kunci terpenting. Kini, mereka lebih sulit lagi berkumpul karena Fanya, Zara, dan Ratu menetap di Bandung.

"Tenang, Ra. Anak gue, Zara, sama Fanya aman bersama neneknya. Lagian mereka udah besar-besar. Kita balik besok ke Bandung. Asal kita boleh nginep, ya, Ra." Ratu menjawab saat Hera bertanya tentang keponakannya itu.

Mengobrol mengenai pertemanan dan pernikahan bersama keenam sahabatnya itu, mereka jadi memiliki pemikiran yang sama untuk pembagian waktu. Mereka ini perempuan dan harus memiliki waktu bersama teman-teman. Sebulan sampai dua bulan sekali tidak akan masalah. Yang terpenting silaturahmi tetap terjalin.

"Nanti kalo Radhit udah rada besar, gue yang ke Bandung, deh. Sekalian Radhit ketemu sama kakeknya." balas Hera.

Malam! Ada yg kangen cerita ini update ga, sih? Aku bakal ngebut cerita ini pokoknya. Biar yg di draft bisa terbit di wattpad juga. Ehehe...

Enjoy!

Love, Sha.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang