Menunggu sekitar lima menit, akhirnya tamu yang tadi berbincang dengan Sabian pun keluar. Tapi Sabian tidak menunjukkan gerakan untuk kembali ke ruangannya. Maka saat Sabian melewati Hera yang sedang menunggu di lounge, Hera mencegat suaminya.
"Kamu mau kemana?" tanya Hera, melirik sebentar Dhika yang sedang menonton serial anak favoritnya di ponsel milik ibunya itu.
Sabian terkejut mendapati Hera di kantor, "Kamu ngapain di sini?"
"Jawab dulu pertanyaan aku. Kamu mau kemana?" tanya Hera lagi.
"Mau makan siang sama klien aku. Kenalin ini Ressa, klien aku. Ressa kenalin ini Hera, istri saya." jelas Sabian pada perempuan yang berdiri tak jauh dari mereka berdua.
Hera dengan perempuan bernama Ressa itu pun bekenalan dan saling berjabat tangan.
"Sebentar, ya." ucap Sabian pada Ressa kemudian menarik lengan Hera untuk sedikit menjauh, "Kamu ngapain di sini, Ra?" tanya Sabian lagi.
Hera menarik napas berat karena kesal, "Menurut kamu?" ujarnya sembari melirik Dhika dan dua paper bag yang ada di atas meja.
Sabian mengikuti arah pandang Hera, "Ra, aku minta maaf. Tapi masih ada yang harus dibahas sama Ressa. Kamu bisa makan siang di ruangan aku sama Dhika. Gapapa, kan?"
Raut wajah kecewa Hera tak bisa dihindari, "Aku harus bilang apa ke Dhika?"
"Harusnya kamu kasih kabar dulu kalo mau ke sini." balas Sabian pelan.
"Ya udah aku tunggu di ruangan kamu." Hera pun mengalah dengan rasa kecewanya.
"Maaf ya, Sayang. Kapan-kapan lagi aku pasti bisa." Sabian mengecup kepala Hera sebelum berlalu.
Hera kembali ke lounge melihat Dhika yang baru saja berinteraksi dengan ayahnya.
"Ayah kemana sama tante itu, Bunda?" tanya Dhika.
Hera mengelus puncak kepala Dhika, "Ayah keluar sebentar. Kita ke ruangan Ayah, yuk. Nanti Ayah nyusul katanya."
Dhika menurut. Anak laki-lakinya itu adalah obat bagi Hera. Ketika ia kecewa dengan Sabian, Dhika selalu menjadi alasan Hera supaya terlihat baik-baik saja.
Setelah makan siangnya habis, Dhika tertidur pulas di atas sofa. Hera mengecek ponselnya membaca beberapa notifikasi pesan yang masuk. Pintu kaca ruangan milik Sabian itu terbuka. Hera menatap lurus suaminya yang berjalan memasuki ruangan.
"Kamu marah?" tanya Sabian menghampiri istrinya.
Hera menggeleng beranjak dari duduknya, "Aku pulang, ya."
"Aku gendong Dhika sampe mobil kamu." Sabian menyadari istrinya berubah menjadi dingin padanya.
Akhirnya, Sabian menggendong Dhika yang tertidur sampai di mobil Hera. Istrinya hanya diam saat berjalan beriringan dengannya. Sabian tahu, ia telah membuat kesalahan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Short Story[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...