"Ini beneran Mbak Hera hamil lagi?" tanya Ina, adik iparnya.
Nia mengangguk menanggapi menantunya, "Kalo diliat-liat kayaknya cewek, deh. Ibu jadi inget pas hamil kamu ga bisa pergi kemana-mana karena muntah setiap makan." ujarnya pada Hera yang kini sedang bersandar di atas sofa.
Sejak Sabian mengetahui kehamilan istrinya dengan keadaan yang cukup payah, Hera tidak diizinkan bergerak banyak. Dokter Ghina juga mengatakan hal yang sama. Bi Sur kini membantu pekerjaan Hera di rumah. Pak Jaya juga medampat tugas tambahan, yaitu menjemput Dhika dan Radhit ke sekolah.
"Semoga aja bener perempuan, ya, Bu." tambah Ina yang sedang memangku putra pertamanya yang ia lahirkan lima bulan yang lalu.
Nia mengangguk.
Gen laki-laki di keluarga Hera maupun Sabian memang kuat. Bisa dilihat dari sepupu-sepupu Hera yang kebanyakan laki-laki dan Viya adalah satu-satunya adik perempuan Sabian.
"Kamu mau kalo makan apa bilang Ibu, ya." Nia hari ini mengunjungi putri sulungnya diantar Ina.
Hera mengangguk pelan.
Tak lama, Pak Jaya sudah kembali membawa Radhit yang baru pulang dari pre-schoolnya. Anak itu berlari kecil menghampiri neneknya.
"Oma! Oma pa kabar?" tanya Radhit memeluk Nia.
"Baik, Sayang. Radhit udah sekolah, ya?" tanya Nia.
"Iya, Oma. Radhit ada banyak temen." celoteh Radhit.
"Bi Sur, bikinin minum buat Pak Jaya di depan, ya." Hera memanggil pelan asisten rumah tangganya itu.
"Iya, Bu." balas Bi Sur.
"Halo, adek Raefal..." sapa Radhit pada adik sepupunya itu.
"Lucu, ya, Raefal?" tanya Nia pada Radhit.
"Iya, Oma." balas Radhit masih memerhatikan si kecil Raefal.
"Nanti adik bayi yang ada di perut Bunda kayak Raefal, Sayang." jelas Nia.
"Wah, iya, Oma?" tanya Radhit takjub, salah satu sifat yang Dhika juga punya.
"Iya, Sayang." balas Nia mengelus puncak kepala cucunya.
Saat Dhika sampai di rumah dengan Pak Jaya yang menjemputnya, Nia dan Ina pamit pulang. Senang rasanya Hera dikunjungi seperti ini.
"Dhika sama Radhit dijaga Bundanya, ya. Bantu Bunda kalo repot." nasihat Nia pada kedua cucunya.
"Siap, Oma!" seru keduanya kompak.
"Ra, dimakan, ya, masakan Ibu." pesan Nia pada putrinya.
Hera mengangguk.
"Dadah Oma! Dadah Tante Ina! Dadah Raefal!" seru Radhit saat mobil yang dikendarai Pak Jaya berjalan menjauh.
Sementara Hera dan Dhika hanya melambaikan tangan di teras. Setelah itu, mereka masuk ke dalam bersama. Mereka menunggu kedatangan Sabian.
Halo! Aku mau ngabarin kalo mulai Senin aku bakal sibuk ngerjain tugas OSPEK. Takutnya cerita ini ga kehandle sama aku. Jadi aku mau wanti-wanti kalo buku ini bakal slow update mulai Senin. Tapi aku bakal usahain update setiap hari.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Cerita Pendek[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...