14

8.5K 565 3
                                    

"Bunda, Sayang. Bunda." Hera membimbing Dhika untuk memulai kata pertamanya.

"Ayah dong, Sayang. Ayah." Sabian tidak mau kalah.

Kini keduanya sedang dalam perjalanan ke Bandung. Mereka akan menginap selama dua malam di sebuah villa yang disewa keluarga Pratama. Karena setelah dipikir-pikir, Sabian dan Hera belum pernah liburan setelah Dhika ada.

Dhika yang berada di pangkuan Hera tidak berhenti bergumam. Gigi-gigi kecil itu sudah membantu mulutnya berbicara. Belum lagi, Dhika beberapa kali meminta Hera untuk mengangkatnya supaya ia bisa berdiri. Dhika tergelak riang melihat mobil yang melintas di sampingnya.

"Nda!" pekikan pelan Dhika mengalihkan perhatian kedua orang tuanya.

Hera selalu merasa emosional saat mendapati perkembangan baru dari putranya. Sabian bisa melihat mata istrinya yang mulai berkaca-kaca.

"Apa, Sayang? Ayo Bunda mau denger sekali lagi." tanya Hera yang setelahnya mengecup pipi gembil Dhika.

"Nda..." gumam Dhika pelan.

Hera tak berhenti mencetak senyum di bibirnya, "Aku ga nyesel berhenti kerja, Bi. Dhika lebih dari itu."

Sampai di Bandung malam itu, Hera dan Sabian langsung disambut keluarga besar Pratama. Dinda, ibu kandung Sabian juga ada di sana bersama Saviya dan suaminya. Dua adik laki-laki Sabian, Sahaab dan Zaraan menyambut kakak tersayangnya itu. Sahaab dan Zaraan tidak satu ibu dengan Sabian dan Saviya. Dua kakak beradik itu kini sedang menuntut ilmu di Benua Australia.

"Cucu Opa..." Pak Wisnu menyambut kedatangan cucunya yang sebenarnya baru minggu lalu ia temui.

"Ada rencana nambah ga, Ra?" celetuk Saviya.

Hera tersenyum malu, "Kalo Dhika udah tiga atau empat tahun mungkin. Pengen fokus ngurus Dhika dulu."

Sabian menyetujui rencana Hera itu. Ia mengerti betapa lelahnya Hera mengurus Dhika sendirian. Sabian tahu dirinya tidak sebanyak itu membantu Hera mengurus Dhika. Jadi, ia setuju saja ketika Hera meminta pendapatnya mengenai ini.

"Kamu tau impian baru aku apa?" tanya Hera malam itu setelah mimpi sebelumnya ia tinggalkan, melanjutkan pendidikan dan tetap berkerja.

Sabian menoleh ke arah Hera, menunggu perempuan itu menjawab.

Ditatapnya Dhika yang sedang berada di pangkuannya, "Mendidik Dhika biar jadi orang yang terbuka nantinya, yang ga egois, dan punya mimpi kayak Ayah Bundanya."

Maaf banget buat late updatenya. Aku gatau apa yang aku mau tulis di cerita ini sebenernya. Jadi mohon bersabar kalo aku lama updatenya, aku mau cerita ini punya rasa. Maksimal seminggu sekali deh.

Love, Sha.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang