Menyantap sarapannya, Hera malah langsung berlari ke wastafel terdekat. Ia memuntahkan seluruh makanan yang baru saja ia makan. Selalu seperti itu sejak awal kehamilan, lebih dari sebulan yang lalu. Sabian di belakangnya mengurut tengkuk istrinya.
"Bunda gapapa?" tanya Dhika khawatir.
Hera mengelap bibirnya dengan tissue yang diberikan Sabian, "Gapapa, Sayang."
"Dhika di rumah aja, ya, jagain Bunda." ucap Dhika spontan.
Radhit yang ada di samping kakaknya itu ikut mengangguk, "Radhit juga mau jaga Bunda."
Hera tersenyum kecil, "Kalian sekolah aja. Nanti jam sepuluh, kan, ada Bi Sur dateng nemenin Bunda." balasnya.
Kedua putranya itu malah menatapnya khawatir.
"Nurut Bunda, ya. Dhika sama Radhit harus sekolah." tambah Sabian, "Nanti kalo ada apa-apa sama Bunda, Ayah jemput kalian."
Akhirnya kedua anak laki-laki yang sedang khawatir dengan bundanya itu menuruti perkataan ayahnya. Mereka berdua pamit setelah menyantap sarapannya.
"Kamu harus tetep makan walaupun muntah-muntah. Ga mau dimarahin dokter Ghina lagi, kan, gara-gara berat badan kamu turun terus?" pesan Sabian sebelum menyusul kedua putranya masuk ke dalam mobil.
Hera mengangguk, "Iya. Kamu hati-hati nyetirnya." ia menyalami tangan suaminya.
Sabian mencium puncak kepala Hera, "Telpon aku kalo kenapa-napa."
Hera mengangguk.
Setelah mobil yang dikendarai Sabian hilang dari pandangannya, Hera kembali masuk ke dalam rumah. Tidak melakukan kegiatan apapun selain menonton televisi. Ia mengecek email di ponselnya, siapa tahu ada pesan penting masalah pekerjaan.
"Assalamu'alaikum." salam Bi Sur masuk ke dalam rumah melalui pintu samping.
"Wa'alaikumsalam, Bi." balas Hera.
"Ibu mau makan siang apa nanti?" tanya Bi Sur.
"Apa aja, Bi. Yang penting ada daging sama sayurnya." balas Hera menghentikan kegiatannya dari laptop sejenak.
"Siap, Bu." balas Bi Sur, "Kalo gitu saya ke belakang dulu, ya, Bu."
Hera membalasnya dengan anggukan.
Hera kembali fokus pada laptop di pangkuannya. Ia kembali membaca email-email yang belum sempat ia baca kemarin. Hera masih bekerja. Ia bekerja menjadi penulis buku dan juga penulis naskah. Email yang sering diterimanya biasanya berisi tentang penerbitan buku atau permintaan kerja sama supaya buku Hera yang sudah diterbitkan bisa ditayangkan di layar lebar.
Ponsel Hera yang ia letakkan di sampingnya di atas sofa, bergetar. Nama Monica Talea tertera di sana. Hera mengernyit bingung. Ada urusan sepenting apa Monica meneleponnya?
"Halo, Mbak?" Hera mengangkat telepon rekannya itu.
"Pagi, Ra. Gue mau nawarin kerjaan, nih." sambut Monica dari seberang sana.
"Kerjaan apa lagi, Mbak?" tanya Hera.
"Buku lo yang nyeritain tentang lo sama Sabian boleh gue film-in ga?" tanya Monica yang saat ini sudah menjabat sebagai produser.
Hera berpikir sebentar, "Bo-boleh, sih, Mbak."
"Serius, Ra? Semudah itu gue minta izin lo? Soalnya gue denger buku lo ditawar sama rumah produksi lain juga." jelas Monica.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Historia Corta[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...