Hera datang mengantar Sabian ke persidangan terakhir suaminya. Selama proses yang panjang ini, Sabian hanya dimintai keterangan sebagai saksi. Juga, tidak ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Sabian terlibat. Dan sebelum semuanya sampai ke telinga polisi, Sabian memang sudah menemukan kejanggalan di perusahaannya.
Sebelum masuk ke ruang sidang, Hera meyakinkan Sabian bahwa semuanya akan berakhir dengan baik. Hanya dengan tatapan dan ekspresi wajah, Sabian meyakinkan istrinya untuk tidak terlalu khawatir. Mereka menggenggam tangan satu sama lain dan berdoa supaya bisa melewati fase ini.
Hera akhirnya pergi terlebih dahulu ke pintu utama ruang sidang. Matanya menangkap sosok sahabatnya, Tarra. Ia datang sendirian.
"Lo ngapain di sini, Tarra?" tanya Hera menghampiri sahabatnya itu.
"Nemenin lo. Lo sendirian, kan?" balas Tarra, "Maaf yang lain pada punya acara, jadi mereka ga bisa ikut."
"You don't have to do this, Tar. Gue udah seneng baca pesan kalian dari semalam." balas Hera.
"Lo ngusir gue, nih?" tanya Tarra pura-pura kesal.
"Bukan itu maksud gue."
"Lo selalu bilang kalo kontak langsung itu lebih dari apapun, kan, Ra. I just want to be there for you. Kita ini udah sahabatan hampir dua puluh tahun, Ra. Selagi gue bisa ngasih support langsung ke sahabat gue, kenapa engga?" jelas Tarra.
"Thank you so much, Tar." balas Hera.
Tarra duduk di sebelah Hera selama persidangan berlangsung. Sahabatnya itu tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Ia juga kenal dengan Sabian, ia yakin suami sahabatnya itu akan bisa melewati ini.
Hera membuang napas lega saat hakim menyatakan putusannya. Kelima tersangka ditetapkan sebagai terdakwa dan Sabian berhasil membawa kasus ini sampai akhir.
"Selamat, Sayang." Tarra memeluk Hera dari samping, "Lo hebat, Ra. Lo sahabat dan istri yang hebat, Ra."
Mata Hera berkaca-kaca menatap suaminya yang kini juga sedang menatapnya, "Thank you." ucapnya tanpa suara.
Sabian memang punya jabatan yang tinggi di kantor. Tapi ia juga punya tanggung jawab yang besar. Hera paham ia juga akan menghadapi ujian yang lebih besar dari perempuan lain yang memiliki suami pekerja kantoran biasa. Dan Hera kagum dengan kegigihan suaminya itu.
Bisa dibilang, Sabian ini perfeksionis. Ia tetap memperjuangkan kebenaran walaupun ia tahu dunia bisnis ini tak akan sebersih itu. Tapi Hera yakin, suaminya memang berniat baik dan Tuhan memberikan jalannya. Masalah ini menjadi ajang bersyukur bagi Hera. Mungkin ia lupa bersyukur kemarin-kemarin.
Keluar dari ruang sidang, Hera langsung mencari Sabian. Ia langsung berlari dan memeluk suaminya erat. Sangat erat. Ia tidak tahu akan sekuat apa jika tanpa Sabian.
"Makasih banyak, Ra." bisik Sabian.
Chapter terakhir udh dalam hitungan jari.
Enjoy!
Love, Sha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Short Story[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...