Sore itu, sesuai rencana, keluarga kecil Pratama itu singgah di sebuah mall di bilangan Jakarta Pusat. Tentu kehadiran mereka di tengah keramaian pengunjung membuat mereka menjadi pusat perhatian. Sesederhana apapun mereka berpakaian, ada saja orang yang mengenali mereka. Apalagi Dhika yang nyatanya memiliki penggemar sejak hari kelahirannya.
Tak jarang ketika keluarga kecil itu sedang berada di tempat umum, banyak yang ingin berfoto bersama. Hera dan Sabian tidak pernah menolak. Mereka berdua adalah pasangan yang senang mengenal orang baru.
"Makasih, ya, Kak." kata salah satu dari gerombolan gadis yang meminta foto bersama.
"Sama-sama." balas Hera tak kalah ramah.
Ada pula beberapa orang yang tidak mau mengganggu waktu Hera dan Sabian. Mereka hanya menyapa sambil tersenyum dan memberi lambaian tangan pada si kecil Dhika.
Memasuki area supermarket, Hera dan Sabian mengambil troli masing-masing. Ini sudah sering terjadi. Jika troli milik Hera berisi kebutuhan sehari-hari, maka Sabian berisi camilan-camilan tidak pentingnya. Hal itu tentu membuat Hera sedikit sangsi karena ia selalu memasak makanan yang sehat. Percuma rasanya ia melakukan hal itu.
"Dhika mau ikut Ayah." Dhika meminta ayahnya menggendong dirinya supaya ia bisa duduk di dalam dudukan troli.
"Ya udah. Bunda ke bagian sayur sama buah, ya." Hera menaruh tasnya di dalam troli dan berlalu dari putra dan suaminya.
"Meluncur!" Sabian berseru sambil mendorong trolinya.
Hera berkeliling mencari bahan-bahan makanan yang habis di rumah. Setelah mendapatkannya, ia menimbangnya. Saat Hera beralih ke bagian sabun, ia mendapati Sabian dan Dhika di area makanan ringan. Hera menghampiri mereka, mengecek apa saja yang Sabian masukkan dalam troli.
"Ayah, nanti Bunda marah." kalimat Dhika tentu membuat Hera makin penasaran.
Hera sampai di samping troli yang di bawa Sabian, "Mas, jangan permen sama coklat." pintanya pada Sabian.
Hera tidak akan membiarkan Sabian merusak apa yang telah ia jaga. Gigi susu Dhika yang bersih dan rapih. Hera tidak mau Dhika kehilangan gigi susunya sebelum waktunya. Ia tidak akan membiarkan makanan manis itu merusak gigi putranya.
"Sekali-sekali. Kasian Dhika jarang makan coklat." balas Sabian.
Hera bergerak mengembalikan makanan-makanan manis itu, "Kamu tau, kan, kenapa aku jaga Dhika dari makanan manis ini?"
"Tuhkan, Ayah. Bunda marah." Dhika berkata pelan.
"Gapapa sekali-kali, Ra." Sabian menghentikan lengan Hera.
"Engga sebanyak ini." kata-kata Hera terdengar tajam di telinga Sabian, "Satu aja, ya, Nak." katanya beralih pada Dhika.
"Iya, Bunda."
Hera tersenyum menang karena Dhika adalah anak yang paling menuruti perkataannya. Dan Sabian harus mengalah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Step
Cerita Pendek[COMPLETED] Hera Anindhita dan Sabian Pratama diuji dalam kehidupan pernikahan mereka. Hera bersiap untuk menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak. Sabian juga mendapat pengalaman pertamanya sebagai ayah. Mereka berdua berusaha menjadi orang tu...