53

7K 281 2
                                    

Sabian kembali pada rutinitasnya sebagai CEO di stasiun televisinya. Hera juga mulai aktif kembali menulis. Apalagi banyak yang ingin tahu cerita selanjutnya yang akan diangkat Hera ke dalam buku selanjutnya. Dhika, Radhit, dan Syifa menjalani harinya kembali ke sekolah. Semua sudah berjalan seperti sebelumnya.

"Nanti siang Syifa dijemput Pak Jaya, ya. Terus ke rumah Oma. Bunda ada acara sampe sore soalnya. Gapapa, kan?" tanya Hera pada putrinya yang kini makin terlihat cantik.

"Iya, Bunda."

"Nanti kalo Ayah bisa, Ayah aja yang jemput Syifa, ya." tambah Sabian.

"Serius, Yah?" Syifa ini anak papa seratus persen.

Sabian mengangguk.

"Cie, Abang pake putih abu-abu!" seru Radhit melihat Dhika yang mengambil duduk du seberangnya.

Syifa memandang kakaknya itu tanpa berkedip. Adik bungsu Dhika itu adalah penggemar nomor satunya.

"Bun, Radhit ke rumah Rayyan, ya. Nanti pulang naik ojek aja." izin Radhit.

"Oke."

Hari ini, Hera diundang menjadi pembicara utama dalam acara berbagi sudut pandang yang diadakan sebuah organisasi. Awalnya ia sedikit ragu karena ia tidak seahli itu tentang kehidupan, tapi Sabian meyakinkan Hera untuk mengambil kesempatan ini.

Sabian dan anak-anak pun pamit. Hera kembali ke rutinitas rumah tangganya. Pukul delapan nanti ia akan berangkat menuju lokasi seminar.

"Assalamu'alaikum. Selamat siang, semua." perempuan berjilbab itu membuka sesi berbaginya.

Hera menarik napas sejenak, "Saya di sini mau berbagi cerita aja, ya. Saya ga bermaksud untuk menggurui. Tapi semoga cerita saya bisa jadi bahan referensi untuk temen-temen di sini. Makasih buat yang udah nyempetin waktu buat dateng ke sini."

Hera pun membagikan cerita kehidupan rumah tangganya yang sempat membuat gempar para penggemar stasiun televisi berseragam biru dongker itu. Panitia memang memintanya berbagi mengenai topik tersebut. Selain menjadi pembicara, Hera juga bisa bertemu dengan teman-teman yang mengikuti buku dan filmnya. Di forum ini, tidak hanya Hera yang membagikan ceritanya, tapi juga para pendengar yang hadir siang itu.

"Selamat siang, nama saya Davina. Saya mau nanya, apa sih yang bikin Mbak Hera bertahan sampe sejauh ini sama suami Mbak?" tanya perempuan berambut sebahu yang duduk di tengah-tengah.

Hera tersenyum, "Apa, ya. Saya sih ga pernah berpikiran yang buruk mengenai pernikahan saya. Karna saya tau Allah sangat membenci perceraian. Mungkin banyak orang berpikir saya bisa aja minta pisah sama suami. Tapi saya memilih untuk bertahan. Orang-orang di sekitar saya pun meminta saya untuk bertahan. Saya bersyukur akan hal itu."

"Lalu, saya juga memikirkan apa yang saya dan suami saya korbankan untuk pernikahan ini. Saya ga mau pengorbanan saya di masa lalu menjadi sia-sia hanya karena ego saya. Saya juga memikirkan anak-anak. Hidup saya berubah setelah punya anak-anak. Mereka bikin lebih kuat. Itu, sih. Saya yakin setiap orang punya alasan tersendiri untuk bertahan. Dan setiap orang juga punya ujiannya masing-masing. Allah tahu batas kemampuan umatnya dan Dia ga akan ngasih ujian jika umatnya ga mampu. Yakin saja, bahwa ujian itu akan lewat."

Mau lanjut?

Enjoy!

Love, Sha.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang