04

13K 821 3
                                    

Pak Dam, supir keluarga Pratama menjemput Sabian dan Hera. Setelah itu mereka pergi ke kediaman Pratama untuk menjemput Pak Wisnu dan mengantar Hera. Kedatangan Hera disambut oleh Viya.

"Ra, lo besok ada acara ga?" tanya Viya yang sedang berbaring di atas kasur.

Hera berbeda lima tahun dengan Sabian, sementara Viya hanya berbeda dua tahun dengan Sabian. Ini mengapa Viya tidak menggunakan embel-embel kakak atau semacamnya. Hera dan Viya mengobrol selayaknya teman seumuran.

"Sayangnya, udah. Kenapa emang?" tanya Hera yang sedang sibuk membersihkan riasannya.

"Tadinya mau ngajak lo ketemuan sama Gibran. Belom pernah kan ngobrol langsung?" balas Viya.

Hera tersenyum, "Akhirnya lo mau nyusul juga. Rencananya kapan?"

Viya bangkit dan duduk di atas kasurnya, "Bulan depan. Mepet ga sama lahiran lo?"

"Engga, sih." Hera diam sebentar, "Nanti aja ketemuan sama Gibran bareng sama Bian juga. Gimana? Soalnya gue udah izin ketemuan sama temen-temen."

"Ya, udah, deh." Viya mengalah.

"Lagian besok kan malem Minggu. Lo jalan berdua aja sama Gibran." saran Hera yang sudah ikut berbaring di kasur.

"Perut lo makin besar aja, ya, Ra." Viya memerhatikan perut Hera, "Susah ga sih lo ngantor kayak gini?"

Di kantor, keduanya jarang berinteraksi karena bidang pekerjaan yang berbeda. Jadi, di sinilah pertanyaan Viya akan dijawab oleh kakak iparnya.

"Kadang pegel banget kalo duduk kelamaan. Paling itu, sih." jawab Hera yang sudah memprediksi bahwa Viya akan bertanya banyak hal.

"Ra, lo sama Mas Bian suka berantem ga, sih?" tanya Viya.

"Lo parno karna mau nikah, ya?" tanya Hera balik.

Viya mengangguk.

"Gue jarang sih berantem sama Bian. Hampir ga pernah. Cuma kalo kesel ya pasti ada. Tapi dari pada ngeluarin emosi di saat itu juga, kita lebih milih ngambil waktu buat sendiri. Baru deh diomongin bareng. Yang penting komunikasi, sih. Biar ga ada salah paham." jelas Hera.

"Ya, pokoknya suami itu yang bakal paling ngerti lo nantinya. Lo juga bakal paling ngertiin dia. Let it flow aja, Vi." lanjut Hera ketika melihat ketidakyakinan di muka Viya.

I wanna keep this story simple.

The Next StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang