46. Susu Pisang Kembali

5.2K 612 38
                                    

Taehyung hanya takut—bukan, Taehyung sangat takut kalau Jungkook akan bertindak macam-macam. Karena dia tahu betul seberapa kalutnya pikiran yang dihantui dengan kenangan buruk. Dia tidak akan bisa berpikir jernih. Taehyung takut kalau susu pisangnya akan melakukan hal yang dulu pernah Taehyung lakukan terhadap dirinya. Menyakiti fisiknya. Bahkan berulang kali mencoba untuk bunuh diri. Dengan keyakinan kalau rasa takut dan trauma pada pengalaman menyakitkan itu berhenti menggerogoti jiwanya.

Berulang kali dia berdoa dalam hati agar susu pisangnya baik-baik saja. Di mana pun dia berada sekarang, Taehyung berharap Tuhan melindunginya. Tuhan memeluk tubuh susu pisangnya, merengkuh tubuhnya yang sedang rapuh itu agar luka yang dia rasakan bisa tersamarkan. Semoga Jungkook mendapatkan kehangatan dan ketenangan yang diberikan oleh Tuhan saat ini. Atau setidaknya, ada orang lain yang melakukan hal itu sekarang walau orang itu bukanlah Taehyung.

Bocah itu terus-terusan menangis hingga sesenggukan sambil meringkuk memeluk tubuhnya sendiri di depan pintu flat milik Jungkook, hingga dia tidak sadar kalau seseorang baru saja keluar dari flat miliknya.

"T-Taehyung..."

Tubuh Taehyung masih bersandar pada pintu flat bernomor 201. Rasanya Taehyung begitu lemas untuk sekadar mendongak ke arah suara yang terdengar begitu familier. Ingin sekali Taehyung berharap, namun takut kalau pada akhirnya hanya rasa kecewa yang menyelimuti hatinya—seperti yang sudah-sudah. Taehyung ingin berharap, kali ini saja, tolong biarkan Taehyung berharap. Berharap kalau suara yang dia dengar kali ini bukan hanya halusinasinya saja, karena Taehyung sudah begitu merindukannya.

Taehyung mencoba menoleh ke arah kanannya. Mengumpulkan sisa-sisa tenaga yang ada dan sebuah harapan kecil. Sosok itu, orang yang sangat amat dia rindukan, orang yang membuat Taehyung khawatir saat ini hingga seluruh tubuhnya lemas dan air matanya terkuras habis, dia ada di hadapannya. Dengan tatapan yang biasa, namun kali ini terasa begitu menyakitkan—penuh dengan luka. Taehyung membeku sejenak untuk menatapi wajah orang itu, sekaligus meyakinkan kembali dirinya kalau ini bukanlah mimpi atau khayalan saja.

Hingga beberapa saat sosok itu masih tetap berdiri di sana, menatap mata Taehyung dengan lekat seakan meminta dirinya untuk menghambur dalam pelukannya. Kedua pasang mata itu yang terluka namun saling mendamba. Hingga akhirnya Jungkook menghampiri Taehyung, memeluk tubuh anak itu dengan begitu erat. Seakan takut tidak ada hari esok untuk mereka berdua. Jungkook mendekapnya tanpa berkata apa pun. Matanya terpejam menikmati momen ini. Momen di mana Taehyung berada di pelukannya. Pria manis itu sudah tidak bisa menangis lagi karena kali ini rasanya begitu indah, kali ini semesta begitu baik padanya.

"Biarkan seperti ini, aku ingin seperti ini dulu."

Taehyung bahkan tidak bergerak sedikit pun saat Jungkook mengatakan itu. Tidak, dirinya tidak akan mau menghentikan momen ini. Memang inilah yang ingin Taehyung lakukan sejak lama. Dia ingin memeluk tubuh pria yang paling dia sayangi itu dan enggan untuk melepaskannya.

"S-susu pi-sang, aku ta-takut..."

Napas Taehyung masih belum teratur, untuk berbicara saja dia sulit. Namun tetap, Taehyung ingin Jungkook tahu apa yang dia rasakan. Seberapa besar rasa takutnya tadi, seberapa besar rasa rindunya, rasa sayangnya. Taehyung ingin Jungkook tahu kalau apa pun yang terjadi, sebesar apa pun masalah yang Jungkook hadapi, sesakit apa pun itu Taehyung akan berada di sisinya. Jungkook tidak pernah sendirian.

"Ssh, jangan bicara dulu."

Taehyung tidak mengindahkan perkataan Jungkook. Wajahnya dijauhkan sedikit dan menatap wajah Jungkook dengan kesal. Tidak peduli pipinya yang basah karena air mata dan seluruh wajahnya memerah.

"Tidak mau! Aku khawatir, tahu tidak? A-aku panik saat eomma-mu menghubungiku. Aku pikir kamu akan bertindak yang macam-macam. Aku hampir meminta supir taksi untuk mengantar ke sungai Han, karena takut kamu berniat untuk menceburkan dirimu lalu membeku. Aku taku—"

"Ssh, aku hanya ingin memelukmu. Sebentar saja, ya?"

Taehyung membiarkan mereka tetap seperti itu. Membiarkan Jungkook memeluknya erat walau posisi mereka kini terasa kurang nyaman. Tidak peduli dengan lantai dan angin dari lorong flat lantai dua yang mulai terasa dingin, karena pelukan mereka berdua sudah cukup membuat hangat.

"Susu pisang, biarkan aku membantumu. Pasti rasanya berat dan sakit sekali, kan? Bagi rasa sakit itu denganku, aku akan menggenggam tanganmu dan menangis untukmu. Aku—"

Jungkook menggeleng, lalu menyentuh bibir Taehyung dengan jari telunjuknya. Mengisyaratkan pria manis itu untuk diam, tidak perlu melanjutkan perkataannya. Lalu dia kecup bibir tebal milik Taehyung yang sudah lama sekali tidak dia rasakan. Mereka berdua terpejam walau itu hanyalah sebuah kecupan kecil. Kecupan yang rasanya tidak pernah berubah. Sama halnya dengan perasaan mereka yang tidak pernah berubah.


.

.

.

Warning; disturbing scenes, blood.

Darah segar, pekat, mengalir di jalan raya yang tertutup salju tipis. Mata bulat Jungkook merekam itu semua dalam diam, karena untuk menangis bahkan teriak saja tidak bisa. Jadi dia menyaksikan kejadian itu tanpa bisa melakukan apa pun, hanya bisa menyaksikan dengan kedua matanya sendiri.

Darah, darah, darah. Teriakan pria di hadapannya. Semuanya terekam jelas dalam kepala Jungkook. Ini pasti mimpi buruk, pikir Jungkook. Mimpi buruk, ini hanyalah mimpi buruk, mimpi buruk lainnya. Ini bukan kenyataan dan tidak mungkin menjadi nyata. Sebentar lagi dia akan terbangun dengan peluh yang membanjiri sekujur tubuhnya, sebentar lagi dia akan terbangun dan menyadari dirinya sudah berada di ranjang empuknya. Sebentar lagi.

Namun dia tak kunjung bangun. Darah di hadapannya juga masih mengalir. Bedanya, pria itu sudah tidak sanggup lagi bergerak seperti beberapa saat lalu. Darah, darah, darah, lalu sirine polisi yang akhirnya mendekat menuju tempat di mana Jungkook berada. Dia masih tetap membeku, matanya tidak mengarah ke petugas yang turun dari mobil dan sibuk berbicara pada kawannya melalui walkie talkie. Mata bulatnya menatap lurus ke darah yang dari tadi mengalir dari perut pria itu.

Hingga akhirnya cahaya teranglah yang dilihat oleh Jungkook, lalu berganti dengan pandangannya yang menggelap.


.

.

.


All the love, Bae.

FLAT 202; The Fall | KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang