41. Malaikat Kecil

4.2K 625 181
                                    

Entah mengapa musim panas selalu saja menjadi musuh terbesar Taehyung. Namjoon hyung, Seokjin hyung dan Appa, mereka semua meninggalkan Taehyung di musim panas beberapa tahun yang lalu. Meninggalkan Taehyung dengan luka yang begitu dalam. Membawa pergi kebahagiaan dan kehangatan keluarga yang selama ini dia rasakan, hingga akhirnya rasa sakit dan sepi yang menemani keseharian Taehyung.

Memang benar ada Jimin dan Yoongi hyung yang selalu menemani anak itu, namun rasanya tetap saja berbeda. Hingga akhirnya Jungkook datang. Jungkook si penyembuh luka dan rasa sepi yang dulu memasung jiwanya pada jurang rasa sakit. Mengisi hari-hari Taehyung dengan kasih sayang selama hampir satu tahun ini. Melengkapi jiwa Taehyung yang hancur berkeping-keping karena lukanya.

Jungkook akan menggenggam tangan anak itu ke mana saja mereka pergi. Memeluk tubuh ringkih Taehyung dengan erat dan menjanjikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Membuat Taehyung perlahan melupakan rasa sakitnya dulu dan tergantikan oleh hari-hari bahagia yang penuh kasih dengan rasa sayang dari Jungkook. Namun kini dia juga kehilangan Jungkook, kali ini dia kehilangan si penyembuh dan pengisi hari-harinya yang sempat kelam itu.

Kelam, gelap, kehilangan arah, itulah Taehyung beberapa waktu yang lalu. Hingga akhirnya Jungkook datang dan menawarkan perlindungan kepada anak itu—secara tidak langsung. Perlindungan dan kasih sayang yang baru sekali dia rasakan dalam hidupnya. Jungkook yang mencintai Taehyung dengan caranya sendiri. Jungkook yang mencintai Taehyung sebesar dunia. Namun semua sudah terjadi. Taehyung sudah kehilangan Jungkook karena kebodohannya sendiri.

Benci. Taehyung membenci musim panas, juga membenci dirinya sendiri. Taehyung benci setiap sudut kota Seoul yang pernah dia lewati bersama Jungkook. Karena memutar kembali memori kala tangannya digenggam oleh Jungkook dengan eratnya sambil menyusuri jalan-jalan itu. Gang-gang kecil dan taman tersembunyi di setiap sudut kota Seoul menjadi saksi manis kisahnya bersama Jungkook.

Taehyung tersenyum kecut. Sebuah ingatan akan hari di mana tangan Jungkook merangkul dan menggenggamnya melintas dalam benaknya. Saat Jungkook sengaja berjalan lebih lambat hingga Taehyung berada beberapa langkah di depannya, agar dia bisa mengambil gambar Taehyung secara diam-diam. Semuanya meriuh dalam kepala Taehyung, membuat rasa pening tiba-tiba datang. Sial.

Taehyung bahkan kini benci melihat subway, benci melihat halte bus, benci melihat taman kampusnya. Dia kembali membenci banyak hal. Benci, karena selalu ada Jungkook di sana. Pada kenyataannya Jungkook tidak ada, semua itu hanya bayang-bayangnya.

Mata Taehyung terpaku lama sekali, melihat sepasang kekasih yang beberapa menit lalu lewat di hadapannya. Dulu ada Jungkook yang melakukan itu, sambil mendengarkan ocehan Taehyung tentang hari yang dilewati. Kini dirinya terjebak sendirian di halte bus saat hujan di tengah musim panas yang begitu tiba-tiba. Hanya Taehyung seorang diri. Sambil memeluk erat tas di hadapannya dan berharap kalau hujan segera reda agar dia bisa kembali ke flat tanpa basah kuyup.

Kakinya dia gerak-gerakkan sembarang. Lalu wajahnya tertunduk melihat genangan air di jalan raya. Ponselnya mati karena kelalaiannya yang tidak mengisi penuh daya. Kalau tidak pasti dia sudah bisa menelepon Jinyoung atau Jihoon, meminta kedua anak itu untuk menjemputnya ke halte. Taehyung jadi tidak perlu menunggu hujan yang begitu deras ini terlalu lama.

"Bodoh. Taehyung bodoh, kenapa tidak melihat ramalan cuaca tadi pagi?" anak itu menggerutu sendirian, masih sibuk menggerakkan kaki dan cemberut di bangku halte.

"Aku benci musim panas, apalagi hujan di musim panas." katanya lagi.

Namun sayangnya, hujan di musim panas itu tetap mengguyur seluruh kota tanpa ampun. Tidak peduli apa yang ada di ramalan cuaca pagi tadi.

Taehyung terlalu sibuk menggerutu dengan genangan air di dekat kakinya, hingga dia tidak menyadari kalau ada anak laki-laki lucu yang berdiri beberapa langkah dari tempatnya duduk. Tangan kanannya memegang payung yang melindungi dirinya dari hujan dan tangan kirinya terulur pada Taehyung. Anak itu menyodorkan satu payung berwarna bening ke arah Taehyung yang masih cemberut dengan tas di pelukannya itu.

"Permisi hyung cantik, aku punya dua payung. Hyung boleh meminjam satu milikku." kata anak itu.

Barulah wajah Taehyung yang selama lebih dari lima belas menit memandangi genangan air hujan itu langsung terangkat. Matanya mengerjap beberapa kali, alisnya mengerut bersamaan dengan garis-garis samar yang muncul pada keningnya. Tiba-tiba saja ada malaikat kecil yang berbaik hati memberikan payung kepadanya, tentu saja Taehyung bingung. "Untukku?"

"Iya, aku lihat dari tadi hyung cantik sedih menunggu hujan yang tidak kunjung reda." kata anak itu, jeda sebentar sebelum akhirnya dia menambahkan kata-katanya, "tidak perlu hyung kembalikan, kok."

Hati Taehyung menghangat, sungguh. Dia buka restleting tasnya, lalu mengambil satu botol susu pisang yang dia beli saat pulang kuliah tadi.

"Adik kecil yang baik hati, siapa namamu?" tanya Taehyung, tangannya terulur untuk mengelus kepala anak manis di hadapannya itu.

"Junghwan, hyung cantik."

Jung—bukan, bukan Jungkook.

Senyum Taehyung merekah, lebar dan indah sekali. Pipi gembilnya terangkat dan matanya menyipit. Dia sodorkan susu pisang itu kepada anak manis di hadapannya.

"Ini, susu pisang yang manis untuk membalas kebaikan hati Junghwan."

"Terima kasih, hyung cantik!" seru bocah itu.

Setidaknya, masih ada satu malaikat kecil yang bisa membuat Taehyung merasa sedikit lebih baik. Berkat malaikat kecil itu Taehyung tidak harus melanjutkan kegiatannya memandangi genangan air di jalanan, tidak perlu uring-uringan melihat pasangan pejalan kaki yang lewat di hadapannya. Terima kasih, Junghwan.


*


"Tan-ah, Franklin, appa pulang!" Taehyung letakkan payung putih pemberian Junghwan tadi di dekat pintu masuk, lalu dia lepas sepatunya dan langsung mengganti dengan sandal lucu kesayangannya.

Biasanya kedua anaknya itu sedang bermain bersama Jungkook kalau Taehyung pulang terlambat. Jungkook yang tertidur di hadapan komputernya yang menyala, lalu Yeontan tertidur di pangkuan Jungkook, Franklin juga sudah dimasukkan kembali ke kolam kecil miliknya. Kini Taehyung hanya bisa menghela napasnya, menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi.

Tidak, sudah cukup sedih-sedihnya. Hari ini Taehyung bertemu malaikat kecil yang begitu manis, dia tidak ingin merusak harinya yang sudah diperbaiki oleh Junghwan tadi.

Tapi omong-omong, ke mana perginya anak-anak Taehyung? Tidak ada sautan dari Yeontan, biasanya anaknya itu akan langsung menggonggong dan berlari menghampiri Taehyung. Tidak mungkin mereka berada di flat Jungkook. Lalu di mana?

Tenang, Taehyung-ah. Tadi Jinyoung berniat mengajak Yeontan dan Franklin bermain di halaman flat, namun digagalkan karena hujan yang tiba-tiba saja lebat. Jadi berujung mengajak kedua anak itu main di dalam flat Bae ahjumma. Franklin sibuk mondar mandir di dekat dapur, menemani Bae ahjumma sedang bersiap-siap memasak makan malam. Sedangkan Yeontan menemani Jinyoung dan Jihoon bermain video game.

Akhirnya Taehyung bisa bernapas lega saat membaca pesan dari Jihoon yang memberi tahu Taehyung hal tersebut. Dia manfaatkan waktu sendirinya untuk mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air hangat dan membuat tubuhnya merasa sedikit lebih santai.

Jangan pernah mengunci pintu saat mandi. Kata Jungkook, saat itu.

Kenapa?

Tidak apa-apa, aku hanya takut kamu melakukan hal bodoh.

Jeon Jungkook, Jeon Jungkook. Kenapa pikiran Taehyung hanya dipenuhi olehnya? Taehyung lelah.

"Susu pisang, jangan menyiksaku terlalu lama. Aku mohon."


.

.

.


All the love, Bae.

FLAT 202; The Fall | KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang