CG*first test*BB

2.7K 83 1
                                    

Hari senin, hari di mana siswa- siswi melaksanakan ujian tengah semester. Seperti pagi yang sebelumnya, Rafi menjemput Delliya, dan berangkat sekolah bersama. Banyak orang membicarakan keharmonisan Delliya dengan Rafi, makin hari makin lengket, terlebih lagi sahabatnya Rafi terlalu heboh dengan semuanya, hubungan mereka berdua tidak akan sejauh ini, kalau tidak di bantu sahabat Rafi maupun Delliya.

Perjalanan berhenti di parkiran sekolah, mereka berdua turun dari mobil, wajah Rafi tampak berseri dengan kacamata hitam bertengger di hidung yang macungnya itu. Delliya seperti biasanya, dengan memasang wajah datar yang super dingin. Berjalan tanpa beban apa pun, Delliya tidak memperhatikan siswa atau siswi yang melihat iri bahkan jijik terhadap dirinya. Tetapi Rafi memasang wajah ceria, jual mahal terhadap perempuan yang sedang mengagumi ke gantengannya. Setelah sampai di kelas Delliya, Rafi menahan dulu Delliya agar tidak langsung masuk ke kelas.

Tersenyum dengan menatap wajah Delliya. "Good luck dear, ingat taruhan kita, kerjain tuh soal-soal yang bener oke" ingat Rafi, dengan kekehan kecil.

Delliya mengerinyitkan dahinya, dan membuka kacamata hitam yang di pakai Rafi perlahan." gak salah hah, harusnya kamu yang berjuang mati-matian, inget yah bila ke dudukan ku berada di bawah kamu, satu permintaan" sombongnya dengan melipat kedua tangan.

Merasa gemas dengan ucapan serta tingkah laku pacarnya itu, Rafi menarik gemas hidung Delliya. "masih pagi udah gemesss cih Liyanya Rafi, jadi pengen nabok deh huh" ucapnya dengan tawa.

Delliya menepak kasar tangan Rafi, dan melotot ke arahnya. "sakitt Afi jelekkkk, afi jelek kek pantat kerbau" ledeknya setelah itu berlari masuk ke kelasnya dengan senyuman merekah, tanpa di sadari dia membawa kacamata Rafi.

"Delliyaaaaa hua gue kangen luuuu" teriak Claras dengan suara seratus oktafnya.

"Berisik" ucap Delliya, yang membuat Claras mengerucutkan bibirnya. "ngapain lu Whats App gue terus, dari hari sabtu?" tanya Delliya.

"lah kan gue mau kangen-kangenan sama lu pea, niatnya mau belajar bareng, tapi kan, ah males aja belajar sama lo, nyampe berjam-jam"

"dan lo gak belajar yah Cla?" tanya Alvi yang baru datang.

"yups, males gue belajar" sepelenya.

Delliya dan Alvi menggelengkan kepalanya, melihat kemalasan yang begitu malas dari orang-orang malas. Dengan acuh Delliya membiarkan Claras berbicara sampai dirinya berhenti  entahlah bicara yang tidak penting menurutnya, hanya Alvi yang merespon Claras, mereka saling berbagi cerita soal weekend nya sabtu dan minggu.

Tett.... Tettttt... Tettt.... (Bel masuk)

Yang artinya ujian pun di mulai, para pengawas membagikan kertas ulangannya. Delliya memandang soal-soalnya itu, kemudian mengisinya dengan santai, sepertinya soal-soal itu sangat mudah baginya. Sedangkan dua sahabatnya itu sedang berfikir keras, Alvi yang menggigit ujung bolpoin, Claras yang menepuk-nepuk kepalanya dengan bogeman tangan. Dan berbagai macam tingkah siswa- siswi lainnya.
Baru saja beberapa menit mengerjakan tugas, Claras sedang berusa berjuang mencari soal jawaban.

"sutt... suttt heh Liya, bantu gue anjirt susah banget" ucap Claras pelan. Tetapi Delliya hanya meliriknya sekilas, lalu mengerjakan kembali soal-soal yang harus dirinya isi. "Alvii suttt...  help mee heh lu kutil kuda, sama aja ajirrr, gak denger gue, hufttt pada jahat" ucapnya dengan oktaf yang sangat rendah. Claras hanya mengetuk-ngetuk otaknya saja, agar berjalan lancar, tetapi tetap saja tidak berfungsi.

Sedangkan di lain tempat, Rafi mengerjakan soal nya dengan santai sama halnya dengan Delliya. Sedikit mengerutkan dahinya, pertanda sedang berfikir, tetapi itu tidak lama dia langsung tersenyum tipis dan mengerjakan soal-soal itu.

"Fiii nomor 1 sampai 15 apa?" tanya Ricky.

"6 sampai 10?" Fardan.

Di ikuti Brayen "suttt... heh hah hoh fi, Rafiii ganteng, nomor 1 sampai 50 apaan?"

Rafi yang mendengar sahabatnya itu bukannya membantu, dia sengaja membiarkannya, dirinya pun belum selesai, buat apa urusin soal orang. Terus menerus saja sahabat nya meminta jawaban, pusing yang Rafi rasakan, sudah soal yang membuatnya merasa pusing di tambah lagi sahabatnya itu.

"hah apa Brayen, 1 sampai 50" teriak Rafi yang mengundang sepasang mata wanita gendut di meja depan, bahkan siswa siswi pun melihat ke arah Rafi, tetapi Rafi dengan santainya mengerjakan kembali soal-soal nya. Sebenarnya batin dia tertawa melihat keterkejutan Brayen, bahkan Ricky dan Fardan pun terdiam, dengan wajah cemas.

"Brayen!!!" suara wanita berkepala tiga menggema di ruang kelas, yang membuat bulu kuduk Brayen sukses berdiri semua. "mampus" batin Brayen.

Sedangkan Ricky, Fardan, hanya terdiam menahan tawa, tentu saja pasti yang kena Brayen, dia yang paling cerewet meminta jawaban kepada Rafi, dan hasilnya sukses membuat semua orang menahan tawa.

"ah, emm itu anu... bu gak ada apa-apa" elaknya.

Tetapi guru itu tidak menganggap ucapan Brayen benar, dia tidak percaya kepada muridnya itu, secara jawaban nya yang gugup serta wajahnya yang melongo seperti orang bego.

"Ke depan dan bawa kertas ujian mu!!" ucapnya lantang, dengan semirik wajah seram.

Dengan jalan lunglai, Brayen menyerahkan kertas ujiannya kepada guru pengawas. Wajahnya menampakan tidak peduli, bahkan memasang wajah tanpa dosa, berdiri dengan menatap Rafi yang sedang mengerjakan soal, tanpa melihat ke arahnya. Dua sahabatnya malah cekikikan di bangkunya masing-masing.

Srettt

Semua orang terkejut, kertas ujian itu di mutilasi dengan sangat kejam, membuat Brayen melongo melihatnya. Pengawas itu memberikan kertas ujian yang baru, dan menyuruhnya untuk mengerjakan ujian di luar. Brayen tidak dendam kepada Rafi dan dia bersyukur untuk mengerjakan ujiannya di luar kelas. Dengan cepat dia pergi ke luar, dan mengerjakan dengan santai, selalu ada kertas keluar dari jendela, kertas itu sebuah kunci jawaban yang di berikan Rafi, mesti tidak di beri jawaban 1 sampai 50, Rafi memberikan jawaban yang menurutnya Brayen bisa memiliki nilai sedikit melebihi KKM.

Begitulah Rafi dia tidak ingin di ganggu pada saat sedang sibuk maupun berfikir keras, apabila terjadi, sesuatu akan menimpa pada seseorang yang melakukan perbuatan itu padanya. Contonya Brayen, meski menjengkelkan Rafi, tetapi dia tetap sahabatnya, dia tidak tega melihat sahabatnya menderita.

Brayen yang di luar sibuk menyalin jawaban itu dengan cepat. Tinggal beberapa nomor lagi yang harus dirinya kerjakan, mengerahkan segala pikirannya, entah benar atau salah yang di jawabnya, tetapi harus percaya diri. Lebih baik hasil sendiri dari pada melihat contekan dari orang, itulah kata yang tidak pernah Brayen lakukan. Menurutnya susah untuk belajar, percuma mata menghadap ribuan buku bahkan miliaran kata-kata, kalo pikiran berkelana di tempat lain. Selesai, yah Brayen selesai mengerjakannya, bahkan dia tidak memeriksa kembali ujiannya.

tettt.......( Bel istirahat berbunyi)

Semua kelas, bahkan warga sekolah mengumpulkan lebaran-lebaran yang telah terisi, dan bersorak dengan lega, sudah terlepas dari soal-soal yang membuat orang menjadi penat untuk memikirkannya.

<•><•<•>

Cool Girl Vs Bad Boy [Revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang