Di sinilah mereka semua, berada di kantin, dengan satu meja yang sama. Fardan dan Rizky sibuk tertawa, tetapi yang di tertawakannya hanya diam dengan meneguk es lemon, terkadang berbicara pada pacarnya, terkadang terdiam melamun.
"tumben gak ngoceh lu bayem?" tanya Claras.
"kasian tau si Brayen, tadi tuh-,"
Sebelum selesai perkataan Fardan, Brayen terlebih dahulu menyela ucapannya. "Gak di makan tuh Dan makanan lo, sinih biar gue makan, laper banget duhh" ucapnya yang langsung mengambil batagor milik Fardan.
"makanan gue bangkek, sini kembaliin" Tetapi sebelum mengembalikan makanan itu, Brayen memindahkan terlebih dahulu batagor nya ke piring dirinya sendiri, kemudian memberikan piring kosong kepada Fardan.
"kasian dia, rakus banget sih, emang gak kenyang?" tanya Alvi.
"masih laper, mau aku makan kamu?" Brayen kembali bertanya, dengan semirik wajah yang serius. Mereka yang duduk di meja yang sama, melihatnya dengan bergidig ngeri, terutama Alvi langsung terdiam, dan sedikit menunduk.
"Tinggal beli lagi, apa susahnya, biar gue yang bayar" Rafi berkata dengan santai.
Fardan tersenyum senang. "serius" yang langsung di berikan anggukan oleh Rafi.
Rafi mengalihkan kembali penglihatannya, fokus melihat Delliya yang sedang beraktivitas memakan makanannya. Terlihat makannya lahap, tetapi badannya tidak pernah melebar. Mungkin itu sesuatu yang membuat dirinya banyak makan, atau mukjizat seorang perempuan. "soal yang mudah, benar kan Liya?"
"yap, easy" jawabnya dengan senyum miring.
"easy apaan susah gitu, gue aja sampe mau muntah lihatnya, terlalu pusing memikirkan soal sampai lupa memikirkan dia" Claras berucap dengan dramatis.
Tanpa di aba-aba, semua yang ada di sana tertawa, ke lebayan Claras kembali muncul. Karna perkataan Claras membuat geli di telinga Rizky, otomatis dengan kejailannya, memberikan sebuah sambel. "bucin terus, tuh makan arumanis enak kan, ya udah gue pergi dulu yah sobat semua, dan lo habiskan yang ada di mulut, jangan di buang mubazir" ucapnya dengan senyuman, setelah itu berlari pergi dari kantin dengan tawa yang menggelegar.
"pedesssss kamvret, arumanis apaan" Claras memuntahkan sambal yang ada di mulutnya. "Rizky gila kembali lo sini, jangan kaburrrr hah" teriak Claras, pergi untuk menyusul.
Dengan usulan yang bagus, Fardan mengemukakan pendapatnya. "Kalo belajar barengan gimana? nanti setelah pulang."
"yah betul, gue mau kita belajar barengan" setuju Brayen.
"di mana?" tanya Delliya.
"di rumah kamu aja"
"yang lain gimana?" tanya Delliya memastikan.
Yang di anggukan oleh semuanya, selang beberapa waktu Fardan pergi, untuk memberi tahu Claras maupun Rizky, sekalian memberikan ruang kepada mereka yang sedang berpacaran. Alvi yang menunduk pun makin menunduk. Brayen melihatnya langsung saja, menarik dagu Alvi dengan lembut agar menatap matanya. "jangan marah, yang tadi cuma becanda juga, masa iya aku mau makan kamu, nanti KDBP."
Alvi hanya terdiam menatap mata Brayen, begitu pun Brayen.
"KDBP apaan?" tanya Delliya mengalihakan penglihatannya secara bergantian menatap Brayen dan Alvi.
"kekerasan dalam ber pacaran" jelasnya yang masih menatap Alvi.
Di karnakan takut mengganggu, Rafi mengajak Delliya untuk beranjak pergi dari tempat itu. Pergi dengan menggenggam tangan Delliya, layaknya akan menyebrang jalan entah derekan mobil, entah itu romantis atau takut kehilangan, dan semuanya hanyalah entahlah.
Mereka berdua pergi beriringan, melewati koridor, melangkah dengan santai, berbicara hal yang mengasikan, dan berhenti di sebuah tujuannya, kelas. Mereka pergi ke kelas di karnakan sebentar lagi bel akan berbunyi, meluangkan sedikit waktu, untuk mengingat kembali pelajaran yang sudah di pelajari, baik di sekolah maupun belajar di rumah.
<•><•><•>
Dengan langkah lebar gadis itu terus saja berlari, setelah beberapa menit, ada yang menelfonnya. Sebuah gudang di bagian belakang sekolah, tanpa ada cahaya sedikit pun. Terdengar decitan pintu perlahan terbuka, menampilkan seorang perempuan dengan berpakaian serba hitam, menghadap ke arah pentilasi kecil.
Mengatur nafas agar stabil. Mengelap keringat di wajahnya. "a-a da a-a pa memanggil?" tanyanya dengan gugup.
perempuan berpakaian serba hitam itu berbalik ke arah pemilik suara. " menagih janji, menagih tugas, serta bukti" jawabnya santai.
Bingung harus berbicara apa, dirinya belum satu pun mendapatkan bukti, merencanakan tugas pun belum, bahkan janji dirinya ingkari. Entahlah yang harus di lakukan, hanya bisa terdiam dan menunduk.
Plak
yang ke dua kalinya dia menampar Tiara, panas di pipi kanannya, serasa terbakar. "kerja gitu aja gak becus, lo tau gue udah sabar, dan lo membuat kesabaran gue hilang, apa susahnya bunuh cewe keparat itu." menyepelekan.
"ma-af " satu patah kata ucapan, masih tetap membuat Lexsa marah, keinginannya tidak dapat terlaksanakan, membuat dia tidak berfikir jernih, hanya kemarahan dan kemarahan.
Prang... Prang... Brak
Lexsa melempar kaca serta kursi ke arah lain, yah ruang itu sangat gaduh, hanya ada dua orang. Namun, kegaduhannya melebihi itu.
"Hentikan Lexsa apa yang lo lakuin hah, berhenti membuat ke gaduhan di sekolah ini, pergi dari sini jangan kembali lagi" teriak seorang gadis di dekat pintu, dengan wajah penuh amarah sama halnya dengan Lexsa.
Lexsa menyeringai. " apa yang lo lakuin selama ini, rencana lo gak pernah terlaksana bahkan lo gak pernah lakuin apa-apa, jangan so berlagak pemimpin di sini, lo yang seharusnya pergi" Lexsa tidak kalah marah.
"berhenti berteriak Lexsa!! dan lo Tiara pergi dari sini" bentak gadis itu, yang langsung di turuti oleh Tiara. "gue jadi curiga sama lo Lexsa, kenapa lo terburu-buru untuk membunuh Delliya, apa masalah lo yang sebenarnya hah, kalo benar lo ingin sekali bunuh dia, bunuh sama lo sendiri, jangan pernah libatin orang, lo gak pernah sabar dalam semua hal, gue di sini gak diam, asal lo tau gue cari cara tersendiri buat bunuh Delliya, lo tau resiko yang gue hadapi hah, lo gak pernah berfikir, lo hanya ingin membunuh dia secepatnya tanpa lo melakukan rencana, dan untuk sekarang jangan pernah macam-macam terhadap Tiara, berfikir terlebih dahulu jangan mengabil keputusan terburu-buru, lo tau sendiri, lo ceroboh dalam hal apa pun." jelas gadis itu membuat Lexsa terdiam tidak berkuti.
"lo berani nasehati gue hah" nyolot Lexsa.
"gue bicara seperti itu, karna gue kasian sama lo Lexsa, lo bisa berfikir kan kalo lo meninggalkan jejak di suatu tempat lo akan kena, dan lo pasti akan di jebloskan ke jeruji besi, itu udah pasti tetap pasti."
Brugh...
Terdapat suara barang yang jatuh, membuat orang di gudang itu saling menoleh, terdapat rasa cemas di hati mereka berdua, tanpa pikir panjang lagi, gadis itu menyuruh Lexsa diam di dalam, dan dirinya pergi untuk melihat ke adaan di luar. Setelah aman gadis itu menyuruh Lexsa untuk pergi secepat mungkin.
<•><•><•>
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Girl Vs Bad Boy [Revisi]
Ficção AdolescenteDelliya Marvalia, terkenal dengan ketomboyannya, dia sangat handal dalam melakukan balapan liar, bahkan sangat di segani oleh seluruh siswa dan siswi di (HSSG) sayangnya dia memiliki sifat dingin bak es batu. sedangkan Rafi Reynandanta, cowok dengan...