CG*Go*BB

2.3K 89 3
                                    

Tiga bulan berlalu, dan Rafi masih terbaring lemah di blangkarnya. Selama itulah Delliya setiap hari bahkan setiap pulang sekolah selalu pergi dan diam di rumah sakit, mungkin itu sudah menjadi arah pulangnya sekarang ini, dan menjadi rumahnya. Apapun hari-harinya baik ataupun buruk, Delliya ceritakan kepada Rafi.

Soal nilai ujian, Rafi yang berhak meminta apapun dari Delliya, karna apa? Dialah yang mendapatkan nilai tertinggi di sekolah. Untuk sekarang Delliya hanya ingin Rafi terbangun dari tidur yang kepanjangan itu, sudah pasti Delliya sangat merindukannya, rindu tatapannya, rindu segalanya dari Rafi.

Menghela nafas sedalam-dalamnya dan membuangnya dengan sangat tenang. "Hey!! Kapan kamu akan bangun Afi? Sungguh aku merindukanmu." ucapnya sedih.

Sudah cukup lama Delliya berada di tempat duduknya, wajahnya menampakan keletihan, pikirannya dalam seminggu itu di gunakan sangat keras, mengisi berbagai soal, dan sekaranglah waktunya mengistirahatkannya. Waktu dirinya sekolah di High Shcool Senior Garuda sangatlah sedikit, terlihat bahwa kelas XI sangatlah sebentar, hanya sekolah beberapa bulan.

"Aku mandi terlebih dahulu oke Afi, nanti kita berbicara lagi" ucap Delliya sebelum pergi ke kamar mandi.

Hanya butuh waktu sepuluh menit, Delliya sudah selesai semuanya dan pergi lagi untuk menemui Rafi. "Mama!! Sejak kapan ada di sini?" tanya Delliya ramah.

Lisa tersenyum. "baru saja. Sampai kapan kamu akan menginap di sini? Sudah beberapa bulan ini kamu tidur di sofa, pasti gak nyaman?"

Delliya tersenyum, sembari membungkus rambutnya yang basah itu dengan handuk. "sampai Rafi terbangun dari tidurnya, mama"

"tapi kan pastinya kamu banyak aktivitas lain sayang, untuk sekarang biarkan mama dan papa Danta yang menemani Rafi, kamu beristirahatlah, pasti lelah bukan memikirkan soal yang bejibun itu." ucap Lisa dengan kekehan.

"tapi mama-,"

Ucapannya terpotong. "sudah, gak usah tapi-tapian, mama gak mau ada penolakan yah, nanti supir mama akan nganterin kamu."

Delliya mengangguk pasrah. "baiklah."

Lisa membawa bekal makanan untuk Delliya. Khusus untuk Delliya. "makanlah, sayang. Ini buatan mama loh, kesukaan kamu." ucap Lisa sembari menyodorkan mistingnya.

Delliya menerima misting, lalu membukanya. "thank you mama." ucapnya dengan ciuman di pipi kanan Lisa.

Tentunya Lisa sangat bahagia melihat Delliya bahagia, tetapi hatinya tidak akan berbohong, terdapat secercik kesedihan.

Delliya memakan bekal yang di bawakan Lisa dengan lahap, itu makanan kesukaannya, dan minuman yang tidak lain Matcha late, yang sangat Delliya sukai dari sejak kecil.

Tanpa di sadari, waktu siang telah berlalu, dan sekarang ini menginjak ke malam. Delliya sebenarnya tidak ingin pulang, dia ingin menemani Rafi di sini, biarlah dirinya tidur di sofa sampai kapanpun, apabila bisa melihat Rafi ada di dekatnya, dia senang.

Berusaha memohon lagi kepada Lisa, tetapi keputusan dia tetap dan tidak ingin merubahnya. " Papa Danta!! Lihatlah mama, padahal Liya ingin di sini, Liya mohon papa, bolehkan Liya sehari di sini saja, besok janji akan pulang."

Lisa menggelengkan kepalanya. "lihatlah papa, dia mengadu. Lalu bagaimana dengan keputusanmu?" tanya Lisa sembari melipat kedua tangannya.

Danta terkekeh dengan perlakuan mereka, kemudian mengikuti nada bicara dari mereka. " papa tidak mau ada penolakan, dan papa setuju apa yang di katakan mama Lisa. Liya harus beristirahat di rumah  biarkan kami yang menemani Rafi."

Delliya menatap mereka dengan puppy eyes. "ayolah mama Lisa, papa Danta."

"keputusan masih tetap sama" ucap mereka berdua serempak.

Bagaimana lagi Delliya akan meminta permohonan, agar dia bisa tidur di rumah sakit, menemani Rafi. Sudah cukup, ini saatnya untuk mengalah. Delliya mengangguk setuju saja apa yang di katakan Lisa dan Danta, apa boleh buat meski hatinya tidak mau beranjak dari ruangan itu. Sebelum pergi Delliya pamitan terlebih dahulu.

<•><•><•>

Mobil silver milik keluarga Danta memasuki pekarangan rumah Delliya. "mau masuk dulu mang?"

"emm tidak usah non, terimakasih tawarannya. Saya harus kembali ke rumah sakit secepatnya."

Delliya mengangguk. "ya sudah, hati-hati mang"

"baik non."

Setalah itu Delliya memasuki rumahnya, Andre, Bella dan Daniel tengah duduk di ruang keluarga, Delliya pergi untuk menyapanya.

Sapaan di jawab dengan bahagia, apalagi Daniel yang sangat senang sekali, dia memeluk adiknya dengan erat. "abwang raindu Liya" ucapnya lebay.

"ish-, abng turunin Liya, jan di puter-puter gitu, pusing nih"

Daniel menurunkan Delliya dengan tepat, penampilan mereka tidak biasanya, bisa kalian bayangkan, Daniel memakai sweeter, padahal sedang di rumah. Mam Bella, memakai baju hangat, sama seperti Andre.

"ada apa ini, tumben kalian memakai pakaian serba hangat, padahal kan lagi di rumah?" tanya Delliya.

Daniel memperlihatkan dua kertas dengan cengiran yang menampakan giginya yang rapih serta putih.

"Sebentar lagi penerbangan, cepat lah kamu ganti baju, mam sudah membereskan bajumu semuanya." ucap Bella.

Delliya hanya diam, menatap datar orang tuanya, apa mereka tidak berfikir atau bagaimana?

"apa yang kalian maksud?" tanya nya dengan datar.

"kamu melanjutkan sekolah di Amrik Liya, apa kamu lupa? Kamu akan sekolah di sana, sambil menemani Grandmam"

Sebuah kenyataan apa ini, dirinya tidak akan pergi sebelum Rafi sadar, dia akan tetap di sini menunggu Rafi. "apa kalian tidak membicarakan terlebih dahulu, tentang keberangkatanku. Liya gak mau pergi, sebelum Rafi bangun dari koma, kalian punya perasaan kan, kenapa kalian melakukan ini." ucap Delliya dengan air mata. Sungguh Delliya tidak mau pergi.

"ini demi kebaikanmu Liya, pap tau ini sangat berat, tapi kamu harus melakukannya."

"aku gak mau pergi." ucap Delliya keras, dan pergi dari hadapan mereka. Pintu lantai atas yang tidak lain pintu milik kamar Delliya menggebrak dengan sangat kencang, Delliya membanting pintu itu dengan emosi penuh.

Delliya menangis sejadi-jadinya, bagaimana bisa dirinya meninggalkan Rafi yang sedang membutuhkannya. Delliya tidak mau pergi, apapun yang terjadi.

"Liya buka pintunya, buka sayang." ucap Bella.

"Dengerin mama, kamu harus meneruskan sekolahmu, Grandmam menunggu kamu di sana, dia pasti akan kecewa. Apa kamu tau Liya, Grandmam sakit, dia sendiri di sana. Mam mohon sayang" Bella berkata sembari menangis.

Delliya terdiam dengan tatapan kosong. Bingung yang harus di lakukannya, hingga Delliya pergi menuju meja belajarnya, ntah apa yang di lakukannya. Setelah selesai dia keluar dari kamar.

"Liya don't cry dear. Ini semua demi kebaikan kamu, pergilah sayang, temeni Grandmam, dia ingin tinggal bersama cucu perempuannya." Ucap Andre.

Delliya mengangguk, entah ini jalan yang benar atau salah, dirinya tidak tahu itu. Andaikan dulu menolak untuk sekolah di sana, mungkin sekarang dirinya di sini, menemani Rafi. Namun, percuma saja, penyesalan sudah terbiasa datang di akhir, Delliya harus menjalankan semuanya.

Aku pasti sangat merindukanmu Afi, aku janji akan cepat kembali.

Batin Delliya berkata perih.

<•><•><•>

Cool Girl Vs Bad Boy [Revisi] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang