Malam penuh ke penatan, pemikiran terus berjalan, mengamati satu per satu kata yang terus saja berangkai, banyak sekali bacaan. Sendiri, dengan menatap layar laptop, di sekitarnya terdapat tumpukan buku. Hembusan angin dari kaca jendela dan helaan nafas yang menginginkan untuk pasrah dengan semuanya, besok yah gimana besok, jangan ambil pusing untuk malam ini. Namun, perkataan seseorang terus terngiang di telinganya, percakapan demi percakapan kembali berulang.
"Nanti malam aku ke rumah yah Liya."
"Belajar bukannya main."
"Tapi kan di dampingi sama kamu, belajar barengan."
"Tadi kan udah, besok sekolah, lebih baik belajar di rumah masing-masing, ya kan? oh satu lagi kita taruhan, kalo nilai ujian kamu paling tinggi, bahkan bisa merebut kedudukan aku beberapa tahun kemarin, kamu bisa meminta satu permintaan, sebaliknya aku pun juga begitu. So, gimana?"
"okelah, aku setuju"
perbincangan Rafi dengan Delliya sebelum pulang tadi. Jadi saat ini dirinya sedang berjuang, yah sejak dulu memang dirinya masuk ke sepuluh besar di sekolah tingkat umum. Belum pernah masuk ke tiga besar. Dan untuk sekarang yang ada di pikirannya belajar, belajar dan belajar.
"astagfirulloh beginikah berjuang, banyak sekali sakitnya, sakit kepala, lelah berfikir, mata perih, bacaan pada panjang-panjang" Rafi mengeluh dengan buku menutupi wajahnya.
Dia berdiri di atas kasur sembari berkata lantang. "semangat Rafi tidak boleh menyerah."
"Rafi Reynandantaaaaa!!" panggilan yang sudah biasa terngiang di gendang telinganya.
Dengan cepat Rafi berhambur dari ranjangnya dan keluar mengarah ke suara teriakan yang menggema se isi rumah, ruang keluarga.
"apa mamah Lisa?" tanya Rafi malas.
Terlihat Danta juga berlari mengarah ke ruang keluarga. " apa mamah Lisa?" ucapnya malas seperti Rafi, dengan ngosngosan.
Tetapi Lisa hanya menatap anaknya, dengan sorotan yang tajam serta muka datar.
"Ada apa ini Fi?" Danta berbisik kepada anaknya yang sedang berdiri dekat di sampingnya.
Rafi menunduk di ikuti Danta. "gak tau pah, kenapa papah ada di sini?" tanya Rafi, sama halnya mereka saling berbisik.
"lah kan mama manggil papah tadi, katanya Dantaaaa!! kek gitu"
"aduh papah tuh gima-," ucapnya terpotong.
"kenapa kalian berbisik-bisik hah, apa yang di omongin?" tanya tegas Lisa.
"hehe gak ada mah, jadi kenapa mamah manggil aku, apa ada yang perlu di bantu sama Rafi?"
"lipstik mamah mana yang item, kenapa mamah cari di tas kamu gak ada?"
pertanyaan yang membuat Rafi melotot, bahkan dirinya tidak tau akan membalasnya bagaimana.
Benar-benar mamahnya ini sangat teliti dalam hal apapun, meski benda yang dirinya punya, hilang oleh perbuatannya sendiri. Danta yang tidak ada kaitannya pun langsung saja pergi. Balik kanan bubar jalan, hanya balik kanan, belum bubar jalan di karnakan suatu pertanyaan terlontan padanya."Dan apa yang kamu lakukan, berdiri di sebelah Rafi. Jangan pergi!!" ucapnya lantang bak komandan.
"tapi kan mah, papah gak salah apa-apa, dan gak terkait apa pun sama Rafi" bela dirinya sendiri, bahkan anaknya pun kesal melihat papahnya hanya membela sendiri, anaknya di telantarkan dan di mangsa oleh macan.
"Lalu, apa yang kamu lakukan berlari dan menyamakan barisan dengan Rafi, layaknya akan melakukan baris berbaris?"
Danta tersenyum malu. "enggak mah, mungkin papah salah dengar, kirain mamah manggil papah, lagian nama anak belakangnya di samain sama papah, kan serasa terpanggil gitu" keluhnya.
Rafi yang mendengar kata terakhir, dari Danta langsung melotot. " yeahh siapa yang namain belakang Rafi sama kek papah, itu juga keinginan papah kan,kalo gak mau ganti aja nama nya jangan itu, ubah semuanya" ucapnya dengan memutar bola mata malas.
"terus kalo di ganti mau jadi apa, hello kitty, maemunah, udin, atau sapei?" tanya Danta dengan raut wajah sedang berfikir.
"halah, serah papah mau dakocan mau doraemon, mau ultramen, power ranger, Rafi bodo amat. mau lanjut belajar, good night"
Rafi pergi ke kamarnya, kesal dengan papahnya."Diam di situ Rafiii!!" perintah Lisa, sontak Rafi langsung kaku pada saat naik satu tangga. "urusan dengan mamah belum selesai, jawab?"
Rafi menghela nafas panjang. "aduh mamah, tadi Rafi pakai tuh lipstik, buat main sama Liya, dan mamah tau Rafi kalah tanya jawab sama Liya, dan akhirnya muka Rafi jadi kek pantat panci, begitulah mah, soal nya Rafi nemu tuh lipstik, kalo itu punya mamah, biar nanti Rafi ganti" jelasnya.
Danta yang menyimak percakapan antara ibu dan anak, tertawa mendengarnya, apalagi waktu Rafi menjelaskan tentang lipstik punya Lisa. "muka udah jelek, di tambah penuh sama lipstik, benar itu kek pantat panci, cocok hahahah"
"Papah Danta Valera, papah ngata-ngatain anak sendiri jelek, so papah nya juga berarti jelek dong, secara anaknya jelek kek pantat panci, papah juga jelek kek pantat panci, sama kan, jadiii...?" Rafi membalikan perkataan Danta, menjadi bomerang bagi Danta.
terkesimak dengan perkataan Rafi, memang ada benarnya juga. " oke kita seimbang, dan sekarang waktunya tidur bukan begitu mah?" tanya Danta kepada Lisa, yang di anggukan polos olehnya. " yuk fii" ajaknya kepada anak satu-satunya, sekaligus sahabat.
Dan dua laki-laki itu pergi menuju kamarnya masing-masing, sedangkan Lisa hanya diam melongo, seketika kesadarannya penuh, dia berteriak kembali, yang langsung di tanggapi denga lampu. Lampu itu, sukses mati pada saat Lisa berteriak. Mengundang hawa ketakutan pada dirinya, dengan langkah cepat, dia menyusl Danta.
Rafi melanjutkan proses belajarnya kembali, meski waktunya tidur tetapi dia harus tetap belajar sampai selesai dan mengerti di luar kepala.
Membaca dengan di selingi oleh meminum choklat hangat yang di bikin oleh Bi Icay. Jujur dirinya sudah mengantuk, tetapi belom selesai semuanya, sudah jam sebelas malam. Dirinya secepat mungkin mengambil jam weker, mengatur jam itu, agar bisa membangunkan nya tepat jam empat subuh nanti. Yah, matanya sudah tidak kuat lagi, sudah waktunya mengistirahatkan raganya, bahkan seluruhnya, untuk mengambil ke tenangan di alam mimpi. Rafi beranjak dari tidurnya, kemudian membereskan semua buku yang ada di kasur, lantai, dengan rapih. Sebelum itu dia membuka dahulu ponselnya. Notifikasi masuk, bahkan teman-temannya pun banyak mengirim WhatsApp padanya terlebih lagi si Brayen banyak sekali bacotannya. Tetapi satu nama yang dirinya tunggu, bahkan pesan dia yang di dahulukan untuk di buka, dan di balas.
BabyLiya❤
Semangat belajarnya;)
thanks you, Dear. and one again good night.
too, Nice a dreams Afi;*
hmm💖😙
Rafi terkekeh, cukup keren panggilan Delliya untuknya, bahkan dirinya sangat menyukai panggilan itu 'Afi' , Rafi langsung saja berhambur ke kasurnya.
<•><•><•>
KAMU SEDANG MEMBACA
Cool Girl Vs Bad Boy [Revisi]
Teen FictionDelliya Marvalia, terkenal dengan ketomboyannya, dia sangat handal dalam melakukan balapan liar, bahkan sangat di segani oleh seluruh siswa dan siswi di (HSSG) sayangnya dia memiliki sifat dingin bak es batu. sedangkan Rafi Reynandanta, cowok dengan...