Doyoung termenung di ruangannya. Setelah seminggu yg lalu Pranadipa bilang acara pernikahannya akan diadakan dua bulan lagi, dirinya seakan-akan tidak bisa berkata-kata. Dia sudah adu mulut sama Pranadipa hari itu, tak lupa Sejeong juga ikutan tidak menyetujuinya. Tapi Pranadipa punya 1001 alasan buat menjatuhkan argumen Doyoung. Taeyong bahkan sudah nyerah saat melihat kefrustasian diwajah Doyoung. Jarang-jarang sahabatnya itu sefrustasi ini.
Satu minggu Doyoung lalui dengan pikiran yang campur aduk. Minggu selanjutnya dia disibukkan oleh rapat dan menyusun strategi untuk menaikkan saham dan pemasukkan perusahaanya. Dalam dua Minggu itu juga dia selalu pulang malam dan itu pun dia kembali melanjutkan pekerjaannya di rumah. Belum lagi kegiatan dia di kampus dan sekarang dia lagi megang sebagai project officer dalam suatu program kerja.
Minggu ketiga setelah hari itu, Doyoung mulai dihubungi oleh Pranadipa untuk menjemput putrinya di kosan dia. Awalnya Doyoung nolak karena hari itu kegiatan dia padat dan full dari pagi sampai malam. Untung aja Pranadipa tidak memaksanya hari itu. Tapi hari berikutnya dia jadi ketemu sama Sejeong karena ancaman juga dari Pranadipa. Habisnya Doyoung punya 1000 alasan untuk menolak tawaran tersebut.
Tidak banyak yang mereka bicarakan hari itu. Doyoung dan Sejeong sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sejeong menyadari wajah lelah yang terpancar di wajah Doyoung. Dia jadi ga tega melihat Doyoung. Memang sih, akhir-akhir ini Doyoung jadi jarang tidur, sering begadang, telat makan, kadang berturut gak tidur. Bahkan di pertemuan mereka itu yang hanya berlangsung 1 jam-an, hanya dihabiskan oleh Sejeong untuk menatap dan membiarkan Doyoung mendengarkan ceritanya.
H-30 hari pernikahan mereka.
Doyoung memandang jendela kantornya dalam diam. Pikirannya menerawang kemana-mana. Dia juga tidak bisa tidur karena memikirkan pernikahannya tinggal 1 bulan lagi. Doyoung belum menceritakan kabar ini ke teman-temannya bahkan ke adiknya sendiri.
Cukup lama Doyoung berdiam diri di ruangannya, menghiraukan semua panggilan telpon dari siapapun. Dia pagi-pagi sudah ke kantor, langsung masuk ke ruangannya dan tidak keluar-keluar setelah itu. Untung jadwal ujian di kampusnya hari ini tidak ada.
Kemaren Doyoung sempat ngomong sama Sejeong. Mereka berbincang-bincang lewat telpon, meskipun sebenarnya hanya Sejeong yang bicara panjang lebar karena Doyoung hanya sekali-sekali menyauti pembicaraan Sejeong.
Drrrtt drrrtttt drrttttt
Tidak hanya telpon kantor yang diabaikan Doyoung, telpon genggam dia pun juga dia abaikan. Kepala dia sudah pusing memikirkan masalahnya sendiri.
Drrrttt drrrtt drrrtttt
Doyoung menengok hp nya sekilas tanpa minat. Sudah puluhan panggilan tak terjawab dari Taeyong dan Johnny. Cuma mereka berdua yang tahu masalah ini. Belum lagi
puluhan panggilan dari Taeil.Drrrrttt drrrttt drrrrttttt
Taeyong.
Doyoung hanya membiarkan hpnya bergetar tanpa ada niatan untuk mengangkatnya.
Doyoung menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Terlalu berat dia memikirkan masalahnya. Dia belum yakin kalau dia sanggup untuk menjadi suami dari seorang wanita yang bahkan dia baru bertemu.
Drrrtt drrrttt drrtttt.
Panggilan demi panggilan terus datang. Tapi kali ini cukup membuat Doyoung mengalihkan perhatiannya.
Dari Sejeong, calon istrinya.
Panggilan pertama diabaikan Doyoung, karena dia bingung mau angkat apa tidak. Panggilan kedua, baru diangkat oleh Doyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓)Arya Brothers | NCT
Fanfiction[✓] Completed [Brothership] Ini kisah Abang dan Adek. Doyoung dan Jungwoo. Putra-putra kesayangan orangtuanya. Bagaimana kisah mereka setelah berita paling memilukan datang menimpa mereka? "It's gonna be alright....."