"Sekarang tolong bapak jelaskan kenapa bapak menuntut perusahaan saya?" Tanya Doyoung tegas. Pranadipa dan pengacara nya tersenyum meremehkan Doyoung.
"Perjanjian yang ada di dalam surat sudah dilakukan, dan sekarang coba jelaskan kenapa bapak masih menuntut perusahaan ini?" Doyoung benar-benar geram dengan pikiran ayah mertuanya itu, andai saja dia bisa memilih dia tidak akan pernah mau jadi menantu untuk Pranadipa.
"Perusahaan ini tidak memberikan dampak apapun bagi perusahaan saya. Saya rugi besar telah bekerja sama dengan perusahaan ini."Pranadipa.
Doyoung menaikkan sudut bibirnya sebelah. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan isi pikiran Pranadipa.
"Lebih dari 45% keuntungan kerja sama ini tercipta dan diberikan kepada perusahaan bapak, dan sekarang bapak masih berpikir kalau perusahaan ini tidak memberikan dampak bagi perusahaan anda? Jangan mentang-mentang perusahaan anda yang menjadi satu-satu mitra perusahaan kita dalam bidang bahan baku, membuat anda bersikap seenaknya dengan perusahaan saya." Doyoung tidak memperdulikan kalau yang sekarang berada di hadapannya adalah ayah mertuanya sendiri.
"Oh memang benar bukan? Memang perusahaan saya yang menjadi andalan perusahan kalian. Saya bisa saja memutuskan kontrak sekarang juga." Ancam Pranadipa.
"Silahkan! Silahkan anda memutuskan kontrak tersebut. Itu lebih baik bagi perusahaan saya. Dan yang seharusnya berhak menuntut itu ya saya, karena di sana yang bertanda tangan sebagai pihak yang bertanggung jawab adalah perusahaan anda."
Pranadipa mungkin lupa satu hal. Doyoung memang bukan ahlinya dalam dunia bisnis dan perkantoran seperti ini, tapi dia sangat ahli dalam bidang hukum, karena disitulah passion nya selama di kuliah.
"Anda menantang saya?" Tanya Pranadipa yg mulai tersulut emosi.
"Anda duluan yang mengibarkan bendera perang dengan saya. Silahkan anda putuskan kontrak dengan saya, maka urusan kita akan selesai. Dan masalah anda menuntut perusahaan saya itu bukanlah tuntutan yang sebenarnya, anda bahkan tidak punya bukti yang cukup untuk menuntut perusahaan ini. Karena sejatinya anda lah yang salah dalam semua ini."
Pranadipa menatap tajam Doyoung, terlihat wajah kesal dan marah yang dia tunjukan pada Doyoung, menantunya sendiri.
"Saya akan putuskan kontraknya sekarang juga, mana suratnya." Pranadipa meminta pengacaranya untuk mengeluarkan surat yang sudah dia siapkan. Pranadipa menandatangani surat tersebut dan memberikannya kepada Doyoung.
"Saya pastikan ini anda menyesal dengan ini semua." Pranadipa keluar dari ruangan pertemuan itu. Wajahnya benar-benar marah dan kesal.
Setelah Pranadipa keluar, Taeil segera masuk ke dalam ruangan. Tadi hanya Doyoung yang berada di dalam, Taeil dan Pak Anton nungguin di luar ruangan. Doyoung mengusap wajahnya frustasi.
"Gimana Doy?" Tanya Taeil. Doyoung mendongakkan kepalanya. Dia menunjuk kertas yang berisi surat pemutusan kontrak.
"Loh serius?! Kalau kontrak kita dengan Pranadipa berakhir, maka perusahaan ini juga bakalan berakhir Doy." Taeil malah gak habis pikir juga dengan Doyoung.
Doyoung menundukkan kepalanya.
"Lo bego apa gimana sih? Lo tau sendiri proposal kita tidak diterima dimana pun. Dan sekarang lo malah membiarkan perusahaan Pranadipa memutuskan kontraknya begitu saja. Lo pikir Doy, dengan lo membiarkan memutuskan kontrak dengan dia itu sama saja lo nge hancurin perusahaan yang telah dibangun oleh ayah lo sendiri." Taeil sudah pusing ke sana ke mari memberikan proposal tapi hasilnya nihil, grafik perusahaan tidak pernah berubah naik, malah yang ada semakin turun.
"Lo memang niat buat hancurin perusahaan ini? Lo gak pikir gimana susahnya ayah lo bangun dan berlutut di depan Pranadipa buat bisa kerja sama demi perusahaan ini?" Taeil tersulut emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓)Arya Brothers | NCT
Fanfiction[✓] Completed [Brothership] Ini kisah Abang dan Adek. Doyoung dan Jungwoo. Putra-putra kesayangan orangtuanya. Bagaimana kisah mereka setelah berita paling memilukan datang menimpa mereka? "It's gonna be alright....."