Chapter 41 - Membingungkan

2.6K 280 206
                                    

Gama adalah peraih skor kecerdasan tertinggi ke tiga setelah Tian dan Adel, sedangkan Koma adalah peraih skor fisik tertinggi setelah Koga. Tapi, pertarungan yang terjadi saat ini antara Gaju dan Koma sama sekali tak mencerminkan pertarungan antara seseorang yang mengandalkan fisik dan seseorang yang dianggap aneh dengan skor fisik dan kecerdasan yang di bawah rata-rata.

“Koma. Kau memang pengecut!!” Gaju kembali memprovokasi Koma yang masih tetap bersembunyi.

Sedari tadi, Gaju sudah berusaha untuk menemukan dimana Koma bersembunyi, tapi musuhnya itu tidak seperti Kandidat lainnya. Sekalipun dia menjawab pertanyaan Gaju, tapi suara yang keluar dari Koma sangat susah ditebak dari mana asalnya. Lebih tepatnya suara Koma terlihat seperti mengambang dan berpindah-pindah arah. Gaju tak tahu trik apa yang dilakukan oleh si Koma untuk melakukan hal itu.

“Gaju, tak usah memancingku. Aku tahu maksudmu, semakin kamu berusaha keras untuk memintaku agar turun dari sini, aku tak akan melakkukan apa yang kamu inginkan,” jawab Koma.

“Koma, kamu berpikir terlalu rumit. Aku ingin segera mengakhiri pertempuran ini dan segera pergi dari sini. Kalau kamu tak mau menunjukkan wajahmu dan bertarung terbuka, aku pergi,” kata Gaju sambil membalikkan tubuhnya.

Tapi Gaju tetap sepenuhnya waspada, dia sudah menemukan secara garis besar lokasi Koma sekalipun tak tahu dimana posisi tepatnya. Gaju sengaja memutar tubuhnya dan memberikan punggungnya ke arah Koma berada.

Koma tersenyum.

“Humph. Kamu pikir aku semudah itu terpancing. Sekalipun kamu membelakangiku, tangan dan kakimu menegang, otot-otot tubuhmu juga sedikit mengencang. Kamu waspada. Kita liat nanti berapa lama waktu yang kubutuhkan untuk membuatmu lengah. Kita buktikan siapa yang lebih sabar dalam menunggu diantara kita,” gumam Koma pelan.

Kalaulah ada sesuatu yang sangat dia banggakan, Koma yakin dengan pasti kalaulah itu adalah mental aptitudenya, khususnya kesabaran. Sebagai seseorang yang meniti jalan sebagai Assassin, kesabaran adalah hal mutlak.

Koma begitu terkesima dan terpana ketika dia pernah membaca sebuah cerita tentang kesabaran seorang Assassin.

Di saat sedang menjalankan misinya, sang Assassin bersembunyi dan menunggu di dalam lubang toilet yang digunakan untuk membuang hajat. Berendam selama berhari-hari di dalam sana, demi menunggu buruannya lengah.

Dan ketika waktunya tiba, sang buruan yang tanpa curiga ingin melepas kebutuhan alaminya, tewas mengenaskan dengan tubuh bagian bawahnya tertusuk pedang dari bawah saat membuang hajat.

Koma bahkan sampai merinding saat membayangkan kesabaran dan keteguhan hati yang dimiliki oleh sang Assassin.

Koma ingin sekali memiliki mental capability seperti itu. Koma juga melatihnya dengan cara yang sangat sederhana. Koma sengaja mencari sarang semut dan menganggunya, lalu dia akan menunggu saat semut-semut itu menggigitnya, tanpa berusaha menghindar, tanpa berusaha mengeluh, tanpa berusaha untuk menepuk mahluk kecil yang dapat dengan mudah dijitesnya, ups salah, dibunuhnya.

Semua itu demi melatih kesabaran dirinya.

Koma juga melatih kesabarannya sebagai seorang Assassin dengan berbagai cara sederhana lainnya. Hingga akhirnya, dia yakin kalau kelebihannya yang satu itu, melebihi kemampuan semua para Kandidat di Pulau.

“Mengadu kesabaran denganku? Aku bahkan bisa menjadi batu tak bergerak selama beberapa hari. Kamu bukan tandinganku,” gumam Koma percaya diri.

Gaju menunggu di bawah sana dan berdiri membelakangi Koma yang masih diam di tempat persembunyiannya.

“Ish. Lebih baik aku bertarung melawan kura-kura seperti Gama daripada siput seperti Koma, dia hanya bersembunyi dalam cangkang dan tak mau keluar. Aku tak punya waktu untuk melayanimu,” gumam Gaju pelan.

Dan tanpa disangka-sangka oleh Koma, Gaju melesat meninggalkan tempat ini menuju ke arah Selatan. Sama sekali tak mempedulikan Koma yang masih duduk berdiam dan bersembunyi di tempatnya.

“Huh? Lari?” Koma melihat tingkah Gaju dengan terkejut.

Ada kesalahan besar dalam metode Koma. Dia pemburu, dia seharusnya bertindak sebagai pihak yang aktif menyerang buruannya. Apalagi saat Gaju sudah mengetahui keberadaannya. Tapi apa yang Koma lakukan sekarang justru salah.

Di bagian mana di Bumi ini seekor buruan akan menunggu di tempatnya ketika dia tahu sang Pemburu sedang mengincarnya dan menunggunya lengah?

“Kalau kamu mau sembunyi, sembunyilah di situ sampai berakar. Aku tak punya waktu melayanimu,” teriak Gaju sebelum akhirnya bayangan tubuhnya menghilang di antara semak-semak dedaunan.

Koma tertegun di tempatnya.

Desau angin sepoi-sepoi yang berhembus di antara pepohonan membuat dahan-dahan kecil bergoyang pelan. Bergerak, bergoyang, dan mengangguk-angguk, seolah-olah sedang mengejek Koma yang tertegun di tempatnya, di atas sebuah dahan pohon yang tertutupi oleh dedaunan rimbun tempatnya bersembunyi sedari tadi.

Koma masih tetap terdiam di tempatnya selama beberapa menit setelah itu, hingga akhirnya dia tersadar, buruannya sudah menghilang entah kemana.

=====

Gaju melesat dengan cepat ke arah Selatan dan sesekali melirik ke belakang. Dia tak melihat sesosok bayangan pun yang mengejarnya dan bernapas lega. Sesuatu yang tidak diketahuinya sangatlah dia takuti. Koma adalah salah satunya.

Gaju menduga kalau Koma pasti punya trump card, seperti Gama dengan armor-nya.

Tadi, dia bukan sedang menggunakan taktik reverse psychology kepada Koma. Dia memang benar-benar menginginkan agar Koma menyerangnya. Gaju juga sangat ingin mengetahui cara bertarung si Bule yang penyendiri itu.

Tapi di luar dugaan Gaju, Koma justru sama sekali tak berniat untuk bertarung terbuka. Koma bersembunyi di tempatnya dan menolak untuk menyerangnya.

Gaju hanya tertawa dalam hati.

“Kamu adalah sang pemburu, tapi memutuskan untuk bersembunyi dan menungguku dalam bayangan. Menurutmu apakah aku sebodoh itu dan hanya akan berdiri saja hingga kesempatanmu tiba?” gumam Gaju.

Dia tak butuh poin lagi untuk saat ini. Kalau bisa, dia ingin segera mencari tempat persembunyian yang aman untuk mengakhiri harinya dan beristirahat dengan nyaman untuk mengembalikan staminanya.

Koma? Siapa yang peduli.

Benang metal yang masih terpasang di area itu? Gaju juga tak mempedulikannya.

Dia memang punya jarum yang terbatas jumlahnya. Jarum yang awalnya berjumlah enam buah, kini hanya tinggal lima setelah satu jarumnya menjadi kenang-kenangan untuk sang Griffin dan masih tertancap di mata kanannya. Tapi untuk benang logamnya? Gaju punya lebih dari cukup.

Gaju terus melesat ke arah Selatan selama hampir setengah jam hingga akhirnya dia berhenti lalu menghapus jejak yang ditinggalkannya. Dia menemukan tempat yang cocok untuk beristirahat malam ini.

Dengan cepat Gaju mengeluarkan pisau dari tas ranselnya dan membersihkan bagian bawah sebuah batang pohon yang berukuran sangat besar. Gaju membersihkan area di sela-sela akarnya yang keluar dari tanah dengan hati-hati. Lalu dengan cepat, Gaju memasang perangkapnya di sekitar pohon itu dan ketika semuanya sudah selesai, Gaju merebahkan dirinya. Bersandar kepada batang pohon di sela-sela akar yang menutupi tubuhnya.

Tempat ini tersembunyi, apalagi Gaju juga memang sengaja menghapus jejaknya dan membiarkan tumbuhan perdu di sekitarnya tak tersentuh.

Gaju mengeluarkan makanan dari dalam tasnya lalu menikmatinya. Tak lama kemudian, dia memejamkan mata. Senyuman tersungging di bibirnya.

What a fruitful day.

=====

Author note:

Mungkin nambah 1 chapter lagi.

Mungkin.. Wkwkwkwk..

Gaju - The Survivors (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang