Setelah Gama menghabiskan sebuah Apel di tangannya, dia melirik ke arah Adel.
“Kamu serius Del?” tanya Gama.
“Aku serius. Aku akan memperoleh tiketku sendiri. Aku tak mau berhutang budi ke orang lain,” jawab Adel.
Memang sejak kematian Aju, Adel sempat terpukul. Selama ini, dia dan Aju dekat sekali, bukan dalam artian sebagai pasangan secara emosional, tapi lebih ke arah partner dalam bertarung. Ketika Aju tewas di tangan Tsa, Adel sempat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dan menutupi celah yang ditinggalkan Aju.
Strategi combat mereka berdua adalah, Aju sebagai close combat fighter dan Adel akan membantu Aju dari jauh sebagai Archer. Tapi sejak kematian Aju, Adel tentu saja punya kelemahan luar biasa sebagai Archer.
Archer melayangkan serangannya kepada musuh dari jarak jauh dan sangat lemah untuk petarungan jarak dekat. Karena itu, untuk mencegah musuh menyerang Adel saat dia sedang mempersiapkan panahnya dan membidik musuhnya, seorang tanker atau penahan serangan sangat dibutuhkan, Aju mengisi posisi itu.
Tapi setelah posisi itu kosong, Adel sebagai seorang Archer memiliki celah yang luar biasa. Tak ada lagi tanker yang bisa melindungi dia dan menjadi pembatas antara dia dan musuhnya.
Dan Adel berusaha sekuat tenaga untuk merubah itu selama bertahun-tahun belakangan ini. Adel sangat ingin membuktikan bahwa seorang Archer bisa juga menjadi lone fighter yang mampu bertarung dalam jarak dekat sekaligus mematikan dalam serangan jarak jauh.
“Kalau begitu, aku duluan ya?” kata Gama dan dengan cepat dia tiba-tiba berlari ke arah Komplek.
Koga melihat semua gerak-gerik Gama dari atas atap, “Humph!! Kita lihat seberapa kuat sekarang dirimu, Hitam!!” gumam Koga dengan suara pelan.
Booommmmmm.
Koga tanpa berpikir panjang langsung melesat dan meloncat dari atap Gedung. Kakinya menghentak dan menimbulkan bunyi suara ledakan dan sedikit retakan terlihat di tempat tadi dia menjejakkan kaki.
Tubuh Koga terbang melesat di udara dan dengan cepat menuju ke arah Gama yang berlari di tengah tanah lapang. Tanah lapangan berumput yang menjadi batas pemisah antara Komplek dan Hutan. Tanah berumput yang dulu digunakan saat Professor memulai Ujian Tahap Kedua.
Gama melihat dengan tatapan rileks ke arah Koga yang melesat cepat. Sebuah senyuman tipis terlihat di bibirnya. Dia tak lagi takut kepada Koga, dan dia tahu itu.
“Armor!” teriak Gama sambil meloncat menyongsong Koga yang juga melesat kearahnya.
Tanpa mengubah momentum loncatannya, Gama menarik tangan kanannya kebelakang dan bersiap untuk melepaskan sebuah pukulan ke arah Koga yang melayang ke arahnya.
Koga sedikit tak percaya saat melihat tingkah Gama.
“Bukankah dia selalu mengandalkan Armor-nya? Tanpa benda itu, dia sama sekali tak lebih dari seorang petarung lemah,” cibir Koga dalam hati dan tanpa ragu dia juga berniat mengadu pukulan dengan Gama.
Wuuuuuusshhhhhhhhh.
Tiba-tiba, puluhan benda seperti terjatuh dari langit dan dengan cepat, seperti memiliki kecerdasan sendiri, benda-benda itu terbang ke arah Gama dan langsung melindungi seluruh permukaan tubuhnya. Mulai dari kepalan tangan kanan yang terayun ke arah Koga, lengannya, tubuhnya, lalu ke semua bagian tubuh yang lain.
Meskipun semuanya terlihat lama saat ditulis dan diceritakan, tapi pada kenyataannya, semua kejadian ini berlangsung dengan sangat cepat. Dimulai saat Gama berlari dengan gagah berani ke arah Komplek, hingga kini seluruh tubuh Gama sudah tertutupi oleh Armor kebanggaannya, semuanya terjadi tak lebih dari 5 detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaju - The Survivors (Completed)
Ciencia Ficción(Action, Fantasy, Sci-Fi) This page is intentionally left blank. *Biar berasa kek baca buku-buku luar negeri ya kan? Wkwkwk..