Chapter 79 - Peace

2.5K 240 46
                                    

Empat orang terlihat sedang duduk di sebuah sofa yang lembut. Mereka menggunakan pakaian kasual yang terkesan santai dan nyaman dikenakan. Sesekali mereka akan saling tertawa dan bercanda, membuat suasana menjadi ceria.

Mereka adalah Gaju, Tian, Adel, dan Aen.

Saat ini, Ujian Tahap Ketiga telah berlangsung selama 3 bulan.

Dan semua itu sama sekali tak ada hubungannya dengan mereka berempat. Mereka menjalani kehidupan sehari-hari yang nyaman dan tanpa beban. Berburu binatang buas untuk mendapatkan poinnya, menukar poin itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari kepada Pulau dan menikmati hidup mereka.

“Aku sudah menduganya. Ini semua adalah sebuah kandang raksasa yang luar biasa besar. Digunakan untuk mengembang-biakkan kita. Entah apa tujuannya,” gumam Gaju.

Adel baru saja menceritakan apa yang dia lihat di langit dan di ujung lautan, dengan kemampuan eye implant miliknya, Adel memang bisa melihat langsung langit yang berada di atas sana dan ternyata adalah sebuah layar yang luar biasa besar dan memproyeksikan sesuatu yang terlihat seperti awan, bintang, dan bahkan Matahari.

Gaju juga sudah menduganya sejak dia mengamati Matahari tenggelam setiap sore di tebing yang berada di bawah Gunung ini. Betapa pemandangan Matahari tenggelam yang begitu indah itu ternyata hanyalah sebuah pengulangan yang sama dengan jumlah yang tak terhitung.

Sejak saat itu, Gaju tahu kalau mereka semua mirip dengan binatang ternak yang sedang dirawat dan digemukkan, lalu akan disembelih dan dijadikan makanan.

“Adel, kamu cerita kalau selama ini selalu bersama dengan Tsa kan? Bukankah dia tidak berasal dari Pulau?” tanya Tian.

“Mmm. Tsa memang bukan berasal dari Pulau, dia dari ras Beastman. Tapi setiap kali aku atau Gama bertanya tentang dunia di luar Pulau ini, dia selalu menghindar. Pernah suatu ketika, Gama memaksa Tsa dan menggunakan kekerasan, saat itu, Tsa cuma mengatakan dua hal, ‘Dunia Bawah’ dan ‘Permukaan’. Setelah itu, dia sama sekali tak mau membuka mulutnya lagi, tapi kami berdua tahu kalau ada konsekuensi fatal yang akan dialami Tsa jika dia menceritakan tentang dunia luar ke kita,” jelas Adel panjang lebar.

“Dunia Bawah, Permukaan, Kandidat, Pulau, Professor, Manusia dan ras lainnya…” Gaju hanya bergumam dan terlihat berpikir.

Tian dan Adel hanya melihat dan menunggu Gaju dengan tenang. Sesekali mereka juga akan saling mengobrol, sedangkan Aen, dia sama sekali tak tertarik untuk berdiskusi tentang masalah ini. Dia memang tak seperti dulu saat bersama Tim Koga, dengan tatapan mata kosong dan tanpa harapan miliknya. Aen kini lebih ceria dan juga terasa hidup, tapi tetap saja dia tak memiliki niat untuk mengikuti diskusi yang dilakukan ketiga kawannya.

“Aku merasa sudah hampir mengetahui korelasi antara semuanya,” gumam Gaju dan membuat kedua gadisnya melirik ke arah Gaju.

“Pulau ini, mungkin berada di suatu tempat yang berada dalam kendali manusia, karena kita semua manusia, termasuk Professor dan semua Pengurus,” kata Gaju mulai mengeluarkan analisanya.

“Manusia mungkin sedang dalam kondisi pasca perang atau akan mempersiapkan perang melawan ras lain.”

“Pulau ini bisa berada di Permukaan ataupun Dunia Bawah. Tapi menurutku, aku lebih cenderung berasumsi kalau kita berada di Dunia Bawah. Alasannya sederhana, kalau kita berada di Permukaan, kenapa kita membutuhkan kubah yang luar biasa besar untuk mensimulasikan langit untuk tempat ini?”

“Dunia Bawah mungkin berada di sebuah tempat di bawah tanah atau mungkin bawah laut. Sedangkan Permukaan adalah sebuah tempat dengan langit yang nyata.”

“Pulau mungkin dibuat untuk menciptakan prajurit terkuat dan terbaik untuk ras manusia. Tapi yang jadi pertanyaan, kenapa kita harus saling membunuh? Kenapa tidak mereka membiarkan keempat puluh anak menyelesaikan latihan ini? Bukankah seharusnya semakin banyak prajurit semakin bagus untuk manusia?” gumam Gaju.

Dari sekian banyak analisa dan pertanyaan yang berhasil dia asumsikan, pertanyaan-pertanyaan tentang Pulau inilah yang memang selalu membuat dia kebingungan.

Adel dan Tian hanya terdiam ketika mendengarkan asumsi Gaju. Mereka tahu kalau apa yang dikatakan oleh Gaju mungkin tak jauh dari kenyataan. Tapi, jangankan Gaju, Tian sekalipun yang tahu bagaimana semua omong kosong tentang Pulau ini akan berakhir dengan hanya menyisakan lima orang Kandidat dan selalu membuat dadanya terasa sesak, tak bisa menebak apa maksud dari Professor dan Pulau, apalagi Gaju?

“Oiya Del, saat kamu meninggalkan Komplek, Koga sedang mengejar Gasa dan Tia kan?” tanya Tian tiba-tiba, sedikit rasa kuatir muncul dalam dirinya.

Sama seperti Adel dan Aen, Tia juga sahabat Tian, tentunya dia juga kuatir dengan keselamatan Tia. Meskipun mereka telah berpisah sekian lamanya, tapi tetap ada sesuatu yang menghubungkan Tia dengan dirinya.

“Mmm. Iya, karena Gasa-Tian adalah satu-satunya pasangan utuh yang tidak terdiri dari Kandidat Monster seperti kalian,” jawab Adel.

“Emangnya kamu sendiri bukan monster?” sungut Tian.

“Aku kan bilang pasangan utuh. Aju tak lagi ada kan?” balas Adel.

Mereka berdua lalu sama-sama terdiam. Tiba-tiba Adel melirik ke arah dada Tian dan tersenyum simpul, lalu dia melihat ke arah Gaju, “Gaju, kamu pakai teknik apa saat memijat dada Tian, sekarang ukurannya sudah agak lumayan, setidaknya tak serata dulu,” kata Adel.

Gaju terkejut saat mendengar pertanyaan Adel sedangkan Tian sendiri mukanya langsung berubah merah padam seperti seseorang yang habis memakan oseng-oseng mercon yang super pedas.

“Adel, kamu ingin bertarung denganku?” tanya Tian dengan gigi yang mengatup rapat sambil melotot ke arah Adel.

“Tian, kamu salah paham. Aku sedang memujimu, me-mu-ji. Bukan menghina,” kata Adel sambil meloncat kebelakang.

“Aku tak peduli. Apa maksud kata-katamu dengan ‘teknik memijat dada’ tadi?” teriak Tian sambil melambaikan tangan, entah darimana datangnya, banyak benda beterbangan yang tiba-tiba berkumpul dan melayang di sekitar Tian.

Tian memang sekarang mampu mengendalikan kekuatan psychic miliknya dengan sangat mudah. Hampir seperti tanpa usaha sama sekali.

“Tian, kita sudah dewasa kan? Oke setidaknya, remaja yang beranjak dewasa, jangan pikir aku tak tahu kalau kau bukan seorang gadis polos lagi. Humph,” cibir Adel dengan nada iri sambil melirik ke arah Gaju yang berpura-pura tak melihat pertengkaran keduanya dan seolah-olah tutup telinga.

“Kamu gatal minta dihajar ya?” teriak Tian sambil meloncat dan menyerang Adel.

Adel berlari dengan cepat dan meninggalkan rumah Gaju-Tian dengan Tian yang mengejar dia dibelakangnya sambil tak berhenti berteriak dan memaki-maki Adel.

Gaju mendengar suara ledakan dari luar Pulau dan diikuti oleh teriakan kedua gadis itu. Dia hanya mengangkat bahu dan kemudian kembali asyik terlarut dalam pikirannya. Lebih baik dia mencoba untuk memikirkan tentang rencana si Professor MoMu gila daripada memikirkan Tian-Adel, bukankah dari dulu mereka memang sudah seperti anjing dan kucing?

“Gaju. Mmm. Tidak apa-apa ya membiarkan mereka bedua bertarung seperti itu?” tanya Aen dengan suara pelan sambil menundukkan wajah, dia asyik sendiri dengan sebuah buku di tangannya.

“Biarkan saja. Mereka akan berhenti kalau mereka sudah lelah,” jawab Gaju santai.

“Okey,” sahut Aen pendek.

Mereka berdua larut dalam dunia masing-masing disertai dengan bunyi ledakan dan teriakan yang terdengar tak jauh dari tempat mereka berada. Seolah-olah, bunyi itu hanyalah bunyi desau angin yang bertiup di sela-sela pepohonan.

=====

Author's note:

Seperti yang kalian duga, cerita ini hampir mendekati endingnya. Dan akan ada 5 Survivors yang berhasil lulus dari Pulau.

Ayo main tebak-tebakan, siapakah kelima kandidat itu? Tulis di komen ya gaess.

Gaju - The Survivors (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang