Part11. [ REVISI ]

8.7K 80 2
                                    

Di mobil keduanya larut dalam obrolan yang tak jelas kemana alurnya, mulai dari obrolan yang membicarakan pedagang asongan di taman tadi, sampe kucing yang mau nikah.  Absurt.

"Berhenti Gas!" ucap Aditsya yang membuat Bagas menghentikan laju Mobilnya dengan tiba-tiba.

"Ada apa sih Sya? Sya!" ucap Bagas yang melirik ke sampingnya namun tak mendapati keberadaan Aditsya.

Bagas menghampiri Aditsya yang sudah turun untuk melihat seseorang yang tergeletak di tengah jalan yang lumayan sepi itu.

"Dia siapa Sya?" tanya Bagas, yang hanya di jawabi gelengan kepala dari Aditsya.

Aditsya membalik tubuh seorang yang nampaknya seorang pria tersebut. Dan alhasil keterkejutan yang di dapat Aditsya.

"Farrel" lirih Aditsya.

"Dia Farrel Sya? Orang yang buat Kamu?? Astaga!" pertanyaan Bagas yang di jawabi anggukan oleh Aditsya tanpa mengurangi ekspresi keterkejutan wanita itu.

Dengan segera Bagas menarik pergelangan tangan Aditsya dengan kasar, yang jelas mendapat penolakan dari Aditsya.

"Kamu apa-apaan sih Gas? Farrel lagi sekarat kita harus bantu dia!"

"Kamu lupa dia siapa Sya? Dia orang yang udah buat Kamu berubah! Biarin aja dia di sini biar dia mati sekalian, lagian orang kaya dia gak berhak hidup Sya!"

"Kamu apa-apaan sih Gas, sejahat apa pun dia, dia tetep manusia yang punya salah, sekarang Kamu mau bantuin Aku atau biar Aku sendiri yang tolongin dia?!"
Ancam Aditsya yang dengan segera kembali ke Farrel dan berusaha memapahnya. Dan di saat itu pula Bagas mendekat dan membantu Aditsya untuk menolong Farrel.

________*

Di rumah sakit tepat di depan Ruang Unit Gawat Darurat, Aditsya dan Bagas tengah menunggu Sang Dokter keluar.

"Kamu keliatanya masih peduli banget sama dia Sya? Kamu masih sayang sama dia?" ucap Bagas setelah keduanya menunggu tanpa obrolan.

"Gas, Aku peduli sama dia, cuma karena kita pernah saling kenal, dan kalo Kamu tanya Aku masih sayang sama dia? Maaf jawabanya Enggak!" tegas Tsya.

Bagas menghela nafasnya lelah. Lelah dengan semua sakit yang selalu di rasakannya.

Tak lama setelahnya Dokter yang menangani Farrel keluar, membuat Aditsya dan Bagas berdiri untuk menanyakan keadaan Farrel.

"Bagaimana keadaan teman saya Dok?" tanya Aditsya.

"Keadaanya lumayan parah, kemungkinan teman Anda perlu di rawat untuk beberapa hari kedepan. Saya permisi" ucap Sang Dokter yang berlalu setelah menjawab ucapan terima kasih dari Aditsya dengan seulas senyum.

"Ayok masuk Gas." ajak Aditsya dan Bagas hanya mengekorinya dari belakang. Keduanya masuk, dan melihat keadaan Farrel yang amat memperihatinkan, beberapa memar dan perban menghiasi tubuh cowok itu dengan amat sempurna.

Aditsya mendekat ke arah ranjang di mana Farrel terbaring dengan luka lukanya. Di ikuti Bagas yang juga melakukan hal yang sama seperti Aditsya.

______________*

Aditsya turun dibarengi dengan Bagas yang juga melakukan hal yang sama setelah mobil yang di tumpangi keduanya telah terparkir rapih di garasi rumah yang hampir mirip dengan istana milik keluarga Aditsya.
Jam menunjukan pukul sebelas lebih sepuluh menit, Bagas dan Aditsya baru tiba di kediaman cewek itu, setelah keduanya menunggu berjam-jam  hanya untuk menunggu keluarga Farrel yang datang untuk menemani cowok yang di masa lalu pernah melukai Aditsya itu.

"Bagas mau makan apa langsung tidur? Kalo mau makan. Mau makan apa biar Aditsya bikinin." tanya Aditsya kepada Bagas yang baru saja mendudukan badannya di sofa ruang tamu. Bagas menoleh menatap  Aditsya yang juga sedang menatap ke arahnya. Dan dengan gerakan tangan Bagas menyuruh Aditsya agar mendekat ke arahnya, yang dengan segera di lakukan oleh Aditsya tanpa banyak kata.

Aditsya berdiri di dekat cowok yang 3 detik lalu menyuruhnya mendekat. Bagas menggenggam tangan Aditsya yang masih berdiri dan menariknya sebagai isyarat agar Aditsya duduk di sampingnya.

"Ada apa Bagas?" tanya Aditsya dengan heran karena sejak tadi Bagas hanya diam dan mengintruksi dengan bahas isyarat. Bagas hanya tersenyum memeluk pinggang Aditsya dari samping, meletakan dagunya di bahu kiri Aditsya. Bagas tersenyum dengan apa yang dia lakukan, sedangkan Aditsya semakin heran dengan Bagas yang bukanya menjawab pertanyaannya malah tersenyum dengan tidak jelas.

"Hmm kita kaya suami istri yah Sya." ucap Bagas dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya yang semakin membuat Aditsya heran dengan ucapan cowok yang memeluknya itu.

"Suami istri?" Ulang Aditsya heran.

"Ia suami istri, Aku pulang dari kantor, terus Kamu bukain pintu, tanyain mau makan apa? Terus Aku cuma mau Kamu buat mesra-mesraan ngabisin malam dengan canda tawa dan obrolan yang gak jelas kek gini" ucap Bagas yang semakin membuat Aditsya heran dan tak mengerti.

"Bagas ngomong apa sih? Aku gak ngerti" ucap Aditsya dengan jujurnya.

"Andai kita bisa jadi suami istri yah Sya" ucap Bagas dengan nada yang berubah menjadi lirih.

Aditsya yang sejak tadi ke bingungan dengan kata-kata Bagas perlahan mulai menemuka titik terang. Perlahan Aditsya memutar badanya agar mengahadap ke arah Bagas, menatap lekat kedua mata cowok yang selalu ada di sampingnya itu dalam.

"Bagas? Bagas percaya takdir gak?" tanya Aditsya yang di jawabi anggukan oleh Bagas.

"Sama kaya Aku. Menurut Aku kalo emang Tuhan udah nakdirin kita buat sama-sama sampai akhir hayat, dalam artian kita jadi pasangan suami istri kita gak bisa nolak ituzkan? Dan kalau pun kita gak bisa jadi suami istri kita juga gak bisa nolak itu-kan? Bagas apa pun yang akan terjadi siapa pun Bagas nanti, dan hubungan apa pun yang nanti akan tertera antara Aku sama Kamu, gak bakal ngerubah arti dan penting serta rasa Aku ke Bagas oke?" ucap Aditsya dengan panjangnya.

"Aku cuma mau liat Kamu bahagia Sya. Cukup itu Aku udah bisa bahagia."

"Hustt gak boleh gitu Bagas, bagas juga harus bahagia. Kita harus bahagia oke?"

"Kamu bahagia, Aku bahagia Sya"

"Huftt terserah Bagas dehh. Udah sekarang Bagas mau makan apa?" tanya Aditsya setelah lelah berdebat dengan Bagas yang susah sekali di kalahkan kalau sudah tentang hal yang menyangkut kebahagiaanya.

Bagas nampak berpikir dengan tangan yang masih memeluk pinggang Aditsya yang sekarang sudah berpindah ke atas pangkuannya.

"Hmm Aku mau makan apa yah? Hmm makan Kamu aja boleh gak?" tanya Bagas dengan seringai menggodanya. Yang membuat seorang Bagas pratama semakin terlihat tampan.

"Ouhh jadi Bagas mau makan Aku? Boleh tapi Aku mau mandi dulu bay!" ucap Aditsya yang tanpa rasa bersalah meninggalkan Bagas dan segera berlalu untuk pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri.

______________*

Aditsya keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang sudah berganti menjadi baju tidur dengan gambar bruang.
Berjalan ke arah Ranjang yang sudah terdapat Bagas di atasnya. Tak heran memang kalau mendapati Bagas tengah berbaring di kamarnya, pasalnya hanya cowok itu yang bisa masuk dan keluar rumah Aditsya seenaknya, dan Aditsya tak mempermasalhkan hal itu, bahkan kedua orang tuanya yang notabenya jarang di rumah pun sudah tau hal itu, bahkan tak bisa di pungkiri bahwa setiap kali Bagas menginap di rumahnya Bagas lebih memilih tidur di kamar Aditsya ketimbang di kamar sebelah yang memang di khususkan untuk cowok itu menginap tapi tenang walau pun keduanya sering tidur di atas ranjang namun Bagas bisa mengontrol nafsunya bahkan sangat bisa jadi tak heran kalau Bagas dan Aditsya sangat dekat.

Aditsya naik ke atas ranjang dengan ukuran king size di mana sudah terdapat Bagas yang nampaknya telah membersikan badanya dan mengganti bajunya itu.

Boyfriends???   [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang