41. Amnesia?

1.5K 64 9
                                        

Bau obat rumah sakit sudah cukup membuat Fano resah.

Padahal Fano baru saja selesai packing dirumahnya. namun, beberapa lama kemudian ia mendapat telepon dari Meli yang memberitahu bahwa Finda kecelakaan. Dengan cepat Fano bergegas pergi kerumah sakit.

"Gimana cerita kejadiannya? " ujar Fano saat sudah berada di rumah sakit. Meli hanya menggeleng, ia benar-benar tidak tau. Yang Meli tau dia sedang menunggu Finda di dalam rumah. Sampai akhirnya terdengar suara riuh dijalanan ia pun menghampirinya. Betapa terkejutnya dia saat melihat sahabatnya sudah berlumuran darah.

"Gue gak tau Fan. " desih Meli.

Fano menghela nafas pelan sambil menggaruk rambutnya frustasi. Sampai akhirnya Papa dan kakak Finda datang.

"Fano kenapa bisa begini? " ucap tuan Handoko yang baru datang dengan wajah paniknya.

"Saya juga gak tau om tadi saya ngantar Finda kerumah Meli, dapat beberapa menit Meli nelfon saya dan.." Fano tidak meneruskan kalimatnya. Sebuah rasa bersalah menyelimuti dirinya. Andai saja Fano mengantar Finda sampai di depan rumah Meli semua ini tidak akan terjadi.

"Ya sudah kamu yang tenang dulu, kita doakan supaya Finda cepat sadar. " balas tuan Handoko. Fano hanya tersenyum hambar.

Sampai beberapa jam kemudian seorang dokter keluar dari ruangan Finda dirawat. Sekilas semua yang ada disana langsung menghampiri dokter itu.

"Dok gimana kondisi anak saya? " tanya tuan Handoko dengan panik.

"Lebih baik kita bicara diruangan saya ya pak, ayo. "

"Oh ya kalo ada yang mau jenguk pasien cukup satu orang saja ya. " sambung dokter itu.

"Fano kamu jaga Finda ya. " ujar tuan Handoko. Fano pun mengangguk.

Fano membuka pintu ruangan Finda di rawat. Dan pertama kali ia lihat adalah kekasihnya yang berbaring lemah dengan perban di kepala. Ia melangkah mendekati Finda sampai Fano benar-benar melihat wajah gadis itu. Mata Finda terpejam seperti sedang tertidur, dengan luka-luka memar di wajahnya.

Fano merasakan perih dihatinya melihat keadaan Finda. Gadis yang biasanya menyebalkan atau bahkan mampu membuatnya tertawa kini sedang berbaring lemah. Ia menarik sebuah kursi yang ada di samping ranjang, lalu mendudukinya. Fano mengelus pelan rambut Finda.

"Seandainya aku nganterin kamu semua ini gak bakal terjadi. " desis Fano sambil mengelus puncak kepala gadis itu.

"Mungkin dimata kamu aku ini emang cowok yang nyebelin. Tapi asal kamu tau ngeliat kamu kayak gini, udah cukup membuat luka terdalam dihati aku. "

"Senyum dan tawamu sudah membuatku candu, aku bahkan belum bisa terbiasa tanpa semua itu. Jadi cepat sembuh ya cantik. " sambung Fano lirih sambil mengecup kening Finda lembut.

Clek..

Terdengar suara pintu yang di buka, membuat Fano refleks menoleh.

"Finda belum saear? " tanya tuan Handoko.

"Belum om. "

"Kalo pasien sudah sadar bisa langsung dibawa pulang kok. " sahut seorang dokter yang ada disamping papa Finda.

"Om maafin saya ya, coba aja Finda gak mampir kerumah saya ini semua gak bakal terjadi. " ujarp Meli dengan rasa bersalahnya.

Tuan Handoko tersenyum tulus, "Sudah Meli ini bukan salah kamu ini sudah takdir lebih baik kita berdoa untuk kesadaran Finda aja."

Namun beberapa menit kemudian jari Finda mulai bergerak. Membuat semua yang ada di situ menghampirinya. Mata indah itu mulai berusah terbuka walau perlahan.

ALFANO (MASIH REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang