4. Senja

529 161 84
                                    

Cuplikan cerita author

Danur meletakkan buku-buku kuliah di atas meja. Wajahnya lesu dan kusut bak pakaian lecek.

Pukul 17.30 WIB. Kuliah lebih parah daripada SMA. Awalnya, Danur mengira kuliah lebih santai, tetapi kenyataannya malah lebih parah.

"Woi, Min! Ambilin gue minum dong!" Danur menelangkupkan kedua tangan di atas meja.

"Ambil sendiri, manja!" Sahut Mimin yang tetap asik menonton televisi.

"Lo asisten gue gak sih? Mau gak digaji?!" Danur bangkit dari tempat duduknya dan berdecak pinggang.

"Hufffttt!!" Mimin menghela napas kasar. Tatapannya mengarah ke Danur dengan tajam dan seram.

'Buset! Itu mata mau keluar dari tempatnya?! Serem, Ya Allah! Dedek gak kuat .. ' Danur bergumam ngeri.

"Ap-apa? Mau nga-pain lo, hah?" Danur tergagap karena saking takutnya.

"Emang bos Danur pernah gaji Mimin?!" Mimin beranjak dari sofa dan berlari menuju kamar.

BRAKK!!

Pintu kamar Mimin dibanting dengan keras.

Danur menghela napas. Ia tahu alasan Mimin marah. Sudah lewat bulan, namun Danur lupa mentransfer uang ke rekening bank Mimin.

"Sabarkanlah hati ini, Ya Allah .. " Danur mengusap dada berulangkali.

®®®

Aku menyukai hujan, tetapi tidak dengan petir.

®®®

Tengah malam. Hujan turun mengguyur kota. Petir menyambar dan mengelegar, membunyikan suara yang mengerikan. Angin berhembus kencang, menggoyangkan pepohonan. Malam ini badai hujan datang.

Tiba-tiba lampu padam. Memperburuk keadaan tanpa mengetahui kegelisahan seorang anak kecil yang ketakutan.

Gelap gulita. Semua berubah hitam. Mata Reina tidak berfungsi. Napasnya tersengal. Ia takut. Sendirian.

Lagi ..

Kejadian mengerikan terulang kembali di hidupnya.

"Mama?" Suara kecil nan pelan terdengar lirih.

Reina panik. Mama tidak membalas panggilannya.

Gelap. Reina sendirian. Ia takut. Ia butuh seseorang untuk menemaninya tidur.

"Papa?" Reina beralih memanggil Papanya. Sama saja. Tidak ada jawaban.

Kaki kecil Reina menuruni tempat tidur. Dalam hati, Reina berdoa memohon perlindungan. Ketakutannya kain menjadi. Ia harus menemukan Papa dan Mama agar ketakutan itu lenyap.

Iya! Reina butuh pelukan hangat Papa dan Mama.

Reina terus berjalan menelusuri lorong rumah. Tangan kecilnya meraba tembok sebagai penunjuk arah. Papa dan Mama pasti di kamar. Mereka tidur. Reina berusaha berpikir positif.

Petir menyambar. Seberkas cahaya menerangi jalan Reina. Tidak lama kemudian suara gemuruh langit menakuti setiap orang.

DUARRR!!!

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang