39. Hujan

99 12 3
                                    

Maaf yaa, minggu kemaren gak up date 😢 lagi banyak pikiran, gak mood nulis, dan banyak acara.

Aku usahakan up date, maaf banget 🙏😢😢

Happy Reading!
Aku saranin, baca part sebelumnya, biar kalian gak lupa dan bingung.

Bye❤❤

®®®

Hidup itu belajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup itu belajar.
Belajar menerima, meskipun terasa sakit.
Belajar ikhlas, meskipun tidak rela.
Belajar melepaskan tanpa menyimpan dendam.

®®®

Reina menggeram kesal. Setiap kali ia ingin membantu Elvano--mengiris bawang, memilah sayur, atau menggoreng lauk--Mia selalu menghalangi. Mia hadir di antara Reina dan Elvano, kemudian menyita seluruh perhatian Elvano. Lagi, Elvano akan mencampakkannya dan fokus pada Mia. Mereka berbicara seolah-olah Reina tidak ada.

Menyebalkan!

Reina merasa Mia sengaja melakukan itu. Perempuan cantik itu tidak ingin dirinya dekat-dekat Elvano. Cantik, sih. Tetapi, bermuka dua.

Jangan panggil Reina jika ia menyerah dengan mudah. Elvano bukan milik Mia. Elvano pacarnya. Reina lebih pantas dekat dengan Elvano, bukan Mia.

"El, kemaren aku dapet nilai bagus, loh." Reina berbicara sambil mengiris bawang putih. "Aku dapet 80. Bagus, kan?"

Elvano tersenyum. Kedua lesung pipi terlihat jelas dan manis. "Pacar aku pinter, ya? Jadi bangga."

"Hehe .. iya, dong! Aku gak mungkin menyerah dengan mudah. Selagi bisa didapatkan, aku akan berjuang."

"Nilai 80 aja bangga. Seharusnya, kamu bangga kalo dapet 100." Mia menyahut sambil menggoreng bakwan.

Senyum Reina surut. Mia menyindirnya. Nilai Reina tidak ada hubungannya dengan Mia, tetapi mengapa dia yang sewot?

Lagipula, nilai berapapun tidak masalah. Yang penting itu proses, bukan nilai. Kalau Reina ingin nilai yang tinggi, ia bisa menyontek buku paket. Tidak perlu belajar.

"Apa, sih? Gue gak ngomong sama lo, ya!"

Mia berbalik menatap Reina sambil tersenyum sinis. "Oh, emang tadi gue ngomong sama lo? Enggak, tuh. Lo nya aja yang kege'eran."

"Lo .. " Reina mengepalkan kedua tangan dan menahan amarah.

"Reina, udah." Elvano mengusap punggung Reina. "Jangan berantem di sini, ada anak-anak."

Reina menarik napas panjang, kemudian menghembuskan perlahan.

Sabar.

Ia tidak boleh menghancurkan semua. Amarah tidak menyelesaikan masalah.

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang