{SELESAI}
Bagiku, Hujan menyenangkan. dingin, segar, dan nyaman. Namun, tidak dengan petir. Aku benci petir--Reina Putri Kartika.
Bagiku, dia adalah hujan yang indah. aku menyukai senja, namun hujan lebih menarik untuknya--Elvano Abrisam.
“Jika inilah yang terakhir kalinya Kau dan aku bisa bertemu Terima kasih untuk pernah mencoba Menerimaku dengan segala beda."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan pernah memainkan sesuatu yang kamu tidak kuasai, termasuk hati.
®®®
Keesokan harinya, Reina memutuskan bangun pagi. Percaya atau tidak, hati Reina berharap Elvano ada di halte bis. Menunggu untuk bertemu dengannya. Meskipun Reina dapat menghubungi Elvano lewat chat dan bertukar pesan, laki-laki itu tetap misterius. Elvano datang dan pergi seenaknya. Ia tidak memikirkan perasaan Reina yang rindu terhadap sosoknya.
Mendapatkan nomer ponsel Elvano tidak berefek besar. Laki-laki itu susah dihubungi meskipun Reina telah men-spam Elvano dengan pesan tidak jelas. Bukannya menjawab, nomer Elvano malah tidak aktif. Dasar laknut!
Reina melangkah cepat menghampiri Eyang Sari. Eyang Sari sibuk berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk cucu kesayangannya.
"Selamat pagi, Eyang." Reina setengah berlari memeluk Eyang Sari dari belakang, kemudian mencium pipi yang semakin hari semakin keriput itu.
Eyang Sari terkekeh pelan melihat kelakuan Reina. Sebenarnya, Eyang Sari tidak masalah dengan sikap Reina yang manja, sebaliknya, Eyang Sari merasa senang. Apapun dan bagaimanapun Reina, Eyang Sari bersyukur Reina terlahir di dunia.
"Kamu ini ngagetin Eyang aja."
"Soalnya Eyang ngangenin, sih. Pengen dipeluk mulu." Reina melepas pelukannya dan berjalan menuju meja makan.
"Ngawur!" Ungkap Eyang sambil memasang ekspresi wajah tidak terima. "Emang Eyang boneka yang kamu peluk terus?"
Keduanya memutuskan makan bersama. Menurut Reina, masakan Eyang Sari tidak akan terkalahkan dengan masakan manapun. Dengan lauk sederhana, Reina merasakan nikmat yang luar biasa. Nikmat yang terlalu besar untuk tidak disyukuri.
Lima belas menit kemudian, Reina memutuskan berangkat sekolah. Ia mengucapkan salam dan mencium tangan Eyang Sari penuh hikmat.
Kaki Reina melangkah keluar gerbang dan menyusuri jalan sempit menuju jalan raya.
"Rein?"
Merasa dipanggil, Reina pun menoleh ke arah sumber suara. "Iya?"
Dua lesung pipi menyambut Reina. Jantungnya berdegup kencang seakan-akan berdisko ria. Untuk beberapa saat, Reina mematung. Terhipnotis dengan senyuman indah Elvano.