29. Hujan

118 14 1
                                    

Selamat membaca ❤Jangan lupa vote, komen, dan share ke temen kalian! Maaf aku telat up date :) aku bener bener minta maaf 🙏

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca ❤
Jangan lupa vote, komen, dan share ke temen kalian!
Maaf aku telat up date :) aku bener bener minta maaf 🙏

®®®

Jika aku bagian kesedihan di seluruh dunia, apakah kamu tetap ingin bersamaku?

®®®


"Reina jangan!"

Tuk!

Reina menyentil dahi Ocha pelan dan tersenyum manis.  Ocha termangu sekaligus terpana. Mata cokelat Reina menyihirnya. Mata yang sangat indah dan senyuman yang berbeda.

"Anak kecil gak boleh nakal. Kalau nakal, nanti Kakak jewer." Reina mengusap rambut pendek Ocha. "Kakak gak jelek, kok. Kakak cuma kurang cantik aja, hehe .. "

Elvano mengangga mendengar ucapan Reina. Sungguh, di luar dugaan. Tadi, ia khawatir Reina bertingkah bodoh. Namun, khawatirannya menguap ketika Reina bersikap lemah lembut pada Ocha.

"Kakak keren!" Anak laki-laki yang berusia enam tahun berteriak girang. "Kak, namaku Wawan. Kalau yang itu namanya Dina." Wawan menunjuk anak perempuan berusia tujuh tahun. Dina melambaikan tangan sebagai ucapan Hai. "Dan, yang paling sok tua dan sok jadi ketua, dia namanya Ujang." Wawan menunjuk Ujang yang berumur tujuh tahun.

Reina melambaikan tangannya. "Hai, semua .. salam kenal, ya. Nama aku Reina. Panggil aja Kak Reina."

"Hehe .. salam kenal juga, Kak." Ujang menjawab antusias.

"Kak Reina bisa masak gak?" Wawan bertanya yang dibalas anggukan kepala oleh Reina. "Ya udah, masak bareng Wawan aja. Ayo, Kak!"

Wawan menarik tangan Reina menuju dapur disusul Ujang yang selalu mengingatkan bahwa Wawan harus bersikap sopan pada orang yang lebih tua.

Elvano membujuk Ocha. Ia menggendong Ocha ke luar gedung. Anak perempuan itu merengek dan menangis karena perlakuan Reina. Padahal, jika dipikir-pikir, Reina tidak terlalu keras menyentil dahi Ocha. Ia hanya menyentuhnya pelan.

Satu lagi, Dina--anak perempuan dengan jepit rambut di sebelah kanan--mengamati dari kejauhan. Dina seperti menjaga jarak dan enggan berbaur. Anak itu lebih memilih masuk kamar dan mengurung diri.

®®®

Mia membuka kedua kelopak matanya. Ia mengedarkan pandangan dan menyadari bahwa ia berada di dalam kamarnya. Terakhir kali, ia berada di tepi jalan. Saat itu, penyakit asma yang ia derita kambuh dan ia kesulitan bernapas. Namun, Bang Alex menyelamatkannya. Setelah itu, ia tidak tahu apa yang terjadi. Mungkinkah ia pingsan?

Mia turun dari tempat tidurnya yang bernuangsa ungu. Ia berjalan keluar dari kamar berniat mengambil minum. Ketika Mia menuruni tangga, matanya menangkap batang tubuh seseorang di sofa ruang tamu. Karena penasaran, ia menghampiri orang itu dan menilik wajahnya. Ternyata, orang itu ..

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang