22. Senja

133 13 4
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

®®®

Apakah aku begitu buruk di matamu?
Apakah karena aku anak yatim piatu?
Yakinlah, anak seperti aku juga ingin mendapatkan kasih sayang orangtua.
Seharusnya kamu bersyukur orangtuamu masih ada di sisimu.
Hargailah mereka, sebelum mereka tiada.

®®®

Reina berada di ruang BK dengan Sarra. Mereka saling diam. Tidak bisa dipungkiri, Reina membenci berada satu ruangan dengan perempuan licik ini. Sampai kapanpun, ia tidak akan memaafkan Sarra. Ia salah jika hanya diam. Seharusnya, ia membalas semua perbuatan Sarra. Perempuan itu tidak tahu diri. Reina diam bukan karena lemah. Ia diam karena tidak ingin memperpanjang masalah. Ternyata, Sarra harus dikasari agar ia tahu tidak semua orang bertekuk lutut di hadapannya.

Rasa sakit yang Reina dapatkan tidak sebanding dengan rasa sakit Sarra. Perempuan itu selalu hidup enak. Semua keinginannya terpenuhi. Kecantikan, ketenaran, kekayaan, semua ia miliki. Bahkan, Sarra mempunyai orangtua yang lengkap. Seharusnya, Reina yang mengusik hidup Sarra. Namun, kenyataannya Sarra yang mengusik hidup Reina.

"Apa lo pikir lo bakal menang kali ini, huh? Gue saranin lo mundur selagi ada waktu. Karena .. berhadapan dengan gue gak akan mudah. Takutnya lo menderita." Sarra tersenyum smirk melihat Reina yang duduk di sebelahnya.

"Lo terlalu ketinggian kalo berharap. Bukan gue yang menderita, tapi lo." Reina menatap Sarra datar. "Gue gak semudah itu dijatuhkan."

"Oh, ya?" Sarra pura-pura terkejut mendengar ucapan Reina. "Duh, gue takut." Perempuan itu berakting ketakutan, namun beberapa detik kemudian, ekspresinya berubah kejam. "Gue bukan saingan lo. Jadi, pikir ulang sebelum lo berurusan sama gue. Gue gak mau lo nyesel karena kehilangan orang-orang yang lo sayang."

"Percuma, dari awal, gue udah berurusan sama lo. Gue gak mau mundur. Gue gak mau jadi pengecut yang melarikan diri. Yang jelas, gue akan hancurin lo." Reina mengepalkan tangannya kuat. Ia tidak boleh emosi di sini. Keadaan akan berbalik menyerangnya jika ia gegabah mengambil tindakan. "Satu hal lagi, gue gak segoblok yang lo kira."

Tepat, setelah Reina berbicara demikian, Pak Hendri muncul di balik pintu. Pria patuh bayar itu terlihat tidak bersahabat. Auranya menyeramkan. Jelas, Pak Hendri kecewa melihat anak didiknya bertengkar. Ia susah payah menjaga ketertiban SMA Gemintang. Namun, Sarra dan Reina menghancurkan usahanya dalam sekejap mata.

"Kalian tahu apa kesalahan kalian?" Ucap Pak Hendri setelah duduk di kursi kebanggaannya. "Bertengkar bukan perbuatan yang baik. Apalagi kalian perempuan, apakah baik jika dicontoh murid lain? Semua masalah itu bisa dibicarakan baik-baik. Saling mengerti dan memaafkan, bukan malah bertengkar. Kalau kalian bertengkar, masalah tidak akan selesai. Yang ada, keadaan akan semakin berantakan. Hubungan kalian juga hancur. Seharusnya, kalian saling komunikasi. Enaknya kayak gimana, cara solusi bareng-bareng. Jangan menuruti emosi kalian. Kendalikan emosi kalian."

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang