23. Hujan

130 13 3
                                        

Mungkin 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin  .. Author mimisan kalo ketemu Elvano. 😭 cakep bener😭😭

®®®

Hukum tidak berlaku untuk orang kaya.
Kita--orang kecil--terinjak-injak dan memohon haknya kembali.
Namun, apa yang dilakukan mereka?
Meludahi kami seakan hilang rasa manusiawi.

®®®

"Reina, mari kita lupakan kejadian hari ini. Maafkan Sarra, dia tidak bermaksud untuk menyebarkan berita kematian orangtuamu. Sarra hanya bercanda, iya, kan?" Pak Hendri tersenyum manis seakan-akan tidak masalah mengkambinghitamkan Reina.

"Tapi, Sarra yang salah, Pak. Seharusnya dia yang meminta maaf pada saya." Ucap Reina tidak percaya.

Pak Hendri tersenyum, kemudian mengusap punggung tangan Reina. Ia berusaha menenangkan perempuan itu. Ia tahu, semua ini tidak adil bagi Reina. Namun, keberadaan Sarra di sekolah ini sangat kuat. Ia tidak ingin Reina menderita lebih dari ini. Sarra bisa melakukan apa saja di SMA Gemintang. Orangtuanya memiliki kendali penuh atas SMA ini.

"Reina, memaafkanlah Sarra. Meminta maaf itu tidak peduli siapa yang bersalah. Entah kamu di pihak benar ataupun salah, meminta maaf duluan adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah." Ujar Pak Hendri.

"Haha .. " Reina tertawa. Ia menertawakan kenyataan yang terkadang tidak tahu tempat untuk bercanda. "Ini gak adil, Pak! Sarra yang salah, mengapa saya yang disalahkan?!"

"Sarra melakukan hal yang benar." Bela Pak Hendri. Ucapannya mantap seakan-akan tidak salah.

"Apa?" Reina tertawa sumbang. "Ini gak lucu, Pak .. Bapak membela orang yang jelas-jelas salah?"

"Kamu yang salah, Sarra selalu benar."

Ucapan Pak Hendri menarik Reina ke dalam lubang gelap. Telinganya berdengung. Semua usahanya untuk menuntut keadilan berbuah sia-sia. Jujur, hati Reina terasa sangat sakit. Bagaimana bisa Pak Hendri mengatakan bahwa apa yang dilakukan Sarra adalah tindakan yang benar? Jelas-jelas tindakan Sarra ditujukan untuk menghancurkannya. Tetapi, Pak Hendri seakan tutup telinga. Sebesar apapun kesalahan Sarra, ia selalu mendapatkan pembenaran.

Bibir Reina kelu. Seluruh tubuhnya mati rasa. Seluruh bukti yang ia siapkan tidak berdampak apapun bagi Pak Hendri.

Sarra tertawa puas. Raut wajah Reina yang pias membuatnya menang. Inilah yang ia tunggu. Melihat Reina sengsara dan menderita.

"Lo bukan tandingan gue. Sekuat apapun bukti lo, gue tetep menang." Sarra membisikkan kata-kata itu di telinganya Reina. "Sadar diri, lo bukan siapa-siapa. Lo itu .. anjing gue. Pantaskah anjing gigit tuannya?"

Reina diam.

Anjing? Ck! Sebutan itu sangat cocok untuk dirinya.

Kenyataan membuatnya membisu dan mematung. Ia masih tidak percaya takdir akan bermain selucu ini. Orang miskin tidak mempunyai hak apapun. Sejak kapan kata-kata itu berlaku? Apakah orang kaya saja yang berkuasa?

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang