{SELESAI}
Bagiku, Hujan menyenangkan. dingin, segar, dan nyaman. Namun, tidak dengan petir. Aku benci petir--Reina Putri Kartika.
Bagiku, dia adalah hujan yang indah. aku menyukai senja, namun hujan lebih menarik untuknya--Elvano Abrisam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Selamat membaca!
Terima kasih sudah membaca part 20! 😘❤
Simak terus, ya 😙
®
®®
Selama ini, aku berusaha bersabar menghadapimu. Namun, kamu tidak mengerti dan bertindak seenakmu. Kali ini, aku tidak tinggal diam. Kamu terlalu jauh melewati batasanmu.
®®®
Elvano mengantar Reina sampai depan rumah. Eyang Sari menunggunya dengan cemas. Raut wajahnya menunjukan kekhawatiran yang mendalam. Ia tidak ingin cucu kesayangannya terluka.
"Eyang, Reina gak papa. Eyang gak usah khawatir." Ucap Reina berusaha menenangkan Eyang Sari yang khawatir dengan keadaan cucunya.
"Ini semua bukan salahmu, Nak. Eyang malah berterima kasih udah nolongin Reina. Kalau saja Nak Elvano tidak ada di sana, Eyang tidak tau bagaimana lagi. Mungkin, keadaan Reina akan lebih parah." Eyang menepuk pundak Elvano pelan dan tersenyum hangat. "Terima kasih, Nak Elvano."
Elvano mengangguk dan tersenyum singkat.
Reina menatap Elvano. Jujur, ia penasaran dengan perempuan cantik yang bernama Mia. Elvano tidak pernah menyinggung perempuan itu. Jika benar dugaannya, Mia adalah orang yang dekat dengan Elvano. Mungkin, mereka mempunyai hubungan yang khusus.
Setelah kejadian tadi siang, Elvano mengejar Mia. Reina tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Kondisi kaki Reina tidak memungkinkan untuk menyusul mereka. Jadi, ia hanya pasrah menunggu Elvano kembali.
Kedatangan Elvano ternyata tidak membawa informasi apapun. Elvano tidak menjelaskan sedikitpun tentang Mia. Laki-laki itu menawarkan untuk pulang. Di perjalanan pun ia bungkam. Reina semakin penasaran, apa hubungan antara Elvano dan Mia?
"Elvano pamit pulang, Eyang. Banyak pekerjaan yang harus Elvano kerjakan." Ucapan Elvano membuat Reina bangun dari lamunan.
"Hati-hati, Nak Elvano." Ucap Eyang Sari.
"Iya, Eyang. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Reina menatap Elvano nanar. Ia ingin mengungkapkan apa yang ia rasakan saat ini. Namun, Elvano tidak memberi ruang untuk berbicara. Ia menyalakan motor metiknya.
"Ayo, Reina. Masuk ke dalam, kamu butuh istirahat." Ajak Eyang Sari.
"Enggak, Eyang."
Reina melepaskan pegangan Eyang Sari di pundaknya. Perempuan itu berjalan ke arah Elvano, meskipun dengan tertatih-tatih.