{SELESAI}
Bagiku, Hujan menyenangkan. dingin, segar, dan nyaman. Namun, tidak dengan petir. Aku benci petir--Reina Putri Kartika.
Bagiku, dia adalah hujan yang indah. aku menyukai senja, namun hujan lebih menarik untuknya--Elvano Abrisam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa vote komen dan share ke temen-temen kalian ❤
®®®
Kita hanya perlu merasa cukup untuk bersyukur.
®®®
Reina melepaskan tangan Elvano yang menggenggam tangannya. Gerakan itu membuat Elvano berhenti melangkah dan menatap sang Kekasih penuh tanda tanya.
"Reina .. " panggil Elvano dengan suara yang sangat lembut.
Reina memalingkan wajah. "Udah puas mesra-mesraan sama perempuan lain?"
"Maksud kamu apa, Rein?"
"Ck!" Reina berdecak kesal. Elvano memang tidak tahu atau sengaja melakukannya agar ia merasa cemburu? "Gak usah sok gak tau apa-apa, deh, El. Yang kamu lakuin itu jelas dan nyata. Aku liat semuanya tadi."
Elvano terdiam sejenak. Ia menghela napas kasar sebelum menjawab pernyataan kekasihnya. "Reina, aku udah bilang kan kalo Mia bukan siapa-siapa aku?"
"Tapi, sikap kamu gak mencerminkan kalo Mia bukan siapa-siapa kamu!" Reina meninggikan suaranya. Dadanya kembang kempis menahan amarah yang entah kapan mulai menguasai dirinya. "Mia berarti buat kamu, kan?"
Elvano terdiam. Ia tidak memberikan respons apapun atas pertanyaan pacarnya.
Reina tertawa. Diamnya Elvano sudah menjawab semua pertanyaan di dalam otaknya. "Oke, aku paham." Reina mengangguk-anggukkan kepala. "Aku pulang."
Perempuan itu berbalik meninggalkan Elvano, namun, gerakan kakinya terhenti ketika Elvano menahan pergelangan tangannya.
"Lepasin!" Reina memberontak untuk dilepaskan.
"Aku anter pulang, ya .. "
"Apaan, sih?! Aku bisa pulang sendiri!"
"Reina, aku anter pulang, ya .. " Suara Elvano berubah lembut. Sejujurnya, Reina benci suara Elvano yang seperti itu. Suara Elvano yang lembut membuatnya menjadi luluh dan melupakan amarahnya.
Melihat Reina yang diam dan tidak memberontak lagi, Elvano menarik pelan tangan Reina agar perempuan itu mengikuti langkahnya. Untuk sementara, Elvano tidak mengganggu Reina yang meledak-ledak emosinya. Ia membiarkan Reina diam seribu bahasa.
®®®
Bukannya mengantar pulang, Elvano malah mengajak Reina ke suatu tempat yang jarang dikunjungi orang-orang.
Mereka berdiri di depan sebuah gedung yang tidak terpakai. Gedung itu menjulang tiga lantai. Berbeda dari kebanyakan gedung, gedung ini terlihat menyeramkan. Bahkan, Reina yakin, tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya.
Tempat di sekitar gedung tidak terawat. Rumput liar dan ilalang tumbuh bertebaran. Di bagian ujung halaman gedung terdapat satu pohon mangga yang buahnya bergelantungan. Reina bergidik ngeri melihat pohon mangga itu. Meskipun, pohon mangga itu berbuah banyak, ia yakin, penunggunya juga tidak cuma satu.