50. Senja

193 12 5
                                        

Play this musicDialog senja - Lara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Play this music
Dialog senja - Lara

"Menghapus tinta yang pernah terlukis di kanvas hatiku
Merobek semua bayangan yang tampak di relung sukmaku
Ego telah menghasut ku tuk kembali padamu
Namun, logika berkata baiknya ku menjauh."

®®®

Kamu adalah senja yang unik.
Aku tahu, takdir senja adalah datang sesaat dan pergi begitu saja.
Tetapi, bolehkah aku tertawa di bawah mega merah jinggamu yang melingkupi dunia kecilku?

®®®

Jam dinding menunjukkan pukul 21.00 WIB. Di luar, hujan telah berhenti. Suara katak bersahut-sahutan seakan menari selepas hujan. Sisa air hujan menimpa dedaunan, kemudian menyentuh tanah. Aroma hujan yang tak mudah hilang berbaur dengan aroma kopi buatan Eyang Sari.

Wanita paruh baya itu tersenyum tulus. Kulitnya mengkerut dan kusut. Tetapi, tidak mengurangi kecantikan alami dirinya. Syal berwarna hitam melilit lehernya dan memberi kehangatan.

"Diminum kopinya, Nak Elvano." Eyang Sari mendorong gelas lebih dekat dengan Elvano. "Eyang cuma punya ini."

"Iya, gak papa, Eyang."

Elvano menyesap kopi hitam yang disuguhkan Eyang Sari. Rasa pahit kopi berpadu dengan rasa manis gula. Perpaduan yang pas untuk menikmati gelapnya malam setelah kejadian yang tidak terduga. Aroma kopi memasuki indera penciuman Elvano. Sangat harum.

Eyang Sari menatap lurus. Tidak ada yang menarik selain lampu jalan yang bersinar di kegelapan. Angin malam berhembus santai seolah-olah membawa kedamaian. Rambut putihnya berterbangan mengikuti irama angin. Musik alam semesta adalah ketika angin menggoyangkan dedaunan dan menggesek ranting pohon. Musik yang indah dan merdu untuk didengar.

"Maaf, ya, Nak Elvano .. Nak Elvano terluka gara-gara Reina." Eyang Sari menatap Elvano setelah sekian lama hanyut oleh pikirannya. "Eyang gak tau harus bagaimana kalau Nak Elvano gak ada. Maaf, Eyang gak bisa memberi apa-apa selain kepercayaan."

Elvano menggeleng. "Eyang, Elvano yang harus minta maaf karena--"

Ucapan Elvano terhenti ketika tangan Eyang Sari menggenggam tangannya. Tatapan Eyang Sari penuh pengharapan. Senyum Eyang Sari mewakilkan ucapan rasa terima kasih dan maaf.

Eyang Sari bergerak kembali ke tempatnya. Helaan napas keluar dari mulutnya.

"Kehadiran Nak Elvano memberi dampak yang luar biasa pada cucu Eyang. Eyang kecewa saat Nak Elvano menjadikan Reina pelampiasan, tetapi Eyang juga bersyukur karena sejak itu Reina belajar mengekspresikan kesedihannya. Dulu, Reina tidak pernah mengekspresikan kesedihannya. Yang dia tahu hanya tersenyum sesakit apapun perasaannya." Ucapan Eyang Sari tercekat. Perasaan haru membuatnya tidak mudah mengeluarkan kata-kata. "Eyang takut sekali. Reina hanya tersenyum ketika orangtuanya di makamkan. Bahkan, Reina menari di bawah hujan sambil tertawa. Itu bukan hal yang wajar. Semua orang mengira Reina gila. Eyang juga berpikir seperti itu. Sejak pembunuhan itu ketika malam tiba, Reina tidak tenang, ketakutan dan cemas berlebihan, jarang tidur, sering mimpi buruk, dan tidak pernah keluar rumah. Reina hanya mau bertemu Eyang. Awalnya, Eyang mengira Reina hanya ketakutan biasa, tetapi ketakutan itu tidak hilang lebih dari sebulan."

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang