38. Senja

100 12 6
                                        

®®®

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

®®®

Keadaan semakin sulit.
Kamu selalu bersamanya tanpa mempedulikan perasaanku.
Sebenarnya, apa arti diriku untukmu?

®®®

Hari-hari berlalu dengan cepat. Ujian demi ujian Reina kerjakan. Pagi, siang, malam, ia habiskan untuk belajar. Namun, ada waktu di mana Elvano merasuki alam bawah sadarnya.

Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. Ia merasa Elvano tidak sepenuhnya jujur. Ada sesuatu yang laki-laki itu sembunyikan. Hubungannya juga tidak baik-baik saja. Beberapa kali mereka bertengkar untuk hal yang menyangkut Mia.

Reina cemburu. Pasti. Elvano lebih perhatian pada Mia dibandingkan dirinya. Elvano beberapa kali membahas Mia ketika mereka berdua. Mia yang begini, Mia yang begitu, Mia yang ini, dan Mia yang itu. Selalu Mia.

Reina kesal.

Elvano lebih condong ke arah Mia. Jika dunia Elvano hanya Mia, lantas, apakah ia pelampiasan saja?

"Reina!"

"Eh, iya, gimana, Na?" Reina tersadar dari lamunan.

"Lo ngapain, sih? Ngelamun lagi .. ngelamun lagi .. Mikirin Elvano? Please, Rein .. dunia lo bukan Elvano aja! Sampe kapan lo kayak gini? Kalo emang lo gak suka Elvano deket sama Mia, bilang ke dia. Jangan dipendem. Semakin gak selesai masalahnya kalo lo diem aja." Nana mengeluhkan semua unek-unek yang ia pendam.

"Kalo gue bilang .. na-nanti .. " Reina memilih jarinya.

Nana menghela napas panjang dan memutar bola mata jengah. "Lo takut Elvano pergi?"

Reina melirik Nana sebentar, kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain. Ia menahan tangis agar tidak tumpah di depan Nana.

"Rein, kalo Elvano beneran sayang sama lo, dia gak akan ninggalin lo."

"Kalo Elvano gak beneran sayang sama gue, apa dia akan ninggalin gue?"

Nana menatap Reina yang bersedih. Sahabatnya menangis. Ia tahu Reina terlalu takut kehilangan Elvano. Namun, perasaan Reina yang berlebihan juga tidak baik.

Nana memaklumi jika Reina belum bisa menerima kematian kedua orangtuanya. Reina terlalu takut kehilangan orang-orang yang ia sayang. Padahal, jika dipikir-pikir, tidak ada yang meninggalkan dirinya. Reina terlalu overthinking terhadap suatu hal.

"Udah .. gak usah dipikir. Mending, belajar buat ujian besok. Besok terakhir, loh." Nana tersenyum sambil mengusap punggung Reina.

Reina menghapus sisa air mata di pipi. Ia mengangguk menyetujui perkataan Nana.

Malam ini seperti malam sebelumnya--begitu pekat dan menyeramkan. Kegelapan dipadu dengan gerimis hujan membuat keadaan menjadi sendu. Apapun yang terjadi, Reina berharap Elvano tidak memilih Mia dan meninggalkannya seperti sampah tidak berguna.

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang