16. Senja

169 14 4
                                        

Aku gila, tapi ..
Kamu lebih gila

®®®

Tok! Tok! Tok!

Reina menggeliat di atas kasur. Suara jendela yang berisik mengganggu tidurnya. Ia terpaksa bangun dan melirik jam yang menggantung di dinding. Pukul lima pagi.

Tok! Tok!

Reina menggeram kesal. Siapa yang berani mengganggunya tidur? Jail banget jadi orang. Ia menyingkap selimutnya dan berjalan menuju jendela. Reina kaget ketika membuka jendela. Bayangan seseorang duduk di pohon jambu membuatnya sesak napas.

"AKH! BABI MELET!" Reina teriak sekeras mungkin.

Bayangan itu melompat melewati jendela dan membekap mulutnya. Karena ketakutan setengah mati, demi menyelamatkan nyawa yang di ujung tanduk, Reina menendang perut babi tersebut. Bekapan tangannya terlepas. Babi tersebut berguling jatuh ke lantai.

"AAAKKHH! EYANG, BABI MELET DI KAMAR REINA!"

"Ganteng gini lo kira babi melet? Sialan lo!"

Tunggu dulu, mengapa babi bisa bicara?

Reina menyalakan lampu kamar. Ia terkejut melihat Elvano kesakitan dengan tangan memegang perutnya.

"Elvano?!" Reina membantu laki-laki itu berdiri dan menuntunnya ke pinggiran kasur. "Lo gak papa, kan?"

"Setelah lo tendang, apa gue terlihat baik-baik aja?"

"Kayaknya sih lo baik-baik aja, yang penting lo masih napas."

"Baik-baik aja pala lo peang!"

Reina terkekeh pelan melihat raut muka Elvano yang meringis kesakitan. Jujur, laki-laki itu bertambah tampan ketika kesakitan. Apakah Reina harus menendang perut Elvano setiap hari agar kadar ketampanannya bertambah?

"Gue obatin, mau?"

"Gak usah, udah mendingan." Kata Elvano sambil berdiri dan melakukan pemanasan kecil.

Reina terkekeh. Menurutnya, melihat Elvano dengan wajahnya yang tampan adalah keberuntungan.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Ketukan pintu semakin cepat dan kencang.

"Reina, ada apa?! Kenapa kamu teriak-teriak gitu?! Ada maling?! Reina, buka pintunya!" Eyang Sari bertanya dengan nada khawatir.

Reina yang menyadari bahaya akan datang menatap Elvano khawatir, sedangkan laki-laki itu malah menaikkan alisnya. Bukannya takut, Elvano malah tenang seperti air.

Jika Eyang Sari tahu ada laki-laki tidak dikenal di kamar Reina, usai sudah perjalanan hidupnya. Eyang Sari akan mengambil gorok dan membunuhnya. Apalagi pakaian Elvano tidak rapi, cenderung urakan seperti preman. Ia akan dipancung Eyang Sari. Gawat!

"Gue bukain pintunya." Ujar Elvano sambil melangkah ke arah pintu.

"El, sembunyi!" Reina menahan lengan laki-laki itu yang hampir saja membuka pintu.

"Kenapa gue harus sembunyi?" Elvano menaikkan salah satu alisnya. "Gue mau ketemu nenek lo."

"Lo pengen gue mati, hah? Kalo Eyang liat lo di kamar gue, Eyang bakalan ngusir lo dari sini. Gue gak bakalan ketemu lo lagi. Lo mau itu terjadi?"

"Gue gak pengen lo mati."

"Hah?"

"Gue bukain pintunya."

Hujan di Kala SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang