{SELESAI}
Bagiku, Hujan menyenangkan. dingin, segar, dan nyaman. Namun, tidak dengan petir. Aku benci petir--Reina Putri Kartika.
Bagiku, dia adalah hujan yang indah. aku menyukai senja, namun hujan lebih menarik untuknya--Elvano Abrisam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
®®®
Penampilan bukan kriteria utama untuk menilai seseorang. Meskipun, sulit, cobalah untuk memahamihatinya juga.
®®®
"Selamat pagi, Eyang. Reinanya ada?"
Eyang Sari meneliti Elvano dari atas sampai bawah, kemudian menatap Reina yang berdiri di belakangnya. Tatapan Eyang Sari seakan bertanya 'dia siapa?'
Reina menggelengkan kepala. Pura-pura lupa mengenai lelaki yang ada di depan rumahnya. Sebenarnya, ia menahan amarah. Eyang Sari tidak akan tinggal diam jika cucu kesayangannya berteman dengan preman.
Lihatlah, pakaian Elvano tidak rapi. Jaket denim dengan sobekan di mana-mana, celana jeans bolong di bagian lutut, rambut acak-acakan, dan tatto di tangan kirinya. Sungguh, Eyang Sari akan uring-uringan dan melarang Reina bertemu Elvano. Ia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.
"Kamu kenal dia, Reina?" Tanya Eyang Sari dengan nada mengintimidasi.
"Reina gak kenal---"
"Saya Elvano, Eyang. Teman Reina." Elvano tersenyum sangat manis. Jurus andalannya keluar. Laki-laki itu merasa tidak bersalah setelah memotong ucapan Reina.
Eyang Sari menghela napas, kemudian menatap Reina lekat. Melihat tatapan Eyang Sari, membuat nyalinya menciut. Ia yakin, Eyang Sari akan memotong uang jajannya, atau menyuruhnya membersihkan kamar mandi selama seminggu.
'Duh, mati gue! Eyang serem banget kalo marah. Kalo gue didepak dari rumah gimana? Elvano kampret! Kenapa dia bikin masalah pagi-pagi, sih?!'
"Reina, dari kecil Eyang ngajarin kamu buat memilih teman." Eyang Sari menatap cucunya.
"Elvano orangnya baik, kok. Eyang gak usah khawatir." Reina mencebik ke arah Elvano ketika mengatakan kalimat itu. Si Empunya malah terkekeh sambil melambaikan tangan bangga.
"Eyang gak mau kamu temenan sama dia!"
"Eyang .. " Reina menundukkan kepala dan meremas jemarinya. Mendengar suara Eyang Sari yang tinggi--bahkan menyerupai bentakkan--membuatnya gemetar. "Reina .. gak bisa. Elvano temen Reina, Eyang."
"Harus bisa!"
Reina menatap Elvano seakan menyuruh laki-laki itu untuk mengeluarkan amunisi atau pembelaan agar amarah Eyang Sari tidak membeludak. Ia tidak mau berjuang sendirian. Bukannya takut, Elvano malah cengar-cengir. Jika kondisinya lebih kondusif, mungkin, ia sudah menendang laki-laki itu.
"Kalian tidak boleh temenan!"
"Eyang .. Elvano orangnya baik, kok. Pakaiannya aja yang---"