21

3K 211 0
                                    

Sudah 6 bulan aku menjalankan aktivitasku tanpa Bianca. Rasa hampa, kesepian sudah hampir menjadi keseharianku. Bayang-bayang wajah Bianca yang selalu menghiasi pikiranku sudah menjadi makanan sehari-hari bagiku dan otakku. Seakan-akan otakku menerima dengan tangan terbuka lukisan sosok Bianca yang cantik. Namun, entah mengapa hanya dengan melihat foto Bianca yang kupasang di mejaku entah membuat capek, masalahku mereda. Dan aku menjadi lebih tenang untuk mengurusi perusahaanku yang makin membesar.

Sudah 6 bulan pula, perusahaanku mengalami kemajuan yang sangat pesat. Belasan perusahaan dari luar negeri yang menjalin kerjasama denganku dengan bayaran yang sangat fantastis. Begitu juga, perusahaan cabang yang dipegang adikku, Robert di Manhattan Amerika Serikat juga mengalami kemajuan yang besar dan semakin diambang kesuksesan. Aku merasa bangga atas diriku sendiri dan juga adikku. Akhirnya, kami berhasil memajukan usaha yang ayah kami bangun dari nol menjadi perusahaan terbesar di kota dan perusahaan yang paling terkenal. Ya, jenis perusahaan ayahku adalah perusahaan Properti yang akhirnya diturunkan kepadaku dan kepada Robert.

Sedangkan ayahku ingin sekali mengurus toko kue di masa tuanya, selain keahliannya dalam bidang bisnis, ayahku juga sangat pandai dalam membuat kue dan cemilan-cemilan. Tak heran, toko kuenya juga mengalami kemajuan yang pesat apalagi saat natal nanti, ayahku mendapat pesanan kukis-kukis natal. Otomatis, aku dan Robert harus membantunya membuat kukis-kukis pesanannya.

TOK ! TOK!

"Masuk.."

"Hey, Gilbert!"

"Ayah?! Ayah kapan datang kemari? Mengapa tidak memintaku turun? Aku bisa menjemputmu, ayah.."

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri, aku tidak mau menyusahkan anakku."

"Ayah tidak pernah menyusahkanku.."

"Terima kasih, nak."

"Sama-sama, ayah. Ngomong-ngomong, ada apa ayah kemari?"

"Kau sudah terima daftar kukis yang harus kita buat?"

"Jadi itu alasan ayah kemari. Astaga ayah..."

Aku tertawa pelan.

"Aku dan Robert sudah menerimanya. Kau tenang saja, kami akan membantumu."

"Bagaimana dengan pekerjaan kalian? Perusahaan ini sudah semakin membesar. Aku takut itu akan mengganggu kalian."

"Ayah tidak perlu khawatir. Makanya sesegera mungkin kami akan segera menyelesaikan pekerjaan kami supaya kami bisa membantumu membuat kukis untuk hari Natal nanti."

"Kalian memang anak yang baik. Sifat kalian persis seperti ibu kalian. Sangat rendah hati, aku bangga memiliki anak seperti kalian."

Aku tersenyum.

Tapi tidak untuk sifat posesifku, ayah. Terlebih kepada Bianca. Bukankah sifat itu menurun darimu, ayah?

"Baiklah, aku harus membeli kebutuhan kukis-kukisku."

"Biar kutemani, ayah."

"Tidak..tidak. Nanti malah mengganggu pekerjaanmu."

"Baiklah, aku akan menyuruh sekretarisku untuk menemanimu."

"Baiklah.. sampai bertemu saat Natal."

Aku mengangguk dan tersenyum.

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal, dan mendongak menatap langit-langit ruanganku. Kupejamkan mataku sejenak, bayangan Bianca seketika menghiasi pikiranku. Senyumannya, mata indahnya, ah.. semuanya.. aku menyukai semuanya yang ada pada dirinya.

Princess and The Black SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang