44

2K 113 0
                                    

"Snacks for you.."

Aku memberikan sebungkus roti rasa kopi kepada Charlotte.

"Lama sekali!"

"Antrian panjang, aku harus mengantri!"

Aku berbohong..

Charlotte mendengus, dan mengambil roti itu dari tanganku.

"Terima kasih.. duduklah.."

Aku langsung duduk di samping Charlotte.

"Aku bertemu dengan Gilbert."

"Oh tidak, apa dia menangkapmu?"

"Hampir."

"Hampir katamu?!"

Aku mengangguk pelan.

"Dia mengenal wangi parfum yang masih tertempel di cardiganku. Itu wangi khasnya Gilbert.."

"Oh.. jadi parfum itu dari Gilbert?"

"Ah, aku membuka rahasiaku sendiri.."

"Bukan masalah kau membuka rahasiamu kepada adikmu sendiri, rahasiamu akan aman bersamaku. Tapi, syukurlah kau tidak sampai tertangkap. Kalau sampai dia menangkapmu. Kita tidak akan pergi ke Jogja!"

"Kau benar, untung sekali.."

Aku menghela napas pelan, dan mengambil roti berisi krim susu.

"Sebentar lagi kita akan berangkat."

Aku mengangguk pelan.

DRRT!! DRRT!

Aku mengambil ponselku dari dalam saku celanaku, dan melihat siapa yang meneleponku.
Aku harap bukan dari Gilbert atau Robert.

Aku menghela napas lega saat tahu siapa yang meneleponku.
Mada.

"Mada?"

"Bianca? Bagaimana keadaanmu, kamu nggak papa 'kan?"

"Aku sangat baik-baik saja, Mada. Aku udah bebas sekarang!"

"Kamu.. kamu berhasil kabur dari rumah Gilbert?"

"Yap! Aku udah berhasil keluat dari rumah Gilbert! Dan tebak, di mana aku sekarang?"

"Kamu di mana sekarang?"

"Aku di Bandara sekarang! Aku akan ke Jogja!"

"Benarkah? Oh astaga, Bianca! Bagaimana caranya kamu bisa kabur?"

"Ceritanya panjang. By the way, aku akan ke Jogja dengan Charlotte. Nanti, kalau udah sampai di Jogja aku ceritain deh.."

"Baiklah, oh iya, akan kuganti kasurmu dengan kasur untuk dua orang! Aku masih ada satu kasur dengan 2 bantal."

"Makasih, Mada. Salam untuk Dewi."

"Trims, save flight, Bianca!"

"Okay"

Aku mematikan sambungan teleponku, dan menyimpan ponselku di dalam saku celanaku.

Aku menghela napasku lega, dan tersenyum. Akhirnya.. aku bisa pergi sejauh mungkin dari Gilbert. Aku sempat memandangi cincin berbahan emas putih yang masih terpasang sempurna di jari manis tangan kananku. Sayang sekali untuk melepasnya, cincin ini sangat cantik terpasang di jariku. Lagipula, sudah berulang kali aku berusaha melepas cincin ini, namun cincin ini seperti terpasang sangat kuat di jari manisku. Biarkan saja, biar cincin ini menjadi aksesoris tanganku.

Princess and The Black SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang