"Selamat sore, tuan- Ya Tuhan! Apa yang terjadi pada Anda?"
"Bukan urusanmu, aku tidak apa-apa."
Aku berjalan melewati bodyguardku dan langsung masuk ke dalam mansionku.
"Gretha, siapkan aku air hangat dan kotak obat!"
Aku melemparkan tasku asal ke atas sofa dan mengambil sekotak susu coklat dari dalam kulkas.
"Baik, Tuan Gilbert. Anda mau saya bantu mengobati luka Anda?"
"Tidak perlu, aku bisa sendiri."
Gretha mengangguk dan menuju dapur. Kuhela napas kasar, dan menuju kamarku. Rasa nyeri masih memenuhi wajahku seiring pukulan Jake yang sangat keras.
"Fuck, Jake.."
Kulepas sweater tipisku dan kemudian membuka kemejaku hingga menyisakan diriku yang topless dengan banyak memar di tubuhku.
Kalau bukan karena Bianca, sudah kubuat patah rahangmu! Dasar cecunguk sialan!Aku memilih untuk tidur di kasur sambil menatap langit-langit kamarku.
Bianca...Bianca... kapan kau menjadi milikku. Aku sudah tidak sabar memilikimu, sayang.. aku harus cukup bersabar dengan serangga yang menghalangi kita. Aku melakukan semua ini untukmu. Kau tidak ingin pria yang kasar, 'kan? Kau suka pria yang nerd, 'kan? Aku menahan ini semua untukmu, sayang. Bertahanlah.. setelah kusingkirkan serangga-serangga seperti mereka, kita akan bersama lagi... tunggulah...
TOK! TOK!
"Air hangat Anda, tuan."
"Masuklah, Mark."
Aku melepas kawat non permanenku ketika Mark memasuki kamarku.
"Puah! Memakai kawat ini sangat tidak nyaman bagi mulutku!"
"Anda bisa tidak memakainya kalau itu mengganggu kenyamanan mulut Anda."
"Kau gila? Nanti Bianca tidak tertarik padaku. Kau tahu sendiri, di awal semester? Bianca bilang sendiri kalau ia menyukai pria nerd!"
Aku mengambil handuk kecil di dekat baskom air hangat.
"Obati luka-lukaku. Aku berubah pikiran untuk melakukannya sendiri."
"Baik, tuan."
Mark mulai mencelupkan handuk ke dalam air hangat, dan mulai mengobati luka-lukaku.
"Akh! Pelan, Mark!"
"Ma-maaf, tuan."
~~
18.00
"Baik, rapat hari ini sampai di sini. Kalian urus semua keperluan untuk bulan depan. Terima kasih."
Aku menutup map yang berisi bahan-bahan rapat dan meninggalkan ruang rapat. Kulepas jas biru navyku, dan kuserahkan pada Mark. Kulonggarkan dasiku, dan kugulung lengan kemejaku hingga mencapai sikut.
"Gilbert,"
"Hei, ayah."
"Ada apa dengan wajahmu, nak?"
"Oh, bukan apa-apa. Tidak perlu dipikirkan."
Ayah menghela napas pelan.
"Ada masalah di kampus?"
"Sedikit, tapi aku bisa mengatasinya. Ayah tidak perlu khawatir."
Ayah memberikan senyumannya kepadaku yang membuatku sedikit terkekeh.
"Ada apa, ayah? Kelihatannya, kau sedang bahagia?"
"Aku merasa sangat yakin akan memberikan perusahaan ini kepadamu, kau sangat cakap dan tegas dalam memimpin rapat tadi. Aku bangga padamu."
"Terima kasih, ayah. Sudah kewajibanku untuk menjadi penerus perusahaan ini, percayakan semuanya padaku. Aku akan membawa perusahaan ini lebih sukses."
"Terima kasih, nak. Setidaknya aku sangat lega."
"Kau bisa mengandalkanku, ayah."
Aku memegang pundak ayahku lembut dan memberikan senyumanku, ayah memelukku dan memberikanku pelukkan terhangatnya.
"Aku bangga padamu."
Aku melepas pelukkan ayah, dan mengangguk.
"Aku harus kembali, ada tugas kuliah yang harus kuselesaikan."
"Baiklah, hati-hati.."
"Ayah dan ibu bisa berkunjung ke rumahku, akan kubuatkan lasagna kesukaan ayah dan ibu. Bukankah kalian menyukai lasagna buatanku?"
"Aku ingin, tapi aku tidak bisa nak. Aku dan ibu ada janji makan malam bersama."
"Ah, aku tahu. Hari ini ulang tahun pernikahan kalian."
Aku tersenyum.
"Baiklah, ayah. Sampai besok."
Aku berjalan keluar perusahaan ayahku, dan hendak menuju mobil yang kuparkirkan di tempat parkir luar Kantor.
Shit!
Itu Bianca! Mengapa dia sini?! Dia tidak boleh melihatku seperti ini!
Aku segera bersembunyi di balik pohon besar yang tertanam di depan Kantor. Cepat-cepat kupakai kacamataku, ah! Aku lupa membawa kawat gigiku! Baiklah.. semoga dia tidak melontarkan pertanyaan yang macam-macam. Aku berjalan cepat melewati Bianca yang sedang memakan kukis di depan toko roti.Cepat.. cepat.. mumpung dia tidak melihatku.
"Gilbert?"
Sialan..
"Apa itu kau, Gilbert?"
Aku terpaksa menoleh pada Bianca dan tersenyum.
"Ah.. Gilbert, mengapa kau memakai kemeja?"
"Aku..aku.. uhm.. habis ada acara keluarga.."
"Begitu."
"Aku harus kembali."
"Eh! Gilbert! Tunggu..."
Namun aku sudah memasuki lapangan parkir.
Aku menyendenkan tubuhku di mobilku dan menghela napas pelan. Aku memegangi dadaku karena jantungku berdegup sangat kencang. Sungguh, Bianca sangat cantik! Mengapa bisa ada wanita secantik Bianca? Sungguh, dia sangat sangat mempesona. Ah, aku jadi tidak sabar memilikimu Bianca...
Memilikimu seutuhnya...
Keringat dingin mulai menjalari pelipisku, jantungku berdegup kencang. Aku memejamkan mataku, membayangkan Bianca yang sudah menjadi milikku dan terikat sepenuhnya kepadaku. Obsesiku terhadap Bianca menjadi semakin besar, belum saatnya aku memunculkan wujud asliku kepadanya. Biarkan seperti ini dulu, biarkan aku menjadi nerd sejenak. Setelah itu, aku akan menunjukkan wujud asliku dan mulai menguasai Bianca.
Kita akan bersama selamanya, Bianca..
Ah.. aku bisa gila karenamu, Bianca..~~
Don't forget to read The Miracle of Music yaaa...
Ceritanya ga kalah seru kok..
The Miracle of Music
"Min Juan, seorang guru piano di sebuah sekolah musik Korea Selatan dipindahtugaskan ke sekolah pusat New York US karena menggantikan guru piano di sana, sebuah pengalaman baru untuk Juan hingga ia bertemu dengan seorang murid anak pemilik sekolah musik NYC yang terkenal dengan keberandalannya ditambah Juan menjafi guru privat khusus anak itu, namun di balik itu semua musik menyimpan banyak keajaiban bila dimainkan dari hati yang paling dalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess and The Black Swan
Chick-LitSelalu menjadi bahan Bullyan dan sampai mendapat julukan 'The Black Swan' namun, siapa sangka. Seorang Black Swan dapat berubah menjadi White Swan karena mencintai dan terobsesi dengan satu gadis yang sering disebut sebagai seorang Princess karena k...