12

222 22 12
                                    

Yang biasanya banyak omong, malam ini Gema jadi banyak diam. Bahkan makannya saja tidak sebanyak biasanya. Sampai Bi Jono merasa bersalah jangan-jangan masakannya sudah tidak enak lagi di lidah Gema.

Perbedaan sikap Gema juga turut dirasakan orang tuanya.

"Kamu ada masalah, Nak?" tanya Guruh saling tatap dengan istrinya.

Gema menggeleng.

"Terus kenapa kamu diam? Makan kamu juga nggak kayak biasanya."

"Nggak papa kok, Pa. Kan Gema udah SMA, kudu diperhatiin bener-bener apa yang Gema makan. Kudu bener-bener merhatiin kandungan kalori makanan yang Gema konsumsi. Coba kalo tiba-tiba Gema jadi gendut? Kan nggak lucu, Pa. Ntar Gema dikata buntelan apa malah." Gema mengeles yang memicu tawa Sabila. Sontak Gema protes, "Ih, Mama jangan ketawain Gema."

"Sejak kapan kamu mikirin soal kandungan makanan?" tanya Sabila.

"Sejak hari ini, Ma. Soalnya pas nimbang kemarin, berat badan Gema naik nol koma dua kilo."

Guruh yang ikut tertawa hanya geleng-geleng kepala saja.

"Kalo Shasha, berat badannya naik juga?" tanya Sabila.

Shakeela menggeleng. "Berat badan Shasha malah turun, Tante."

"Loh, kok bisa? Kamu sakit? Kecapekan? Banyak pikiran?" Sabila langsung mendekatkan kursinya pada Shakeela. Langsung memegang kening Shakeela. Tampak jelas sekali Sabila begitu khawatir pada Shakeela.

"Nggak, Tan. Shasha nggak papa kok. Shasha baik-baik aja."

"Pokoknya kalo kamu merasa nggak enak badan sedikit aja, bilang sama Tante ya, sayang?"

Shakeela hanya tersenyum.

Gema sampai mematung melihatnya.

Guruh langsung berdehem keras. Membuat Sabila sadar kalau Gema sedang mematung melihatnya. Sabila kembali membenarkan posisi duduknya ke semula.

Sabila ikut berdehem. Lalu tersenyum pada Gema yang duduk di seberangnya. Berusaha mencari topik lain. "Anu, Gema, kok sekarang Genta nggak pernah main ke rumah?"

Makanan yang berhenti dikunyah di dalam mulut Gema karena mematung tadi seketika muncrat mendengar pertanyaan Sabila. Detik berikutnya, Gema batuk-batuk. Guruh segera memberinya minum selagi Sabila masih berada di tempatnya duduk hanya bertanya dan sedikit khawatir, "Kamu kenapa, Gema? Nggak papa?"

Jelas. Jelas sekali perbedaan sikap Sabila pada Gema dan Shakeela. Gema jadi lupa sejenak dengan pertanyaan Sabila tadi.

"Kamu kenapa, Nak? Kok kaget gitu?" tanya Guruh masih sibuk mengelus-elus punggung Gema.

"Gema..." Gema menggantungkan kalimatnya. Pikirannya jadi bercabang. Yang tadinya cuma kaget dengan pertanyaan Sabila, jadi memikirkan perbedaan sikap Sabila padanya dan Shakeela tadi.

"Gema?" lanjut Sabila memperhatikan Gema.

Gema menelan ludahnya cukup susah. "Gema sama Genta udah putus, Ma, Pa."

Sabila dan Guruh terkejut. Mereka berdua saling pandang.

"Kok? Putus? Kenapa bisa putus? Kapan kalian putus?" tanya Sabila.

"Sebelum Gema kecelakaan, kita udah putus, Ma."

Guruh mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oh, pantas saja jadi nggak pernah kesini lagi. Padahal Papa udah nunggu-nunggu buat main catur kayak biasanya karena kali ini Papa yakin udah bisa ngalahin dia."

Gema hanya memaksakan diri untuk tersenyum.

"Ya udah, nggak papa. Namanya juga masa remaja. Putus cinta itu wajar. Mudah-mudahan kamu nemuin pengganti Genta yang lebih baik ya?" ujar Sabila tersenyum. Gema hanya mengangguk. "Shasha, di sekolah kamu udah ada yang kamu suka apa belum? Atau jangan-jangan malah kamu udah punya pacar ya?" Sabila ganti bertanya pada Shakeela.

GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang