13

207 24 11
                                    

"Buruan jalan, Pak!" seru Gema menepuk punggung Ganesha.

"Helmnya dipake di kepala ya, Bu. Jangan di dengkul. Tolong sayangi otak anda." Balas Ganesha mulai menyalakan motornya.

"Oh, dengkul juga perlu disayang, Pak. Apalagi buat orang-orang kayak Bapak yang otaknya nyangsang di dengkul."

"Ibu mau saya turunin di got apa di jurang?"

Gema tertawa. Lalu memukul punggung Ganesha hingga cowok itu menjerit kesakitan.

"Tolong! Gorilla di belakang guee!!!!"

Motor vespa itu segera melaju, meninggalkan area parkir sekolah. Disaksikan oleh Genta yang sudah dari tadi berdiri di samping mobilnya. Memperhatikan tingkah mantan pacar dan sahabat mantan pacarnya yang terlihat bahagia.

"Oi, ambil kaos di mobil doang kayak ambil di puncrit Burj Khalifa." Micky datang membuat perhatian Genta segera teralihkan.

"Oh, ya udah. Ayo." Ajak Genta setelah tersadar.

"Ayo apaan?" tanya Micky bingung.

"Ke lapangan."

"Lah kaos lo mana, bibit kedeleeeee!"

Oh iya. Genta lupa. Alasannya kesini adalah untuk mengambil kaosnya di dalam mobil. Micky hanya geleng-geleng kepala.

Sudah setengah jam Gema mengintai SMA Adidaya. Namun orang yang dia cari tidak juga terlihat. Padahal anak-anak sekolah itu sudah bubar sejak lima belas menit yang lalu.

"Udahlah, Gem. Nyerah aja. Mending lo makan cilok aja sini. Gile loh, cilok disini kok enak banget ya? Beda jauh sama sekolah kita. Kenyal, empuk, mulus, gede, bulet pula, kan jadi nagih. Pokoknya ini cilok rasa paripurna. Ter-the best dari cilok di jagat raya yang pernah gue makan."

Gema menatap sengit cowok yang sudah setengah jam hanya duduk di kursi yang disediakan oleh abang cilok di depan sekolah. Entah sudah berapa piring yang sudah Ganesha habiskan. "Kayaknya percuma deh gue minta lo nemenin gue kesini."

"Nggaklah, Gem. Gue jadi kenal cilok ini. Gue yakin deh, gue pasti bakal sering mampir kesini cuma buat makan cilok menggairahkan ini."

Gema menggeleng-gelengkan kepalanya. Bodo amat lah dengan Ganesha yang sepertinya kena pelet cilok SMA Adidaya. Mending dia kembali mengintai sekolah yang sudah mulai sepi itu.

Mata Gema membulat karena akhirnya dia melihat seseorang yang dia kenal keluar dari sekolah yang tidak sebagus sekolahnya itu.

"Kak Jojo!"

"Hah? Jojo? Mana? Mana? Gue mau ketemu dia! Gue mau diajarin biar bisa ngomong bahasa Jawa, cuk!" Ganesha langsung berdiri di samping Gema. Cowok itu celingukan, tapi tidak ada tuh dia melihat Jojo yang dia kira Joshua Suherman. Tetapi yang dia lihat adalah seorang cowok berkulit gelap dengan rambut kribo yang wow! Ganesha kaget sendiri melihat cowok itu mendekat.

"Gema ya?" sapa cowok itu, Jojo.

"Iya, ini gue, Kak. Gema."

Jojo mengulurkan tangannya mengajak Gema bersalaman. "Kok lo bisa disini? Bukannya lo katanya sakit dan dirawat di Singapura?"

"Gue udah sembuh, Kak. Alhamdulillah."

"Alhamdulillah, gue ikut seneng dengernya, Gem." Perhatian Jojo beralih pada Ganesha yang memperhatikannya lekat hingga matanya nyaris juling. "Siapa ini, Gem? Pacar lo?"

"Ya... bukanlah!" jawab Gema sengaja memberi jeda pada dua kalimat yang dia ucapkan.

Ganesha ikut menjawab, "Bukan, bukan! Gue bukan pacarnya kok! Gue cuma tempat sampah yang dijadiin tempat curhat Gema. Gue cuma orang yang sering jadi samsak kekesalan Gema kalo Gema ngamuk. Gue cuma cowok yang entah apa salah gue, orang-orang bilang gue gila, gue goblok."

GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang