Setelah melalui penerbangan dari Singapore ke Jakarta yang memakan waktu kurang lebih satu setengah jam, akhirnya Gema kembali menginjakkan kakinya di tanah Indonesia, tanah airnya, tanah kelahirannya. Rupanya berada di negeri orang dalam waktu yang cukup lama membuat Gema sangat merindukan negeri dengan banyak pulau ini.
"Pa, Mama sama Gesang mana? Katanya mau jemput Gema di bandara?" tanya Gema celingukan mencari dua sosok itu. Namun matanya tidak juga menemukan orang yang dicarinya.
Guruh berdehem. "Ah, Gema... Maaf Papa lupa bilang. Mama tadi kirim pesan, katanya mendadak Mama ada kepentingan. Jadi nggak bisa jemput kamu."
Alis Gema mengerut. "Yah. Gimana sih? Kemaren bilangnya mau jemput Gema, makanya nggak bisa pulang bareng." Gema jadi sedih. Dia membayangkan dirinya akan dijemput oleh Mamanya, lalu terjadilah adegan pelukan ala-ala drama Korea antara dirinya dan Mama.
"Yah, tadinya Mama udah mau otw kesini, tapi asistennya telepon, ada kerjaan yang nggak bisa ditunda." Guruh berusaha menghibur putrinya.
"Kalo Gesang apa katanya, Pa? Apa alesannya?" Gema mengganti pertanyaannya.
Guruh menghela nafasnya, "Gesang kan harus ke sekolah hari ini."
"Dasar sok rajin! Biasanya juga cari-cari alasan mulu buat bolos." Dengus Gema sebal.
"Udah, udah, ayo kita langsung pulang ya. Paman udah nungguin di lobby." Guruh merangkul anak gadisnya sambil membawa ke lobby, menemui Rusman, sopirnya.
"Paman! Apa kabar? Wah, Paman makin gagah aja setelah lama nggak ketemu?" Gema menyapa riang pria yang sudah dia kenal baik itu.
Rusman terlihat terharu melihat anak majikannya. "Baik, Neng. Paman baik-baik aja. Neng sendiri gimana? Beneran udah sembuh?"
"Udah dong! Manjat gunung sekarang juga udah sanggup!" Gema memukul bahunya cukup keras sambil menaik turunkan kedua alisnya persis kayak jagoan.
"Kamu ini baru sembuh loh. Nggak ada yang namanya naik-naik gunung." Ujar Guruh mengingatkan anak gadisnya.
"Nggak ada sekarang kan, Pa? Next time boleh kan, Pa? Soalnya dulu-dulu Gema diajakin sama anak-anak pecinta alam buat naik gunung, Pa." kata Gema teringat akan ajakan teman-teman pecinta alamnya sebelum kecelakaan terjadi.
"Kan Gema udah pernah naik gunung."
"Gunung di Indonesia kan banyak, Pa. Belum yang di luar negeri. Dan Gema cuma baru pernah naik 1 gunung dari banyaknya gunung di muka bumi ini. Itupun cuma gunung Tangkuban Perahu yang emak-emak gendong anak juga sanggup kesana. Rencananya Gema mau diajak naik ke gunung Slamet, Pa, kayak Yuki Kato." Gema masih ngotot.
"Gema, Gema, Gema. Daripada kamu mikirin soal gunung, mending kamu fokus pada kesehatan kamu sendiri dulu. Kamu kan belum boleh beraktivitas yang berat-berat."
"Yee, Papa. Kan naik gunungnya juga nggak sekarang. Nanti, Pa. Nanti..." Gema menggerundel.
Rusman hanya bisa geleng-geleng sambil tersenyum lega. Kalau Gema sudah cerewet seperti ini, tandanya Gema memang sudah sembuh.
"Udah ayo masuk, kita pulang." Guruh segera menyuruh Gema segera masuk ke dalam mobil.
Akan tetapi Gema tidak mendengarkan perintah Guruh, "Iyain dulu, baru Gema mau masuk."
"Gema..." Guruh mencoba sabar menghadapi putrinya ini.
"Papa..." Gema mengikuti apa yang Guruh ucapkan. Intonasi dan gaya bicaranya dibuat sama persis.
Guruh menyerah, "Iya, boleh. Tapi tunggu kamu bener-bener sembuh dan fit."
"Ahsiyaaap!!!" Gema senangnya bukan main. Guruh geleng-gelengkan kepalanya. Senang sih, melihat Gema yang sudah sesemangat seperti Gema yang biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema
Teen Fiction(COMPLETE) Hidup Gema jadi tak semenyenangkan dulu setelah kedatangan Shakeela. Gema ditinggal oleh Gesang, Gema harus berbagi kasih kedua orang tuanya, Gema juga harus merelakan Genta. Hanya Ganesha, Gerald dan Giza saja yang selalu setia bersamany...