Aneh. Kikuk. Canggung. Tiga itu yang Gema rasakan saat ini. Saat berdua bersama Sabila. Sangat mengejutkan, Gema mendapati wanita itu telah berdiri di luar sekolah ketika waktunya pulang. Wanita itu kemudian mengajak Gema untuk mampir ke sebuah kedai kopi. Akan tetapi, sudah sekitar 10 menit, Sabila tidak mengatakan apapun. Yang Sabila lakukan hanya memperhatikan Gema yang sesekali curi pandang kepadanya.
Wajah Sabila tampak sedih kalau Gema lihat. Dia memang tersenyum, tetapi senyumnya terlihat menyakitkan.
"Kamu makan dengan baik?" tanya Sabila sambil tersenyum pilu. Gema hanya mengangguk. Wanita itu kembali tersenyum. Dia sadar kok, pasti Gema merasa tidak nyaman dengannya saat ini. Akan tetapi, bagaimanapun, Sabila perlu bertemu dengan Gema.
"Tante mau ngomong apa?" tanya Gema memberanikan diri. Lagipula dia sudah tidak tahan. Dia sudah ingin cepat-cepat pulang.
Perasaan Sabila nyeri mendengar Gema kembali memanggilnya 'tante'. "Kamu... benci banget sama Mama?"
Giliran Gema yang merasakan perasaannya nyeri ketika Sabila menyebut dirinya mama.
"Maafin Mama ya, Gema. Mama udah jahat sama kamu." lanjut Sabila sembari menggenggam kedua tangan Gema. Seketika Gema mengangkat wajahnya. Menatap wajah Sabila terang-terangan. Wanita paruh baya itu menangis. Tangis yang menurut Gema adalah tangis penyesalan.
Gema heran, kenapa Sabila menangis seperti ini? Bukankah sejak awal Sabila sudah mantap mengambil langkah ini? Yakni lebih memilih Shakeela ketimbang suami dan anaknya?
"Mama benar-benar menyesal sudah menyia-nyiakan kamu..." genggaman tangan Sabila semakin erat, sampai Gema bisa merasakan bahwa tangan wanita itu bergetar.
"Kenapa Tante minta maaf? Tante nggak salah. Justru Tante yang udah ngasih tau siapa Gema sebenernya." Ucap Gema pelan.
Sabila menggeleng. Tangisnya makin pecah. "Nggak, harusnya kamu nggak pernah tau siapa kamu, darimana kamu berasal. Harusnya semuanya baik-baik saja. Harusnya kamu... harusnya kamu tetap jadi anak Mama..."
Seketika kedua alis Gema bertaut. Entah kenapa dia hanya merasa 40% tersentuh, 60%-nya dia merasa kalau Sabila ini... labil. Apakah kelabilan ini efek dari rasa penyesalannya? "Tante—"
"Kalau suatu hari kamu ketemu Mama, kamu mau nyapa Mama kan?"
Nah, perasaan Gema mulai tersentil.
"Kamu... nggak akan ngelupain Mama kan, kalaupun Mama ada jauh dari kamu?"
Mata Gema mulai memanas.
"Mama... tetap Mama kamu kan? Mama yang telah membesarkan kamu selama 16 tahun?"
Sudah tidak bisa Gema tahan lagi. Gema menangis detik ini juga. Bayangan hari-hari yang telah lalu yang dia lalui bersama Sabila menyeruak dari otaknya. Menyelemuti kepalanya secara mendadak.
Benar Sabila tidak pernah memanggilnya dengan kata 'sayang', tetapi untuk ukuran seorang ibu yang tidak melahirkannya, Sabila masuk ke dalam kategori ibu yang baik. Ibu yang mau merawatnya selama 16 tahun tanpa kurang suatu apapun. Ibu yang mau menerimanya meski dia bukan darah dagingnya.
⚡
Dahi Gesang langsung mengerut ketika melihat adiknya pulang ke rumah dengan mata yang sembab. "Lo habis nangis?"
Gema menggeleng dan terus berjalan menaiki tangga, hendak menuju kamarnya. Namun Gesang yang masih kepo, tidak berhenti begitu saja. Dia mengikuti langkah Gema. "Udah jelas matanya bengkak segede jengkol masih nggak mau ngaku? Kenapa lo?"
"Apaan sih!" dengus Gema sambil menyingkirkan tubuh Gesang.
"Gara-gara Genta? Dia ngapain lo? Ngatain lo gendutan? Ngatain selera makan lo yang kelewat kurang ajar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gema
Teen Fiction(COMPLETE) Hidup Gema jadi tak semenyenangkan dulu setelah kedatangan Shakeela. Gema ditinggal oleh Gesang, Gema harus berbagi kasih kedua orang tuanya, Gema juga harus merelakan Genta. Hanya Ganesha, Gerald dan Giza saja yang selalu setia bersamany...