20

203 27 16
                                    

Gema kaget bukan main ketika Pak Alvaro tiba-tiba memanggilnya. Padahal perut Gema sudah sangat kelaparan gara-gara tadi melewatkan sarapan Bi Jono di rumah.

"Tolong kamu ke kantor Bapak sekarang ya?"

Kedua mata Gema melebar, "Sekarang, Pak? Kudu banget sekarang?"

"Oh iya, Genta juga." imbuh Pak Alvaro yang makin-makin membuat kedua mata Gema melebar.

"Siapa, Pak? Saya nggak denger."

Pak Alvaro terkekeh, "Pacar kamu. Eh, maaf. Maksud Bapak, mantan. Sudah ya, Bapak tunggu sekarang." Pak Alvaro yang tidak mau tau segera pergi mendului Gema yang masih tidak percaya.

Apa? Hah? Memanggil Genta? Apa tidak salah? Huh, mana Gema sudi! Tidaklah!

Untung Gema pintar, jadilah dia tidak perlu repot-repot menyampaikan amanat Pak Alvaro tadi. Gema hanya cukup minta tolong pada siapapun yang dia lihat untuk menyampaikan amanat Pak Alvaro.

Yang sialnya, justru orang yang pertama kali dia lihat setelah kepergian Pak Alvaro ya malah Genta sendiri.

Gema celingukan ke kanan, ke kiri. Sial! Benar-benar tidak ada siapapun di lorong kelas sepagi ini selain dirinya dan Genta.

Genta yang menyadari keberadaan Gema memilih untuk tidak peduli. Cowok itu terus saja berjalan tanpa tengak-tengok sampai melewati Gema sampai kemudian terdengar suara Gema.

"Tunggu!"

Langkah Genta terhenti. Sedikit tidak percaya jika Gema memintanya menunggu?

Dengan punggung yang saling berhadapan, kedua remaja itu berkomunikasi dengan amat singkat, "Disuruh ke ruang kepsek sekarang." Lanjut Gema jutek. Setelah mengatakannya, Gema segera pergi. Menuju ruang kepsek.

"Loh, Genta mana? Kan Bapak nyuruh kamu datang sama Genta?" tanya Pak Alvaro setelah Gema memasuki ruangannya.

"Nggak tau. Tadi saya sih uda—"

"Saya di sini." Potong Genta muncul di ruangan dingin itu.

"Oh, hai, Genta. Sini, sini, duduk. Kamu juga duduk, Gema." Kepala sekolah ramah itu mempersilahkan kedua siswanya untuk duduk.

Genta dan Gema menurut duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Saling mepet ke tepi. Melihat tingkah mereka yang saling menghindar seperti itu, membuat Pak Alvaro terkekeh.

"Kenapa ketawa, Pak? Nggak ada yang lucu." Protes Gema dengan bibir mengerucut.

"Lucu, lucu. Kalian lucu. Kalian ngingetin Bapak waktu masih pacaran dulu."

"Pak, bisa langsung ke intinya? Saya nggak mau lama-lama di sini." Ujar Genta sambil melirik Gema yang juga balas melirik.

"Oke, oke. Bapak mau minta tolong sama kalian untuk menjadi juri lomba cerdas cermat SD menggantikan Sharon dan Mahesa."

"Hah?" kedua siswa tersebut sama-sama kaget.

"Jadi begini, hari ini ada lomba cerdas cermat SD kelas 4 di SD Bumi Pertiwi. Ada 5 juri yang seharusnya hadir, termasuk Sharon dan Mahesa. Tapi karena mereka berdua ada ujian dadakan yang tidak bisa ditinggalkan, mereka terpaksa batal mengikuti acara tersebut. Untuk itu Bapak minta kalian menggantikan mereka." Jelas Pak Alvaro.

"Saya juga ada ulangan, Pak!" seru Gema dengan cepat.

"Kenapa nggak Gerald atau anak lain aja, Pak?" kata Genta.

Keduanya sama-sama keberatan karena partner mereka satu sama lain.

Pak Alvaro menggeleng, "Bapak udah minta dispensasi sama guru kalian. Terus Gerald, hari ini dia nggak masuk jadi nggak bisa Bapak mintai bantuan."

GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang