(Fifty One) Kenapa

2.6K 307 13
                                    

Jaemin menuruni tangga sambil mengenakan jaket biru tua dan sudah memakai topi hitam. Sunghee yang melihat Jaemin turun segera menghampiri putranya itu.

"mau kemana sayang?" tanya Sunghee.

"menyusul Jaehyun hyung dan Jeno" jawab Jaemin.

"tapi mereka pergi ke taman dekat kampus Jaehyun, cukup jauh sayang. Tanganmu masih sakit juga"

"tidak apa, bu. Aku naik taksi saja. Ponsel Jaehyun hyung tertinggal, tadi ada menelpon karena ada yang penting. Lagipula mereka akan lama disana, aku menyusul saja"

Sunghee tidak mengiyakan dan hanya diam menatap putra tirinya seakan merayu agar dia tidak pergi.

"ibu, yang sakit tanganku. Aku baik-baik saja. Boleh ya?"

"iya, hati-hati. Pulang dengan kakakmu, jangan kemana-mana lagi"

"terima kasih bu"

kurang lebih tiga puluh menit Jaemin berada di taksi menikmati jalanan Seoul pagi ini. Sedikit macet namun tidak begitu parah hingga harus menghentikan kendaraan selama berjam-jam. Jaemin bosan.

"ahjussi, turun disini saja"

Jaemin menyerahkan beberapa lembar uang lalu turun dari taksi. Sudah dekat dengan taman di dekat kampus Jaehyun, Jaemin memilih berjalan kaki. Sesekali ia mengusap tangan kanannya yang terasa kebas akibat luka yang masih basah.

Jaemin berhenti melangkah. Entah takdir seperti apa yang digariskan Tuhan untuknya, ia kembali bertemu Lami tanpa sengaja. Gadis itu juga berhenti menuntun sepedahnya. Jaemin sendiri tak tau apa yang Lami lakukan disini.

"sepertinya aku memang harus membantumu" ucap Jaemin tersenyum hambar. "jika aku sudah membantumu, mungkin Tuhan tidak akan menakdirkan kita bertemu secara tidak sengaja seperti ini"

Lami tidak menanggapi. Ia lalu ingat semalam Jaemin terluka. Ia menatap tangan kanan Jaemin yang berbalut lengan panjang jaket.

"tanganmu baik-baik saja?"

"ya, hanya butuh beberapa jahitan. Bukan masalah"

Lagi, Lami tidak menanggapi. Padahal ingin sekali dia mengatakan maaf dan terima kasih untu Jaemin yang telah menolongnya semalam.

"kau bertemu Jeno? dia di sekitar sini bersama Jaehyun hyung"

"bukan urusanku, Jung Jaemin"

"ck, baiklah. Aku per-"

drrrrttt

Jaemin merasakan getaran ponsel di sakunya. Itu ponsel milik Jaehyun. Jaemin kira telpon dari teman Jaehyun, tapi ternyata nomor tak dikenal yang masuk membuat Jaemin mengrenyit heran. Ia lantas menggeser ikon hijau dan mendekatkan ponsel Jaehyun ke telinganya.

"J-Jaehyun... Ini aku, Irene"

Jaemin semakin heran mendengar suara Irene dari nomor yang tak dikenal itu. Bahkan suara Irene seperti bergetar dan terdengar gugup.

"Jae, k-kau disana kan? aku ada di apartmenmu. Kemarilah-"

"noona, ini aku Jaemin"

"Jaemin?"

"noona, ada apa?"

tuuuuutttt

"noona? Irene noona?"

Baiklah, Lami dapat menangkap ekspresi cemas dari Jaemin. Belum lagi anak itu menyebutkan nama Irene membuat Lami semakin penasaran. Bukannya meneruskan jalannya, Jaemin malah berbalik arah.

"Jaemin tunggu!" seru Lami sambil menarik tangan kanan Jaemin membuat sang empu mendesis ngilu. "ada apa?"

"aku tidak tau" jawab Jaemin.

"bohong! kau memanggil Irene eonni tadi"

"sungguh aku tidak tau. Irene noona ada di apartmen Jaehyun hyung sekarang. Aku akan kesana"

"aku ikut"

"tidak! pulanglah"

"perasaanku tidak tenang, Jaemin!"

"aku juga!"

Jaemin memejamkan matanya dan menarik nafas berat sejenak. Ia menyesal membentak Lami. Jaemin memegang kedua bahu Lami dan menatapnya penuh keyakinan.

"perasaanku juga tidak tenang. Jika kau ikut dan terjadi sesuatu disana, aku bersumpah tidak akan memaafkan diriku sendiri. Aku mohon pulang lah sekarang"

"tapi kau-"

"aku janji Irene noona akan menemuimu besok dalam keadaan baik-baik saja"

Lami membiarkan Jaemin pergi. Setetes air matanya terjatuh seiring dengan perasaan tidak tenang yang semakin menjadi ia rasakan. Lami cemas, ia takut terjadi sesuatu pada Irene dan juga Jaemin.

Disisi lain Jaehyun dan Jeno mengistirahatkan tubuh mereka di salah satu kursi taman. Jaehyun menandaskan satu botol air mineral yang baru saja ia beli. Ia merogoh saku celananya hendak mengecek ponselnya.

"eh? ponselku?" gumam Jaehyun.

"kenapa hyung?" tanya Jeno.

"ponselku tertinggal. Padahal aku akan menghubungi Doyoung hyung karena ada hal penting"

"pakai ponselku saja. Aku menyimpan nomor Doyoung hyung"

Jeno memberikan ponselnya pada Jaehyun. Belum sempat di terima oleh Jaehyun, ponsel Jeno lebih dulu berdering.

"huh?" mata sipit Jeno melebar kala membaca nama Lami di layar ponselnya. "Lami?"

"bukannya kau sudah putus ya?" tanya Jaehyun dijawab anggukan oleh Jeno.

Ponsel Jeno berhenti berdering, namun beberapa detik kemudian kembali berdering dan tetap panggilan dari Lami.

"angkat saja Jeno" usul Jaehyun.

"yeoboseo?"

"Jeno! Jaemin-"

"kenapa?" Jeno gusar karena mendengar suara Lami yang tengah menangis dan cemas.

"Jaemin dalam bahaya"

"apa maksudmu?"

"aku tidak bisa menjelaskannya. Tapi ku mohon pergilah ke apartmen Jaehyun oppa, Jaemin disana"

"kau tau dari mana?"

"Jung Jeno! jangan banyak bertanya, adikmu dalam bahaya sekarang!"

Bentakan Lami benar-benar menggugah Jeno. Jaehyun bingung melihat Jeno tiba-tiba berdiri dengan ekspresi yang sulit di artikan.

"kenapa?" tanya Jaehyun.

"Jaemin ada di apartmenmu hyung. Lami bilang Jaemin dalam bahaya"

*

*

*

tbc

holaaaa
part terpendek yang ada di CRASH heheu
komen komen komen!
💕💕💕💕💕💕💕💕💕

Crash | Book I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang