Jeno tak tau apa yang harus ia katakan pada ayahnya nanti. Perihal pilihan untuk tinggal bersama ayahnya. Jeno semakin dibuat berat hati tatkala ia tak sengaja mendengar percakapan kedua saudara tirinya.
"Ayah, bolehkah aku egois sekarang?"
***
Lami diam manatap nisan dihadapannya. Tak ada air mata kesedihan yang tampak hanya kemarahan. Tangannya mengepal kuat dan nafasnya memburu. Ingatan Lami kembali pada kejadian dua tahun lalu saat ia harus kehilangan kakak tercintanya karena sebuah insiden. Hari dimana keluarganya mulai dalam kehancuran.
"Oppa, aku tak mampu bersedih atas kematianmu. Maafkan aku" gumam Lami.
Tangannya bergerak menghapus airmata dengan kasar.
"Oppa, aku tak ingat bagaimana itu kasih sayang keluarga dan semuanya. Yang ku tau hanya rasa benci dan marah atas kematianmu. Andai kau masih bernafas disini, seburuk apapun keadaan keluarga kita pasti tak akan semenderita ini. Penderitaan ini hadir karena kau pergi. Karena dia-"
Lami tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia berjongkok menumpahkan air matanya. Ia tak peduli sekeras apapun ia menangis.
Tanpa diketahui. Seorang lelaki mengawasi Lami dari jauh. Lelaki itu melihat dan mendengar tangisan Lami yang menyayat hatinya. Gadis yang berharga di hidupnya kini nampak begitu rapuh.
"Kau sudah menyebabkan penderitaan. Aku bersumpah kau akan merasakan hal yang sama" ujar lelaki itu yang entah ditujukan untuk siapa.
***
Jeno menatap coklat yang ada pada genggamannya. Sedangkan Jaemin sesekali memperhatikan Jeno yang terlihat begitu bahagia dan percaya diri.
"Ada apa denganku? Astaga tiba-tiba saja gugup sekali" gerutu Jeno.
"Ck, kau berlebihan" balas Jaemin malas.
Cemburu? Tentu saja. Jaemin tau coklat yang Jeno bawa untuk Lami.
"Oh, Lami!" Seru Jeno melihat Lami yang berjalan di depannya.
Gadis itu menoleh. Menunjukkan raut wajah yang dingin. Jeno sedikit bergidik ngeri melihat ekspresi tak berahabat dari Lami. Sedangkan Jaemin hanya diam tanpa mengalihkan pandangannya dari Lami.
Jeno meninggalkan Jaemin dan berlari kecil menghampiri Lami. Ia meraih tangan Lami dan memberikan coklat yang dibawanya tanpa mengatakan apapun.
"Apa?" Tanya Lami.
"Untukmu" balas Jeno sambil tersenyum.
"Tidak, terima kasih"
Lami mengembalikan coklat itu pada Jeno dan segera pergi. Namun dengan cekatan Jeno mencegahnya.
"Aku tidak menerima penolakan, Lami. Suka atau tidak suka. Mau atau tidak mau. Kau harus menerima ini. Dan pastikan kau datang ke tempat yang sudah ku tulis alamatnya di bungkus coklat ini" ujar Jeno.
Jeno tak menunggu jawaban dari Lami. Hanya tersenyum kemudian kembali menghampiri Jaemin yang sejak tadi masih setia pada tempatnya. Lami menoleh ke arah Jeno dan tanpa sengaja tatapan matanya bertemu dengan tatapan Jaemin.
Sungguh. Semuanya berubah dalam satu detik. Lami bahagia mendapatkan coklat itu dari Jeno tapi melihat Jaemin kebahagiaannya luntur. Apalagi melihat Jeno yang nampak dekat dengan Jaemin.
"Ayo ke kelas" ajak Jeno.
"Kau ke kelas saja dulu" kata Jaemin.
"Kemana? Sebentar lagi bel masuk"
"Hanya sebentar"
Setelah memastikan Jeno pergi, Jaemin menyusul Lami. Ia tau pagi ini Lami harus ke ruang konseling, Jaemin terlampau hafal mengenai kegiatan Lami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Crash | Book I (END)
FanfictiePersaudaraan yang penuh rintangan, apakah mampu Jaemin dan Jeno melaluinya? Bahaya apa yang melanda Jaehyun? apakah sad ending atau happy ending?