(Thirty Three) Sandaran Hati

3.2K 350 26
                                    

"lagi? Kau pikir bisa mengatasi sendiri, hah?!"

"lantas apa maumu, hyung?!"

*

*

*

Jaehyun berdecak pinggang. Ia tertawa miris mendengar sentakan Jaemin yang tertuju padanya.

"wah, kau hebat! Pemohong ulung!"

"aku tidak berbohong!"

"anak-anak sudah cukup"

Junho mulai melerai melihat kedua anak tiri mantan istrinya yang justru bertengkar. Belum lagi nafas Jaemin yang mulai terdengar berat. Irene menggenggam tangan Jaehyun berusaha meredam amarah sahabatnya itu.

"Jaemin, sudah berapa tahun kita hidup bersama? Darah yang mengalir di tubuku dan tubuhmu adalah darah yang sama, kita lahir dari rahim ibu yang sama! Tak ada yang lebih mengenalmu selain ayah dan aku!" ujar Jaehyun penuh penekanan. "dan sekarang apa? Kau berbohong? Kau bersikap seakan bisa mengatasi masalahmu sendiri? Kau pikir sudah tidak butuh orang lain?"

"Jaehyun, sudah" lirih Irene yang terlihat memohon pada Jaehyun.

"Jaehyun, keluarlah. Tenangkan dirimu. Dan Jaemin lebih baik sekarang istirahat" pinta Junho.

"baiklah, jika itu memang sesuai dengan rencanamu. Lanjutkan! Aku tidak akan mengusikmu, aku akan berhenti peduli padamu, aku tidak peduli kau makan atau tidak, aku tidak peduli apakah kau tidur nyenyak! Lakukan sesukamu!"

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Jaehyun meninggalkan ruang rawat Jaemin dengan menghempaskan genggaman Irene. Junho bergegas mengikuti Jaehyun yang saat ini tengah dikuasai oleh emosi.

Tersisa Jaemin dan Irene. Gadis itu mendekati Jaemin yang nampak menutup matanya sambil menahan sakit, tentu saja. Sikap Jaehyun membuat rasa sesak yang dirasakan Jaemin bertambah.

"aku panggilkan dokter ya?" tawar Irene sembari mengusap bahu Jaemin.

"tidak perlu, noona. Terima kasih" tolak Jaemin lirih.

Untuk sekarang ia tidak membutuhkan dokter atau siapapun untuk merawatnya. Disaat seperti ini yang Jaemin butuhkan hanya ibu. Ibu kandungnya. Berulang kali Jaemin ingin menyerah pada keadaan namun selalu ada yang akhirnya membuat ia bertahan. Meski begitu, Jaemin sangat membutuhkan kehadiran sosok wanita yang melahirkannya. Jaemin ingin berkeluh kesah dipangkuan ibunya. Sama seperti ia melihat Jeno beberapa waktu lalu yang terlihat nyaman tidur dipangkuan Sunghee. Jaemin menginginkannya.

"apa kau tidak mempercayai Jaehyun?" tanya Irene. "kakakmu itu, tidak ingin kau terluka barang sedikitpun. Tapi kau justru membuatnya hancur dengan cara seperti ini. Sikap keras dan pemberani Jaehyun tidak berarti apapun jika menyangkut dirimu. Jaehyun takut segala hal jika itu mengenai dirimu. Ia takut Jaemin kesayangannya terluka. Jaehyun tidak ingin terlihat lemah karena sekarang yang ia lindungi tidak hanya dirimu, tapi juga Jeno. Jaehyun tidak akan membiarkan kalian terluka"

Irene tak peduli apakah Jaemin akan mendegarnya atau tidak. Tapi ia merasa perlu mengatakan ini. Entah untuk memperbaiki hubungan Jaemin dan Jaehyun atau hanya sekadar menghibur Jaemin. Atau justru memperburuk keadaan. Sungguh Irene tidak peduli akan hal itu.

"aku tidak tau apa yang ada dikpikiranmu. Apa kau memang tidak mempercayai siapapun yang mungkin bisa menyelematkanmu atau kau belum siap mengatakannya, atau mungkin-"

"aku belum bisa mengatakannya, noona"

Irene terdiam mendengar respon Jaemin.

"aku tau betul siapa pelakunya. Tapi aku tidak siap... aku tidak bisa mengatakannya. Semua akan menjadi boomerang bagiku"

Crash | Book I (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang