Jaemin terbangun dari tidurnya. Ia menengok Junho yang pulas tidur di sofa sedangkan Jaehyun tidur dengan posisi duduk di sampingnya. Jaemin bahkan tidak bertanya saat Chilhyun dan Sunghee berpamitan pulang untuk istirahat namun justru Junho yang menjaganya bersama Jaehyun.
Jaemin memilih diam karena ia tidak ingin membebani semua orang yang menjaganya. Banyak sekali yang ingin ia tanyakan tentang hari itu. Dia ingat dengan samar Jeno yang terluka akibat pukulan Taeyong. Setetes air matanya lolos begitu saja. Jaemin takut akan keadaan orang-orang yang saat itu ada disana. Jaehyun, Jeno, Irene, bahkan Taeyong. Meski Jaehyun disini bersamanya tetap saja Jaemin merasa takut.
"eung... Jaemin?" lenguh Jaehyun yang entah mengapa ia terbangun. "kenapa menangis? ada yang sakit?" tanya Jaehyun lirih sarat dengan kekhawatiran melihat bekas air mata di sudut mata adiknya.
Jaemin menggeleng. Jaehyun menghela nafas sembari mengelus surai Jaemin yang sedikit basah.
"kenapa bangun, hm? masih pukul dua dini hari?"
"ayah dan ibu dimana?"
Jaehyun diam mendengar pertanyaan Jaemin. Jaehyun tau betul maksud dari pertanyaan Jaemin.
"apa mereka bersama Jeno?" tanya Jaemin lagi, kali ini Jaehyun tersenyum.
"iya. Ayah dan ibu sedang bersama Jeno. Kau tau kan dia manja kalau sedang sakit. Sekarang tidur, ya?"
"apa dia terluka parah, hyung?"
"Jeno baik-baik saja. Dia hanya perlu istirahat. Jangan pikirkan dia, nanti dia marah karena kau tidak segera sembuh"
"iya, aku berharap Jeno baik-baik saja seperti yang ada di cerita kalian"
***
Hina tak pernah tau apa yang kini terjadi pada Lami. Berhari-hari dia tidak sekolah dengan alasan sakit. Beberapa di antara teman-temannya membicarakan hal yang cukup mengganjal. Si dua bersaudara Jaemin dan Jeno yang dikabarkan mengalami kecelakaan dan Lami yang tidak datang ke sekolah dengan alasan sakit.
Banyak yang berspekulasi kecelakaan Jaemin dan Jeno berhubungan dengan Lami. Hina, Renjun, dan Haechan yang memang tau betul apa yang terjadi, ketiganya bungkam hingga penyebab kecelakaan Jaemin dan Jeno sama sekali tidak tercium. Bukan karena tanpa alasan mereka diam, ketiganya sepakat melakukan ini juga untuk melindungi Lami.
Seperti hari sebelumnya, Hina berjalan gontai menuju kelas. Seakan setengah bagian dari dirinya menghilang. Hanya Renjun dan Haechan yang kini memeperhatikan dia. Bagaimanapun Hina membutuhkan pegangan selain orangtuanya.
"selamat pagi Hina-chan!" seru Haechan semangat menghampiri Hina sebelum gadis itu masuk kelas.
"pagi" balas Hina singkat.
Seperti biasa. Haechan maupun Renjun akan bersemangat meskipun hanya topeng belaka. Mereka hanya ingin menguatkan orang-orang di sekitar mereka.
"Bersemangatlah hari ini, Hina-chan. Nanti sepulang sekolah ayo menjenguk Jaemin"
"iya, terima kasih Haechan"
Hina dan Haechan sama-sama membeku kala melihat Lami berjalan sambil menunduk.
"Lami?" lirih Hina yang masih terdengar.
Lami mendongak dan terkejut dengan keberadaan Hina dan Haechan. Jujur, ia belum siap bertemu siapapun. Tapi ia juga tidak bisa terus bersembunyi. Mata Lami bergerak gelisah, Haechan tau Lami sedang takut melihatnya dan Hina.
"Hina, aku harus ke kelas sekarang. Sampai jumpa nanti" pamit Haechan.
Sampai di samping Lami, Haechan berhenti. Ia menoleh pada Lami dan memberikan senyum terbaiknya.
"selamat pagi, Lami" sapa Haechan.
Lami tidak membalas justru ia membeku saat mendengar suara Haechan menyapanya. Haechan kembali tersenyum menyadari sapaannya bertepuk sebelah tangan. Ia lantas berlalu.
Hina masih diam di tempat sembari memperhatikan Lami. Gadis itu kembali menunduk dan masuk kelas melewati Hina begitu saja.
"Lami?" panggil Hina menghentikan langkah Lami. "hanya ingin berterima kasih kau sudah menelpon saat itu"
Lami menoleh lalu mengangguk menanggapi Hina.
***
Junho menyeret kursi untuk duduk di samping putranya. Ia baru saja datang setelah menghadiri persidangan klientnya. Saat ia datang, Chilhyun yang menjaga Jeno sedangkan Sunghee mengurus Jaemin.
Junho tersenyum miris melihat Jeno yang masih tertidur pulas. Mata Jeno yang tertutup terlihat bengkak dan membiru. Ia terus mengingat apa yang dokter katakan semalam mengenai keadaan Jeno. Bagaimana bisa hanya dengan pukulan botol anggur membuat Jeno-nya harus terbaring koma seperti ini.
"dilihat dari hasil CT scan, terdapat cidera otak yang sebelumnya memang ada. Apakah pasien pernah mengalami kecelakaan sebelumnya?"
Jawabannya adalah iya. Junho dan Sunghee kembali ke beberapa tahun lalu. Tepatnya saat Jeno masih berusia dua belas tahun. Jeno jatuh dari balkon lantai dua di rumahnya, itupun karena kecerobohan Junho dan Sunghee. Keduanya bertengkar hebat yang terdengar oleh Jeno hingga membuat anak itu ketakutan. Jeno suka menyendiri di balkon jika ia sedih. Bahkan tidak segan untuk memanjat pagar pembatas dan duduk disana. Tapi naasnya saat ia akan kembali, kakinya justru terpleset dan tangan kecilnya tidak mampu menahan hingga akhirnya ia jatuh.
Junho ingat, Jeno tidur selama seminggu penuh karena mengalami pembekuan darah di otak. Namun Tuhan memberikan keberuntungan, Jeno bangun dalam keadaan baik-baik saja. Dokter terus mewanti-wanti agar menjaga Jeno dengan baik mengingat cidera yang dialami putranya bukan sesuatu yang bisa disepelekan.
Namun kini terjadi lagi. Sebuah kejadian yang membuat Jeno kembali merasakan tidur panjang. Chilhyun dan Jaehyun yang saat itu juga ada di ruang dokter, cukup terkejut dengan penjelasan Junho dan Sunghee mengenai jatuhnya Jeno dari balkon rumah. Karena memang sebelumnya Sunghee tidak pernah membahas hal itu, berbeda dengan Chilhyun yang menceritakan tentang kecelakaan Jaemin di restoran yang terbakar.
"bangun, nak. Kasihan ibumu menunggu. Kedua ayahmu juga menunggumu disini. Kau tidak rindu kami, hm? tidak rindu Jaehyun dan Jaemin?"
Junho menggenggam erat tangan Jeno yang terbebas dari infus. Menciumi beberapa kali dan menangis disana. Hati orangtua mana yang tidak hancur melihat putranya sakit. Dipasangkan berbagai alat medis di tubuhnya. Selang yang dimasukkan dalam mulut, selang yang terpasang di kepala Jeno juga masih mengeluarkan cairan merah.
"bangun ya? ayah janji apapun keinginan Jeno akan ayah penuhi. Jeno putra ayah satu-satunya"
Junho benar-benar merasa lemah. Ketika ia sendiri seperti inilah keadaannya. Ia akan terus meruntuki dirinya sendiri yang tidak mampu menjaga Jeno. Namun saat berada di depan orang ia akan berusaha setegar mungkin.
Karena Jeno adalah hidup bagi Junho.
* * *
tbc
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.